December 5, 2025
Gender & Sexuality Issues

Di Sini Incel, di Sana Incel: Pengalamanku Seminggu Selami Komunitas Pembenci Perempuan

Narasi misoginis yang disebarkan oleh komunitas incel di X dan Instagram bisa sangat subtil. Sepintas mendukung perempuan, tapi sebenarnya justru anti feminis.

  • April 29, 2025
  • 12 min read
  • 5072 Views
Di Sini Incel, di Sana Incel: Pengalamanku Seminggu Selami Komunitas Pembenci Perempuan

Kamu laki-laki dan selalu merasa panas setiap kali melihat perempuan maju dan berdaya? Atau auto-stres saat ditolak perempuan lalu berubah membenci mereka? Hati-hati kamu rentan jatuh ke dalam dunia incel. 

Incel atau IInvoluntary Celibacy belakangan jadi topik hangat di media sosial. Pegiat media sosial sekaligus aktivis feminis Kalis Mardiasih menggambarkan betapa berbahayanya komunitas incel yang menyusup di linimassa. Mereka yang tergabung dalam komunitas ini biasanya dipenuhi amarah karena merasa tertolak atau terpinggirkan. 

Komunitas ini juga percaya, perempuan cuma memilih laki-laki yang sempurna secara fisik dan sosial. Mereka meyakini diri sendiri tidak cukup menarik atau “sempurna” untuk mendapatkan perhatian perempuan. Buntutnya, banyak yang merasa depresi, frustrasi, dan cemas dalam berinteraksi. Namun, alih-alih mencari bantuan profesional seperti terapi psikologi, mereka justru menjadikan perasaan itu sebagai gaya hidup. Bahkan ramai-ramai menyalahkan perempuan sebagai penyebab utama dari segala masalah yang mereka hadapi. 

Komunitas incel mulanya dibentuk oleh perempuan bernama Alana pada 1997. Tujuannya untuk menjadi tempat saling mendukung bagi mereka yang merasa kesepian, baik lelaki maupun perempuan. Namun, seiring berjalannya waktu, komunitas ini berkembang menjadi tempat yang justru dipenuhi oleh kebencian terhadap perempuan. Forum incel di Reddit, yang sempat memiliki lebih dari 40.000 anggota pun berakhir ditutup pada 2017. 

BBC menulis, peningkatan jumlah pengikut komunitas incel semakin terasa setelah peristiwa pembunuhan yang dilakukan oleh Elliot Rodger pada 2014. Elliot membunuh enam orang sebelum akhirnya bunuh diri. Dalam video terakhirnya, Elliot mengungkapkan pembunuhan tersebut adalah “pembalasan” terhadap perempuan yang menolaknya. Dia mengatakan, perempuan yang dibunuhnya adalah “tipe gadis yang selalu kuinginkan, tetapi tidak pernah bisa kumiliki.” 

Alana sendiri merasa terpukul setelah tragedi tersebut. Dia tak menyangka pengikut incel bisa melakukan aksi ekstrem macam itu. Yang lebih mengejutkan lagi, aksi Elliot Rodger dianggap sebagai “pahlawan” oleh banyak anggota komunitas incel. Beberapa tahun kemudian, Alek Minassian, lelaki yang juga terpengaruh paham incel, melakukan pembunuhan massal di Toronto, Kanada, menewaskan sepuluh orang. 

Pikiran-pikiran dalam komunitas incel sering kali berfokus pada kebencian terhadap perempuan yang berdaya. Mereka merasa perempuan yang mandiri dan berdaya hanya akan semakin membuat mereka terpinggirkan. Perempuan yang tidak sesuai dengan pandangan mereka adalah musuh. Bahkan, mereka menganggap feminisme sebagai ancaman besar, sebagaimana yang dijelaskan oleh Kalis Mardiasih. 

Fenomena ini dijelaskan dalam penelitian Ryan Muhammad Fahd dari Universitas Indonesia dan Akbar Muhammad Arief dari Kementerian Dalam Negeri, berjudul Involuntary Celibacy (Incel) Phenomenon, the Latest Generation of Terrorism? Di sana ditemukan, ada kesamaan antara komunitas incel dan kelompok teroris: Punya strategi utama yang jelas, dan karakteristik tertentu yang khas. 

Komunitas incel semakin berkembang, salah satunya dipopulerkan oleh sosok seperti Andrew Tate, mantan kickboxer profesional yang kini mengklaim diri sebagai pemimpin incel. Dia juga mengorganisasi komunitas ini dalam kelompok yang disebut Men’s Rights Activists (MRA). 

Menurut Southern Poverty Law Center (SPLC), MRA adalah kelompok lelaki yang percaya tengah berjuang melawan konspirasi feminis yang menindasnya. Namun, meski mereka mengaku membela hak-hak lelaki, fokus utama mereka justru menyerang perempuan dan feminisme, serta memandang perempuan sebagai makhluk yang bodoh, narsis, dan manipulatif. 

Tate, dengan pandangannya yang kontroversial, akhirnya di-banned dari berbagai platform media sosial seperti TikTok, Facebook, YouTube, dan Instagram karena melanggar kebijakan komunitas. Selain itu, dia kini tengah tersandung kasus perdagangan orang dan kekerasan seksual terhadap perempuan. 

Lalu, bagaimana dengan perkembangan komunitas incel di Indonesia? Saya mencoba bereksperimen selama seminggu terakhir untuk menemukan orang-orang yang mungkin mendukung pandangan serupa, tidak sepakat dengan feminisme, atau menunjukkan perilaku seperti komunitas incel. Hasilnya mengejutkan: 

Baca Juga : Bahaya Incel dan Femisida: Percakapan Penting Setelah Nonton ‘Adolescence’ 

Akun Incel Paling Banyak Ditemukan di X 

Jika sering berselancar di media sosial seperti X dan Instagram, kamu mungkin akan menemukan banyak narasi kebencian terhadap perempuan. Kedua platform ini menjadi pilihan utama saya untuk melakukan eksperimen. Salah satu alasan, keduanya adalah media sosial yang paling banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia. Berdasarkan laporan We Are Social dan Meltwater 2024, Indonesia menempati posisi keempat dengan 99,4 juta pengguna Instagram, sementara X memiliki 25,2 juta pengguna di tanah air. 

Saya lantas memutuskan untuk melakukan eksperimen di X, platform yang terbuka dan ramai. Sebagai seseorang yang tidak asing dengan dunia feminisme, saya mulai menjelajahi platform ini. Namun, belum lama saya memulai eksperimen, akun-akun yang penuh kebencian terhadap feminisme sudah langsung muncul di linimassa saya. 

Tangkapan layar di X salah satu akun merespon netizen x yang ingin anaknya jadi feminis. (Sumber: X)

Salah satu akun di X bahkan menyebut feminisme sebagai pemahaman sesat. Opini seperti ini langsung membuat saya heran dan bertanya-tanya, apa sebenarnya yang dianggap “sesat” dari feminisme? 

Akun-akun yang menyebarkan kebencian terhadap feminisme dan perempuan ini bisa sangat berbahaya. Salah satunya adalah akun X @Harry Cahyadi, yang memiliki sekitar dua puluh ribu pengikut. Lebih mengkhawatirkan lagi, jangkauan postingan mereka bisa mencapai jutaan tayangan, yang artinya pesan kebencian ini dapat menyebar dengan sangat cepat.

Enggak berhenti di situ saja. Di X, saya mulai melakukan pencarian dengan kata kunci seperti “Benci Perempuan” dan “Tolak Feminis”. Hasilnya cukup bikin saya geleng-geleng kepala. Banyak akun dengan narasi yang seragam—semuanya menyerang perempuan. Tak hanya itu, sebagian dari mereka juga membawa-bawa agama untuk mendiskreditkan gerakan feminisme. 

Keterangan gambar: Tangkapan layar di X dengan menggunakan kata kunci “Tolak Feminis” “Benci Feminis” dan “Feminis” Dari akun-akun yang terindikasi misoginis. (Sumber: X)

Temuan saya di X sejalan dengan apa yang dikatakan Ryan, akademisi dari UI. Ia menyebutkan incel melawan struktur sosial yang dianggap mengistimewakan perempuan dan laki-laki atraktif. Jika dilihat lebih dalam, ideologi incel berakar dari reaksi negatif terhadap gerakan feminisme yang berkembang pada era 1970-an. 

Namun, berbeda dengan upaya feminisme yang mencoba mengubah struktur sosial, incel justru melihat struktur sosial ini sebagai hukum alam yang tak bisa diubah. Oleh karena itu, serangan-serangan yang mereka lakukan lebih terasa seperti ungkapan kekesalan yang nihilistik. 

Akun-akun yang menyebarkan kebencian terhadap feminisme dan perempuan ini bisa sangat berbahaya. Salah satunya adalah akun X @Harry Cahyadi, yang memiliki sekitar dua puluh ribu pengikut. Lebih mengkhawatirkan lagi, jangkauan postingan mereka bisa mencapai jutaan tayangan, yang artinya pesan kebencian ini dapat menyebar dengan sangat cepat. 

Tangkapan layar netizen X dan booming ditanggapi oleh berbagai banyak orang. 

Selain akun tersebut, ada juga Gilbert yang cukup ajeg mengamplifikasi pesan-pesan kebencian. Tangkapan layar dari akun X milik Gilbert di atas misalnya, menunjukkan betapa rendahnya penghormatan terhadap perempuan. Di profilnya, cuitan-cuitan bernuansa misoginis pun bertebaran tanpa henti. 

Pada (23/4), saya menemukan akun-akun yang menyerang perempuan dan feminisme telah mencatatkan puluhan ribu cuitan. Dari jumlah tersebut, ada belasan akun yang sangat aktif setiap hari, terus menyebarkan narasi kebencian terhadap feminisme. 

Berbagai narasi tersebut memicu kekhawatiran akan potensi lahirnya kekerasan di ruang daring dan luring. Ini mengingat kejadian-kejadian tragis seperti pembunuhan yang dilakukan oleh Elliot Rodger dan Alek Minassian, berangkat dari narasi incel di media sosial. 

Kekhawatiran itu kini terasa lebih dekat, mengancam perempuan di Indonesia. Terlebih setelah saya cek, X cenderung membiarkan narasi-narasi berbahaya dan sensitif dikelola oleh penggunanya sendiri. Pengguna lain hanya bisa memberi catatan pada postingan yang dianggap sensitif, berbahaya, atau misleading. Sayangnya, akun-akun problematik ini terus berkembang dan semakin menjangkau audiens yang lebih luas, tanpa ada upaya signifikan dari platform untuk menanggulanginya. 

Setelah cukup tenggelam dalam narasi yang merendahkan perempuan dan feminis di X, saya beralih ke Instagram untuk melihat apakah fenomena serupa juga terjadi di platform ini. 

Baca Juga : 10 Pemahaman Keliru tentang Feminisme

@GerakanPria dan Akun Pemengaruh di Instagram 

Di Instagram, saya menemukan sebuah akun yang cukup mencolok, yaitu @gerakanpria, yang diikuti oleh 168 ribu pengikut. Di bio Instagram-nya, @gerakanpria mencantumkan kalimat provokatif: ‘Bantu Lo ngelawan standar medsos yg gk ng0tak! Xstandar tiktok Xstandar sosmed’ – saya copy-paste persis seperti yang tertera di bio akun tersebut. 

Dari 46 video postingan yang ada, rata-rata caption yang digunakan – yang tampaknya dibuat oleh AI – mengeklaim dirinya sebagai bentuk perlawanan terhadap standar perempuan di TikTok.  

Dalam rata-rata video yang diunggah, perempuan sering kali dianggap musuh, terutama perempuan yang dianggap memiliki bentuk tubuh ideal menurut standar laki-laki. Pun, perempuan diposisikan sebagai pihak yang perlu diberi “pelajaran.” Sepintas, akun ini tampak sebagai wadah orang-orang yang merasa pernah disakiti oleh perempuan, baik secara materi maupun emosional. 

Celakanya, semua video tersebut berhasil masuk ke halaman For You Page (FYP) di Instagram. Dari berbagai video yang ada, rata-rata satu video bisa mencapai ratusan ribu tayangan, dengan komentar-komentar yang melegitimasi kondisi dan situasi laki-laki yang merasa dirugikan oleh perempuan. 

Tangkapan layar akun gerakanpria yang membawa narasi perlawanan standar perempuan TikTok. 

Yang jadi masalah dari akun tersebut adalah, meski ingin membawa narasi perubahan, mereka malah terjebak dalam tujuan kontraproduktif. Sebagai contoh, mereka menulis: 

“Cinta Sejati Tidak Mengeksploitasi, Tapi Saling Menghormati. Daripada melabeli, lebih baik suami mengucapkan terima kasih saat istri menyiapkan makanan. Istri menghargai jerih payah suami mencari nafkah. Lalu lanjut bersama-sama diskusikan pembagian peran yang adil tanpa stigma.” 

Jika dilihat lebih dalam, tidak ada yang adil jika segala sesuatu sudah ditentukan dari awal tanpa kesepakatan bersama antara kedua belah pihak. Kerja domestik bukan hanya tugas perempuan, laki-laki juga harus ikut terlibat. Misalnya, memasak bukanlah kewajiban istri semata, suami juga perlu tahu cara memasak. Untuk meng-counter pandangan ini, mereka kemudian menulis narasi panjang: 

“Memasak bukan tugas hina, tapi bentuk kasih sayang. Istri menyajikan makanan untuk suami adalah wujud perhatian, bukan bukti status ‘bawahannya’. Jika suami dihargai karena memberi nafkah, istri juga berhak dihargai atas usahanya mengelola rumah tangga. 

 #PeranIstriBukanPembantu Jangan Samakan cinta dengan relasi majikan-karyawan! Rumah tangga sehat dibangun dari kemitraan setara, bukan hierarki. Suami wajib menafkahi, istri pun berhak mendapat apresiasi. Jika aktivitas domestik dianggap ‘tugas rendahan’, saatnya kita ubah pola pikir kuno ini.” 

Pada awalnya, akun tersebut memang tampak menarik. Namun, seiring berjalannya waktu, akun ini menunjukkan mereka lebih banyak mengusung narasi reaktif tentang posisi laki-laki di mata perempuan. Akhirnya, akun ini malah menjadi tempat berkembangnya paham-paham incel sambil mempertahankan pandangan patriarki. 

Akun @gerakanpria sendiri pertama kali muncul pada September 2022, dengan dua kali berganti nama. Rata-rata caption video mereka sering menggunakan tagar seperti #StopStigmaDomestik, #KewajibanSuamiBukanKekuasaan, #RumahTanggaSetara, dan #HargaiPeranIstri. Namun, setelah saya melihat seluruh video yang diposting, saya jadi semakin heran dengan narasi-narasi yang mereka sebarkan. 

Baca Juga : Bella Agustina: Bahkan Bicara Tubuh Sendiri pun Perempuan Tak Bisa

Perlawanan Feminis terhadap Akun-akun Incel 

Tangkapan layar akun netizen x menanggapi misoginis pengguna akun X lain. 

Selain akun @gerakanpria, saya juga menemukan beberapa akun yang sengaja dibuat dengan dua kata yang cukup signifikan. Misalnya, akun @Jakartatanpafeminis, yang diikuti oleh sejumlah akun lain yang menggunakan nama kota dengan kata “tanpa feminis”. Total ada sekitar 17 akun yang menggunakan nama kota disertai kata-kata tersebut. Akun-akun ini, yang sebagian besar dibuat pada tahun 2020, cenderung sudah tidak aktif atau tidak lagi diperbarui. Namun, isi dari akun-akun tersebut masih memuat kampanye berbahaya terhadap feminisme dan sering kali melakukan trolling terhadap gerakan feminis. 

Selama menjelajahi platform ini, saya juga menemukan tagar seperti #lawanfeminisme yang menampilkan puluhan postingan, sebagian besar berasal dari akun dakwah. Kesalahpahaman terhadap pengertian feminisme juga mudah ditemukan di Instagram. 

Salah satu konten kreator dakwah, @UlumASaif, menyebut maskulinitas sebagai lawan feminisme. Ia mengartikan feminisme sebagai gerakan yang muncul karena perempuan di masyarakat Barat dianggap kurang beriman. Menurutnya, kata feminism berasal dari bahasa Latin yang terbagi menjadi “Fei” (iman) dan “Minus” (kurang), yang jika diterjemahkan secara harfiah menjadi “kurang iman”. Dalam pandangannya, feminisme juga berkaitan dengan perjuangan perempuan di Barat yang merasa menjadi korban dari maskulinitas. 

Lebih jauh, ia berargumen gerakan feminis muncul sebagai bentuk kemarahan terhadap dua hal: agama di Barat dan laki-laki di sana. Ia bahkan mengeklaim, marah terhadap laki-laki dalam gerakan feminis bisa diselesaikan dengan cara yang lebih tenang menurut ajaran Islam. Narasi-narasi semacam ini jelas berisi kesalahpahaman yang berpotensi menambah keresahan terhadap gerakan feminis. 

Kekeliruan mengenai feminisme ini menjadi masalah utama yang terus berkembang di banyak platform. Konten-konten kontra terhadap feminisme sering kali didasarkan pada rasa ketidaknyamanan terhadap perubahan posisi gender. Dalam konteks ini, Rocky Gerung, akademisi UI menjelaskan, ada dua aktivitas penting dalam mengubah masyarakat patriarki: Kekuatan teoritis dan advokasi. 

Menurutnya, feminisme memiliki keunggulan dalam bidang teori sosial karena feminisme adalah kumpulan seluruh teori keadilan yang memiliki kemampuan untuk menghasilkan bahasa baru yang dapat meredefinisi relasi sosial. 

Gerung juga menekankan feminisme tidak menginginkan dominasi perempuan, seperti yang sering digambarkan dalam narasi yang menyebut feminis sebagai queen bee yang akan memangsa laki-laki atau menjadikan mereka sebagai pekerja. Padahal, apa yang hendak dilakukan feminisme adalah mengatur ulang relasi antara perempuan dan laki-laki, bukan mengubah posisi laki-laki dalam hierarki sosial. 

Kekeliruan dan keresahan terhadap feminisme juga terlihat dalam konten-konten dari influencer seperti @Kevinkauts_, yang mengunggah video reaksi terhadap seorang mahasiswa Universitas Hasanuddin yang menyatakan dirinya sebagai non-binary. Dalam video tersebut, @Kevinkauts_ menyebut feminisme hanya memperumit hal-hal sederhana, seperti penentuan gender. Ia berpendapat gender adalah fakta, dan jika seseorang memiliki penis, ia adalah laki-laki, sementara jika memiliki vagina, ia adalah perempuan. Menurutnya, pandangan feminis mengenai gender adalah hal yang membuat segalanya menjadi rumit. 

Namun, sebagaimana yang dijelaskan oleh akademisi Rinni Winarti dalam tulisannya “Tantangan Peran Wanita dalam Demokrasi di Masa Sekarang dan yang akan Datang”, gerakan anti-feminisme dan komunitas incel memang sering muncul di berbagai platform media sosial. Winarti mengemukakan ada beberapa alasan mengapa seseorang bisa menjadi anti-feminisme: Mereka tidak merasa menjadi korban dalam sistem patriarki, mereka ingin tetap mengikuti peran gender yang sudah ada, atau mereka merasa bahwa feminisme tidak relevan dengan kehidupan perempuan modern. 

Gerakan anti-feminisme ini sering kali juga dilandasi oleh ketidaknyamanan dengan perkembangan zaman dan perubahan sosial yang dibawa oleh feminisme. Penolakan terhadap feminisme sering kali didorong oleh narasi negatif yang bersifat tidak objektif dan lebih mengarah pada stereotip, seperti anggapan bahwa feminis membenci laki-laki dan bersifat misandris. Hal ini akhirnya membuat sebagian orang enggan untuk terlibat dalam feminisme, karena mereka tidak sepenuhnya memahami perjuangan yang sebenarnya dilakukan oleh gerakan tersebut. 

Feminisme, pada dasarnya, adalah gerakan untuk memperjuangkan hak-hak perempuan dan kesetaraan gender, yang bertujuan memberikan kekuatan, kemandirian, dan hak yang setara antara perempuan dan laki-laki. Sebaliknya, gerakan anti-feminisme dan komunitas incel berusaha menentang perubahan sosial yang ditawarkan oleh feminisme. 

About Author

Ahmad Khudori

Ahmad Khudori adalah seorang anak muda penyuka kelucuan orang lain, biar terpapar lucu.

Leave a Reply