Culture

4 Alasan Kenapa Kita Perlu Apresiasi ‘Fanfiction’

Kerapkali diremehkan, faktanya ‘fanfiction’ mampu membawa kita dalam dunia tanpa batas.

Avatar
  • January 24, 2022
  • 7 min read
  • 1000 Views
4 Alasan Kenapa Kita Perlu Apresiasi ‘Fanfiction’

Seorang kawan saya “Renata”, 26 mengaku cinta mati terhadap fanfiction. Kecintaannya itu dibuktikan dengan kebiasaan dia membaca fanfiction sampai mempunyai akun Twitter khusus hanya untuk menyimpan kumpulan fanfiction AU (Alternate Universe) agar ia dapat mudah mengorganisasi fanfiction kesukaannya, baik yang sudah tamat atau yang masih on-going.

Gue tiap hari baca fanfic. Kapan pun gue punya waktu luang ya gue pasti baca fanfic. Seru aja gitu baca fanfic, karena there are endless possibilities there yang enggak bakal bisa dieksplor sama penulis profesional. Hiburan banget di kala lagi penat.”

 

 

Hal yang sama juga dirasakan oleh “Marsha”, 23, fangirl yang gemar membaca fanfiction dan mengaku fanfiction adalah self-reward baginya yang telah menjalani hari-hari sulit sebagai orang dewasa muda.

“Aku suka banget baca fanfiction. Tiap hari pasti aku baca dan cari fanfiction. Buatku, fanfic itu bagian dari self-reward-ku yang sederhana kalau sudah menjalani hari yang berat. Bahkan kalau udah ngejalanin minggu yang berat, pas weekend aku bisa seharian baca fanfic dan lepas dari gawai.

Namun sayangnya, walau fanfiction telah menjadi sumber kebahagiaan banyak orang seperti Renata dan Marsha, eksistensinya masih dilekati stigma. Hal ini misalnya diungkapkan oleh Palak Jayswal, editor seni di The Daily Utah Chronicle dalam artikelnya Fanfiction: A Terribly Underappreciated Art. Ia menulis, kendati fanfiction membangun diskursus baru penulisan di era digital, keberadaannya masih kurang dihargai. Bahkan tidak jarang dilihat sebagai sesuai yang memalukan dan membuat “orang-orang mengernyitkan hidung karena jijik.”

Baca Juga:   Fanfiction’ dan Perdebatan Dua Sisi

Hal ini tidak lain karena masih banyak orang yang menganggap fanfiction ditulis orang amatir yang tidak berbobot dan hanya mengandalkan tema-tema seksual. Belum lagi dengan masih adanya anggapan bahwa fanfiction adalah penistaan karya karena ia “menjiplak” karakter dan premis utama seseorang. Padahal pada kenyataannya, fanfiction mampu membawa kita ke dalam dunia tanpa batas yang mampu menawarkan banyak hal yang tidak ditawarkan karya sastra tradisional atau karya yang diterbitkan melalui penerbit pada umumnya.

Berikut inilah empat hal yang ditawarkan oleh fanfiction dan mengapa ia butuh mendapatkan apresiasi lebih:

Pertama

“Hal yang harus kita ketahui adalah tidak seperti para penulis profesional, penulis fanfic lebih memiliki demografi yang beragam. Mereka adalah pelajar, pekerja, orang tua dengan ragam profesi dan latar belakang sosial yang mampu menyeimbangkan kehidupan sehari-hari mereka dan secara sukarela mendedikasikan waktu mereka menulis sesuatu,” tulis username @eekspiders dalam forum reddit pada 12 Januari lalu yang kemudian diunggah di Twitter @taegukblues dan mendapatkan likes lebih dari 69.0000. Apa yang ditulis oleh @eekspiders adalah sebuah afirmasi tentang keberagaman.

Fanfiction yang tumbuh berdasarkan minat, menawarkan ruang yang fleksibel dengan penulis serta pembacanya untuk dapat bertindak sebagai mentor dan di saat bersamaan juga sebagai pembelajar. Fanfiction menawarkan penulis dan pembaca ruang pembelajaran di mana keduanya bisa bersama-sama belajar berbagai macam hal dari orang-orang dari seluruh penjuru dunia.

 Dari penulis kita bisa mengenal sejarah dan budaya negara lain melalui fanfiction yang dikemas dalam format local Alternate Universe. Pun, kita bisa lebih mudah memahami istilah-istilah rumit seperti istilah medis, psikologi, hingga hukum dengan cara yang menyenangkan.

Dari pembaca penulis pun bisa mendapatkan masukan dari karyanya. Hal inilah yang memungkinkan fanfiction menjadi ruang untuk para penulis tumbuh dan belajar lebih dalam.  Jika sekiranya ada hal-hal yang dikoreksi oleh pembacanya yang memiliki kapasitas ilmu yang lebih mumpuni, penulis bisa langsung berdiskusi dengan pembacanya dan merevisi karyanya sesuai dengan masukan dari pembacanya.

Baca Juga: 5 Alasan ‘Fanfiction’ adalah Hiburan Terbaik

Kedua

Harga buku semakin tahun semakin naik. Dahulu semasa saya masih duduk di bangku SMP novel terjemahan dengan tebal lebih dari 500 halaman masih bisa dibanderol dengan harga R885.000 sekarang novel terjemahan setebal 300 halaman bisa dibanderol dengan harga lebih dari Rp100.000. Perbedaan harga ini tidak jarang membuat pencinta novel dengan uang jajan atau gaji pas-pasan kesulitan untuk memenuhi wishlist mereka. Hal inilah mengapa kehadiran fanfiction menjadi istimewa.

Dengan beragam genre cerita dan penulis yang tidak kalah dengan penulis professional, kita bisa menikmati fanfiction dengan gratis. Dengan hanya bermodalkan paket internet (atau bahkan tidak sama sekali kalau kamu menumpang wifi seseorang) kita bisa mengakses jutaan fanfiction dari berbagai website tanpa dibebankan biaya apapun. Bahkan kita bisa menikmati karya yang jika dibukukan bisa berjilid-jilid banyaknya tanpa perlu repot memikirkan bujet.

Kemudahan ini kemudian juga ditambah dengan privilese khusus para pembaca fanfiction yang bisa merequest langsung cerita atau alur plot dari fanfiction penulis favoritnya. Di dalam fanfiction yang diunggah di Twitter misalnya, penulis fanfiction tidak jarang memberikan opsi pada pembacanya. Apakah pembaca lebih menginginkan fanfiction berakhir bahagia atau tidak, atau apakah pembaca lebih menginginkan fanfiction memiliki konflik tertentu atau tidak.

Tidak sampai situ saja, fanfiction secara harfiah ada untuk semua orang. Hal ini karena tag dalam website seperti fanfiction.net atau Archive of Our Own mampu membantu kita untuk mencari fanfiction yang benar-benar ingin kita cari. Mulai dari rating, genre, warnings, categories, hingga completion status bisa kita sesuaikan sendiri. Hasilnya? Kamu bisa menikmati fanfiction sepuasmu dengan selera yang kamu punya.

Baca Juga:    5 Alasan Mengapa Kamu Perlu Baca Fanfiction Genre Angst

Ketiga

Pernah tidak terlintas dalam pikiran kalian sebuah karya baru tentang karakter Hermione dari Harry Potter yang justru menjadi main villain dengan Bellatrix Lestrange sebagai part in crimenya? Atau pernah terlintas cerita tentang kisah cinta antara dua laki-laki, Rangga dari Ada Apa Dengan Cinta dengan Dilan dari Dilan 1990? Jika cerita-cerita ini tidak pernah terlintas dalam pikiran kalian, fanfiction menawarkan segala kemungkinan ini.

Kemungkinan tidak terbatas yang ditawarkan oleh fanfiction ini adalah apa yang disebut oleh Francesca Copp peneliti studi penggemar Amerika Serikat sebagai transformative work. Fanfiction sebagai transformative work menawarkan alam semesta alternatif dengan imajinasi dan kreativitas tanpa batas. Penulis fanfiction melakukan intervensi pada teks yang mereka dapatkan dari media arus utama dengan memperbaiki, mengubah, dan menyesuaikan bahkan memperluas cerita untuk kebutuhan tulisannya juga pembacanya.

Fanfiction pun dalam arti sederhana tidak hanya mengacu pada “teks lanjutan” atau “episode tambahan” dari teks aslinya. Sama seperti esai sastra yang menggunakan teks untuk menanggapi teks, fanfiction menggunakan fiksi untuk menanggapi fiksi dengan interpretasi penulis tentang motif dan tindakan karakter yang dibuat benar-benar baru.

Henry Jenkins, akademisi dan peneliti media Amerika Serikat menuliskan dalam websitenya bahwa kemungkinan tidak terbatas ini lahir dari keseimbangan antara daya tarik dan frustasi para penggemar.

Kurangnya eksplorasi cerita, kontradiksi ideologis yang perlu diperdebatkan, hingga kurangnya character development karakter favoritnya menjadi beberapa alasan kenapa banyak penggemar terpacu untuk “mengambil” teks yang mereka anggap tidak lengkap atau kurang memuaskan untuk kemudian dilakukan. Dalam pengertian ini, fanfiction sering kali juga menjadi medium untuk mengkritik teks asli yang dianggap kurang.

Keempat

Pada 2013 pengguna Tumblr @centrumlumina melakukan sensus pada pengguna website fanfiction Archive of Our Own. Dalam sensusnya tersebut ditemukan 80 persen dari responden mengidentifikasi diri sebagai perempuan, 6 persen diidentifikasi sebagai genderqueer, 2 persen diidentifikasi sebagai transgender dan persentase yang sama dari responden diidentifikasi sebagai agender atau non-biner.

Hal yang kemudian menarik dari angka ini adalah hanya sebanyak 29 persen responden yang mengidentifikasi diri sebagai heteroseksual, sedangkan sisanya mengidentifikasi diri dengan identitas LGBTQ yang berbeda, dengan 23 persen responden mengidentifikasi sebagai biseksual, 9 persen sebagai aseksual dan 5 persen sebagai homoseksual.

Angka ini membuktikan fanfiction menjadi ruang aman baik bagi perempuan dan komunitas LGBTQIA. Dalam penelitian “Revision as Resistance: Fanfiction as an Empowering Community for Female and Queer Fans” (2018), akademisi Diana Koehm menuliskan bagaimana budaya pop dan media sangat dipengaruhi oleh masyarakat tempat kita tinggal dengan budaya patriarki yang menekankan pada heteroseksualitas.

Hal ini berarti banyak suara dan pengalaman yang diabaikan dan dihilangkan dari media yang kita konsumsi dengan lebih banyak pengalaman heteroseksual kulit putih dan kebanyakan laki-laki yang tergambarkan di dalamnya. Belum lagi dengan adanya marginalisasi perempuan, penulis queer dan POC (People of Color) di dunia penerbitan.

Oleh karena itu, fanfiction menyediakan wadah bagi penulis untuk mengeksplorasi topik yang dianggap tabu atau  tidak pantas bagi sebagian besar penerbit tradisional atau media arus utama, seperti gender, seksualitas, diskriminasi ras, hingga ketidakadilan serta kekerasan berbasis gender.

Dengan memperkenalkan hal-hal yang dianggap tabu, fanfiction memvalidasi perjuangan penulis dan pembacanya sendiri di tengah masyarakat yang telah lama membungkam dan mengabaikan pengalaman bahkan eksistensi mereka. Karenanya, sebagian besar fanfiction adalah tentang menemukan ekspresi dan verifikasi identitas dan pengalaman kita sendiri.

 



#waveforequality


Avatar
About Author

Jasmine Floretta V.D

Jasmine Floretta V.D. adalah pencinta kucing garis keras yang gemar membaca atau binge-watching Netflix di waktu senggangnya. Ia adalah lulusan Sastra Jepang dan Kajian Gender UI yang memiliki ketertarikan mendalam pada kajian budaya dan peran ibu atau motherhood.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *