Di Balik Fenomena ‘Shipping’ Selebriti
Selain mendukung hubungan selebriti seperti ‘Bennifer’, fenomena ‘shipping’ turut menyumbang penghasilan bagi media yang mengganggu kehidupan idolanya.
“Aduh, dulu Niley gemas banget ya! Gue masih nge-ship mereka deh!”
“Ah Miley Cyrus lebih cocok sama Liam Hemsworth daripada Nick Jonas, tim ‘Miam’ all the way!”
Kalimat percakapan di atas sering kita lihat di media sosial, atau dengar secara langsung ketika orang lain membicarakan kehidupan percintaan selebriti, maupun karakter fiksi.
Menurut akademisi Christine Scodari dan Jenna L. Feder, dalam penelitian berjudul “Creating a pocket universe: ‘Shippers,’ fan fiction, and The X-Files online” (2000), istilah shipping berasal dari “relationshipping”.
Shipping mengacu pada investasi emosional mendalam pada pasangan fiksi, dan sering dinyatakan sebagai keinginan kuat oleh konsumen media, agar dua karakter kesukaannya menjalin hubungan satu sama lain. Umumnya, keinginan itu muncul setelah menyaksikan film atau serial televisi, dan melihat chemistry antara pemainnya.
Kirk (William Shatner) dan Spock (Leonard Nimoy) di Star Trek pada 1968 merupakan karakter pertama yang di-ship dan menjadi populer. Nama mereka sering disebut sebagai “Kirk/Spock”, “K/S”, atau “K slash S”, dan menjadi cikal bakal kata “slash”, untuk dukungan terhadap hubungan romantis karakter fiksi berjenis kelamin sama.
Namun, penggunaan istilah ship baru dimulai pada 1995 oleh penggemar The X-Files. Menurut para penggemar yang berselancar di internet, karakter Fox Mulder (David Duchovny) dan Dana Scully (Gillian Anderson) sebaiknya terlibat dalam hubungan romantis.
Dalam realitasnya, shipping tidak hanya merujuk karakter fiksi, tetapi selebriti di kehidupan nyata, seperti David dan Victoria Beckham, Tom Cruise dan Katie Holmes, atau Zendaya dan Tom Holland.
Sementara di Indonesia, ada pasangan Teuku Wisnu dan Shireen Sungkar dalam sinetron Cinta Fitri, Ammar Zoni dan Irish Bella pada Cinta Suci, serta Amanda Manopo dan Arya Saloka di sinetron Ikatan Cinta yang hingga saat ini digandrungi.
Melansir The Atlantic, seseorang senang memasangkan karakter atau selebriti kesayangannya lantaran mencari cinta adalah bagian dari sifat manusia, seperti dituangkan dalam esai Ralph Waldo Emerson, bertajuk Love (1841).
Penggemar memang tidak memiliki hak menentukan kehidupan idolanya, tetapi mereka mampu “memegang kendali” dalam hubungan romantis lewat imajinasi, dan memperjuangkannya dengan berbagai cara menyenangkan untuk menyalurkan perasaannya.
Baca Juga: ‘Fetish’ terhadap Hubungan Gay: Ketika ‘Ship’ dan ‘Fanfiction’ Jadi Toksik
Munculnya Nama Panggilan
Ketika menyukai pasangan karakter fiksi atau selebriti, penggemar akan menentukan panggilan unik untuk keduanya, dengan mengombinasikan nama figur yang digemari atau name blending. Misalnya Damon dan Elena di Vampire Diaries bernama “Delena”, “Song Song Couple” untuk mantan pasangan selebriti Song Joong Ki dan Song Hye Kyo, serta Ben Affleck dan Jennifer Lopez sebagai “Bennifer.”
Pada 2005, Bonnie Fuller, pemilik dan Editor-In-Chief Hollywood Life mengatakan kepada New York Times, penggunaan nama gabungan terhadap selebriti membuat penggemar merasa seperti bagian dari keluarga besar dan turut membentuk citra diri idolanya. Ship name memudahkan mereka dalam menyebut pasangan, melabelkan fanwork, serta membuat tagar di media sosial dan situs penggemar.
Kemudian, nama-nama ship itu memiliki peran identifikasi diri dalam fandom, seperti di serial Friends, terdapat penggemar yang menyukai “Roschel” (Rachel Green dan Ross Geller) atau “Mondler” (Monica Geller dan Chandler Bing), sehingga saat berinteraksi, para penggemar lebih mudah mengenal satu sama lain.
Namun, identifikasi diri tersebut justru sering menimbulkan perselisihan di dalam fandom.
Peneliti dan akademisi Lydia Kokkola dalam artikel jurnalnya berjudul “Virtuous Vampires and Voluptuous Vamps: Romance Conventions Reconsidered in Stephenie Meyer’s ‘Twilight’ Series” (2011) menjelaskan, konflik persaingan di antara penggemar disebabkan oleh keberpihakan pada cinta segitiga karakter fiksi.
Contohnya adalah “Team Jacob” dan “Team Edward”, yang membagi penggemar berdasarkan preferensinya terhadap dua karakter laki-laki di The Twilight Saga. Mereka menilai Bella Swan (Kristen Stewart) lebih cocok dengan Edward Cullen (Robert Pattinson), atau Jacob Black (Taylor Lautner).
Tapi, mayoritas penggemar mendukung pasangan sesuai cerita asli yang tertulis atau canon couple, sehingga dalam seri film tersebut adalah Bella Swan dan Edward Cullen.
Baca Juga: Fandom adalah Istilah Beken dan Lekat dengan K-Pop
“Dosa” Para Shippers
Tidak semua shipping meninggalkan kesan positif. Terdapat penggemar yang terlalu jauh dalam memaksakan kehendaknya hingga membuat selebriti terganggu, seperti di fandom One Direction yang mendukung “Larry Stylinson”, panggilan untuk Harry Styles dan Louis Tomlinson.
Mereka yang menyebut diri sebagai Larry shippers selalu menganalisis cara Styles dan Tomlinson berinteraksi, hingga membuat teori konspirasi. Setiap Styles dan Tomlinson terlihat bersama pasangannya masing-masing, Larry shippers akan menanggapi dengan komentar “Larry is real” di media sosial, dan tidak memercayai hubungan romantis mereka sebenarnya.
Di sebuah wawancara bersama The Sun, Tomlinson menampik rumor tersebut, dan mengungkapkan hal itu membuat pertemanannya dengan Styles canggung, hingga menjauhi satu sama lain.
Sementara di fandom Grey’s Anatomy terdapat “Dempeo” shippers, dukungan untuk Patrick Dempsey dan Ellen Pompeo, padahal kedua aktor tersebut masing-masing telah berkeluarga.
Seperti Larry shippers, mereka membuat akun khusus untuk mendukung idolanya, baik di Twitter maupun Instagram, dan senang berkomentar di media sosial Dempsey maupun Pompeo, tentang cocoknya mereka jika bersama sebagai pasangan. Perilaku tersebut membuat Dempsey kerap mematikan komentar Instagramnya, ketika ia mengunggah foto bersama istri atau anaknya.
Sebagai penggemar—yang seharusnya mendukung selebriti favoritnya, perlu memiliki batasan dalam “memperjuangkan” ideologinya. Bagaimanapun, shipping karakter fiksi dan selebriti semestinya menjadi hal menyenangkan dan tidak merugikan siapa pun, terlebih jika mengganggu “junjungannya.”
Baca Juga: Tolak Terlibat ‘Fanwar’ dan ‘Call Out’ Idola Tak Membuatmu Jadi ‘Fake Fans’
Keterlibatan Media dalam Fenomena Shipping
Penggunaan ship name dan fenomena shipping memberikan peluang bagi media untuk membicarakannya dalam peliputan mereka, terutama bagi paparazzi dalam menambah pundi-pundi uang.
Kepada The Age, direktur Centre for the Study of Popular Television, Robert Thompson menyebutkan, pasangan selebriti, seperti Brad Pitt dan Angelina Jolie diibaratkan seperti mimpi paparazzi yang menjadi kenyataan. Ia menganggap nama panggilan yang disematkan, yakni “Brangelina”, adalah ide cemerlang karena membuat keduanya semakin terlihat sebagai ikon.
Melansir Forbes, majalah People rela membayar US$4,1 juta, setara dengan Rp59 miliar, untuk foto bayi Shiloh Nouvel Jolie-Pitt, anak dari pasangan Brad Pitt dan Angelina Jolie sebagai cover majalah edisi Juni 2006.
Kepopuleran fenomena ini pun dianggap terjadi secara umum dan semakin meluas, terlebih dengan kehadiran kategori “Ship of the Year” pada MTV’s Fandom Awards, ketika para penggemar dapat memilih hubungan karakter fiksi favoritnya.
Sayangnya, perhatian penggemar terhadap idolanya, membuat media tidak terfokus pada karya yang dihasilkan, tetapi kehidupan pribadinya, terutama paparazzi. Tak heran, foto-foto terkini para selebriti sering dipublikasikan di Instagram media yang berfokus pada berita hiburan, seperti Just Jared, TMZ, dan Hollywood Life, meskipun sarat nilai berita.
Menurut Ken Sunshine, seorang konsultan public relations yang beberapa kliennya adalah selebriti, mereka selalu memiliki daya tarik, tetapi menjamurnya media saat ini menciptakan kompetisi untuk mempublikasikan foto dan cerita yang sama sehingga tak masuk akal.
Santiago Baez, seorang paparazzi yang menekuni pekerjaannya sejak 1990, menuturkan pada BBC foto-foto seperti selebriti berciuman dengan kekasih baru, pernikahan, hingga bayi yang baru lahir membawa keuntungan besar baginya. Foto-foto eksklusif itu bernilai 1 juta dolar AS, atau 14 miliar rupiah.
Dari sini kita bisa melihat dalam peliputan selebriti, media bukan mengutamakan kejujuran, melainkan sensasionalisme untuk menarik perhatian para penggemar, terutama menyangkut hubungan romantis baru.