Issues

Anak-anak, Rekonsiliasi dengan Orang Tua Lewat Cara Ini

Seiring tumbuh dewasa, biasanya anak menganut nilai-nilai yang berbeda dari orang tua. Hal ini sering kali menciptakan jarak dalam hubungan tersebut.

Avatar
  • January 28, 2022
  • 5 min read
  • 1259 Views
Anak-anak, Rekonsiliasi dengan Orang Tua Lewat Cara Ini

Membaca pengalaman warganet Twitter tentang dampak positif pandemi bagi kehidupan mereka, meninggalkan tanda tanya besar bagi saya. Pasalnya, kebanyakan dari mereka bersyukur karena bisa menghabiskan banyak waktu bersama keluarga, sedangkan saya justru merasa terpenjara tinggal di bawah atap yang sama dengan kedua orang tua.

Ratusan film dan serial televisi di layanan streaming jauh lebih menarik, tak ada makan siang maupun malam bersama di meja makan—begitu pula dengan ibadah online setiap Minggu, dan interaksi sering kali tak lebih dari mengucapkan salam, atau pernyataan minta tolong.

 

 

Perbedaan sudut pandang, merasa tidak ada cerita menarik untuk dibagikan, hingga meletakkan ekspektasi lebih untuk ditanggapi, adalah penghalang yang ukurannya sebesar Tembok Cina.

Jika merujuk pada Healthline, ini merupakan ciri-ciri emotional detachment, yakni tidak mampu atau tidak ingin terhubung dengan orang lain pada tingkat emosional. Seperti saya, sebagian orang mencapai titik ini setelah melalui peristiwa yang membuat mereka tidak bisa menuangkan emosinya secara terbuka. Namun, ada juga yang sengaja melakukannya, untuk melindungi diri dari stres, kecemasan, dan drama kehidupan yang tidak diinginkan.

Baca Juga: Andai Jadi Ibu, Ini yang Takkan Saya Lakukan pada Anak

Berkaca pada permasalahan saya, emotional detachment dengan kedua orang tua dipengaruhi oleh perbedaan nilai dalam diri yang berbeda dengan keluarga. Akibatnya obrolan seperti dipaksakan, merasa canggung dan tidak nyaman berada dalam ruangan yang sama, serta tidak excited untuk menceritakan pencapaian. Pun saya memilih untuk tidak menghabiskan waktu bersama.

Ternyata beberapa hal tersebut merupakan tanda-tanda apabila kepribadian seseorang berubah, sehingga merasa tidak cocok dengan orang-orang di dalam hidupnya, seperti dijelaskan oleh Psychology Today. Seiring bertambahnya usia, sebenarnya ini wajar dialami. Artinya, cara berinteraksi pun akan berubah dan harus menyesuaikan. 

Namun, relasi orang tua dan anak hanya akan jalan di tempat, jika salah satu pihak tidak berinisiatif memperbaikinya. Berikut beberapa langkah yang dapat dilakukan, untuk kembali menghidupkan ikatan dengan orang tua.

Jujur dengan Perasaan Sendiri

Bukan perkara mudah untuk membicarakan perasaan kepada orang lain, terlebih jika yang disampaikan berpotensi menyakiti perasaan. Karena itu, sebagai anak kita perlu jujur dan mengenali perasaan sendiri, supaya memahami permasalahan yang memicu perubahan tensi di dalam hubungan bersama orang tua.

Kemudian, dengarkan diri sendiri untuk memastikan bahwa hal-hal yang disampaikan sesuai dengan keinginan, serta kesanggupan menangani hasil pembicaraan. Dengan demikian, kita dapat menentukan perihal apa saja yang ingin disampaikan secara terbuka.

Selain itu, menurut psikolog Nicole Martinez, cara menyampaikan kepada orang tua pun tak kalah penting.

Baca Juga: Hormati Orang Tuamu Tapi Bela Dirimu Sendiri 

“Sampaikan pada intinya, saling mendengarkan, dan tetap tegas pada kebutuhan juga sudut pandang Anda,” jelasnya dalam wawancara bersama Bustle. Kemudian, ia juga menyarankan untuk menyatakan dengan “saya”, dan tidak menyerang secara pribadi sekalipun diperlakukan demikian.

Bersikap Realistis

Media sosial sering kali menampilkan ekspektasi tidak realistis jika direfleksikan pada kehidupan pribadi. Bahkan jika dibayangkan justru membuat kita harus menelan kenyataan pahit. Misalnya memberikan surprise ulang tahun untuk orang tua, main games dan menonton bersama. Atau mampu berdiskusi dan mengobrol santai di ruang keluarga.

Di mata orang lain, beberapa kegiatan itu menunjukkan keharmonisan dan menghangatkan perasaan, membuat siapa pun ingin memilikinya. Namun, sebaiknya perbaiki hubungan secara perlahan, tanpa paksaan, dan dimulai dari hal-hal kecil. Pun ekspektasi perlu disesuaikan dengan realitas, dan hal-hal yang tampaknya sederhana itu terlalu jauh untuk dicapai dalam waktu dekat. 

Sebagai anak, kita perlu memahami orang tua juga belajar seumur hidupnya, setiap melalui tumbuh kembang sang anak. Maka itu, mereka juga membutuhkan ruang dan waktu untuk menyesuaikan kebutuhan dan keinginan anak, dengan dirinya sendiri.

Fokus pada Masalah

Satu kesalahan yang pernah saya lakukan ketika melakukan deep talk bersama orang tua, yakni membawa masa lalu yang dianggap penyebab dari kerenggangan hubungan. Tak dimungkiri, keinginan untuk meluapkan emosi dan perasaan itu sering kali tidak dapat dihindari, baik dalam diri anak maupun orang tua. Ini berujung pada menyalahkan satu sama lain.

Menurut Verywell Family, sebaiknya ini dihindari karena perbincangan itu memerlukan suasana yang positif, untuk membantu ikatan kembali terkoneksi dengan langkah yang tepat. Apabila saling menyerang, fokus pembicaraan akan terletak pada kesalahan, bukan mencari solusi.

Baca Juga: Dilema Merawat Orang Tua Lansia

Persiapkan Diri untuk Meminta Maaf

Umumnya obrolan “dari hati ke hati” bersama orang tua membutuhkan kebesaran hati, meskipun sepertinya tindakan atau perkataan mereka yang menyebabkan hubungan renggang, atau rekonsiliasi berjalan baik.

Alasannya, apabila kita menawarkan pengampunan, penyebab permasalahan akan lebih mudah diterima, begitu juga dengan perasaan akan terasa lebih tenang. Selain itu, permintaan maaf berarti siap menerima tanggung jawab atas perilaku yang kurang berkenan.

Perkara memaafkan juga bukan hanya ditujukan pada orang tua, melainkan diri sendiri, karena sebuah perkara terjadi secara dua arah. Maka itu, Robert Reiner selaku Executive Director of Behavioral Associates, sebuah lembaga perawatan kesehatan jiwa di AS mengatakan kepada Bustle, “Anda harus mau melihat ke dalam diri, daripada fokus terhadap yang dilakukan orang tua.”

Karena untuk membangun relasi yang stabil, kita juga perlu memperbaiki dari dalam diri.

Terbuka untuk Hubungan Baru

Ketika tumbuh dewasa dan memegang nilai-nilai berbeda dari orang tua, sering kali anak mempertanyakan apakah relasi di antara mereka dapat kembali seperti sediakala. Kenyataannya, perubahan itu membuat rekonsiliasi hubungan perlu dibangun dari titik berbeda, yaitu saat ini, bukan kembali ke masa lalu.

Alasannya, baik orang tua dan anak telah berkembang menjadi individu yang berbeda, sehingga apa yang pernah dimiliki tidak dapat diterapkan lagi. Pun dalam rekonsiliasi itu baik orang tua ataupun anak memiliki pilihan, sejauh mana relasi tersebut akan berjalan dan kedua pihak perlu menghargai keputusan satu sama lain.



#waveforequality


Avatar
About Author

Dian Herfina

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *