Boleh Saja Flexing di Medsos, Asalkan…
Sebagian orang tidak ragu memamerkan capaiannya kepada publik di internet. Ini sah-sah saja, tapi ada kalanya jadi hal berbahaya.
Sebagai pengguna aktif media sosial, setiap hari ada saja kata-kata baru yang muncul dalam sebuah diskusi daring. Salah satu istilah yang baru-baru ini saya pelajari adalah flexing.
Awalnya, saya bingung apa itu flexing, karena yang saya tahu flexing atau flex berhubungan dengan otot manusia. Dikutip dari kamus Merriam Webster, flexing merupakan sebuah aktivitas di mana seseorang menggerakkan ototnya sehingga menyebabkan kontraksi.
Namun, ternyata kata tersebut juga memiliki makna lain sebagai slang atau kata populer, yaitu terkait dengan tindakan seseorang untuk pamer atau membanggakan sesuatu. Ketika saya memantau di media sosial, kata flexing memang lebih banyak digunakan untuk merujuk pada sikap pamer.
Wah, memang bagaimana asal-mula kata flex diartikan sebagai sikap pamer? Dikutip dari laman Insider, istilah flexing yang merujuk pada aksi membanggakan atau memamerkan sesuatu itu diawali oleh tindakan rapper Amerika, Ice cube, yang menggunakan kata tersebut. Ia menggunakannya dalam lagu berjudul, It was a Good Day pada 1992. Namun, pemakaian istilah ini mulai meningkat dalam pembicaraan netizen sekitar tahun 2013.
Baca juga: Stop Bilang Saya Boros: Ketika Saya Bosan Jadi Miskin
Walaupun pengertiannya terkait dengan aksi memamerkan sesuatu, flexing tidak serta-merta memiliki konotasi yang negatif. Ketika seseorang mengatakan “I had to flex on them”, hal itu bisa diartikan sebagai “saya ingin memperlihatkan kapabilitas yang saya miliki”. Beberapa akun besar seperti akun Twitter @HRDbacot sebuah akun twitter yang membahas seputar lika-liku dunia HRD, memiliki sesi cuitan tersendiri terkait aksi flexing dan mereka menyebut sesi tersebut dengan sebutan #flexingcot. Ini adalah sebuah sesi di mana followers @HRDbacot dapat berbagi kisah tentang barang atau pencapaian yang pernah mereka dapatkan dan mereka bangga dengan hal tersebut.
Alih-alih merasa iri ketika membacanya, saya sendiri merasa termotivasi untuk menjadi lebih baik lagi. Selain itu, saya pun merasa bersemangat lagi untuk membuat rencana-rencana dan tujuan baru setelahnya, entah itu soal melanjutkan pendidikan, atau rencana membeli barang yang diinginkan.
Konten Flexing Influencer
Akan tetapi, perlu diingat bahwa tidak semua hal bisa kita pamer-pamerkan secara publik dengan dalih “flexing” dan tidak semua flexing tujuannya positif. Saat ini, dengan kemajuan teknologi dan media sosial, orang-orang dengan mudahnya membuat sebuah konten dengan tujuan untuk memamerkan sesuatu.
Baca juga: Cari Validasi dari Diri, Bukan Instagram Story
Dikutip dari Wired, fenomena flexing di media sosial beberapa tahun belakangan ini malah menjadi genre tersendiri dan sangat populer. Mungkin kamu akan sering menemukan konten-konten video dari influencer ternama seperti “Beli Mobil Sport Baru Seharga 1 Miliar” atau “kado rumah mewah untuk calon istri”. Ini sih memang murni hanya untuk ajang pamer kekayaan dan juga mendapatkan cuan dari viewers.
Tidak hanya nyebelin, konten-konten seperti ini juga sebetulnya sangat tidak empati, apalagi ketika banyak orang-orang yang mengalami musibah dan kemalangan selama pandemi Covid-19 melanda. Salah satu contohnya, ketika ada orang yang flexing betapa keren dan besarnya rumah mereka dengan membuat video room tour.
Selain itu, saya pun juga mengamati bahwa semakin ke sini, orang-orang juga lupa pentingnya untuk menjaga privasi. Semakin banyak kamu mengumbar atau memamerkan sesuatu di media sosialmu, semakin banyak juga yang mengetahui tentang kehidupanmu, dan ini sebenarnya berbahaya untuk keamanan di dunia digital serta dunia nyata.
Weird Flex, but Ok
Saking banyaknya konten-konten flexing yang dibuat oleh orang-orang termasuk influencer, setelah itu muncul meme bernama “Weird flex, but ok”. Ini adalah sebuah slogan yang digunakan untuk menolak flexing yang dilakukan seseorang karena dianggap aneh atau tidak lumrah.
Contoh yang viral salah satunya terlihat dari berita New York Post, tentang seorang perempuan yang menikahi ayah teman baiknya, dan setelahnya menjadi ibu tiri si teman baik. Setelah artikel itu viral, ada yang mengatakan bahwa ini termasuk flexing yang aneh, tapi ya sudahlah.
Flexing Boleh Saja Asalkan..
Sekali lagi, tidak ada yang melarang kamu untuk berbagi informasi tentang pencapaian yang kamu dapatkan dalam hidupmu. Dikutip dari laman Psychology Today, karena perasaan, kepercayaan diri kita bergantung pada kemampuan untuk merasa bangga atas pencapaian kita, hal ini sebetulnya oke-oke saja dilakukan untuk meningkatkan rasa percaya diri kita.
Baca juga: ‘Fairy-tale Wedding’ Aurel-Atta dan Frekuensi Publik yang Dicuri
Saya paham bahwa ketika kita mendapat kabar atau hal-hal baik dalam hidup kita, kita ingin sekali berbagi kebahagiaan tersebut di media sosial. Akan tetapi, perlu kamu ingat bahwa tidak semua bisa kamu bagikan di media sosial, apalagi berkaitan dengan data pribadi.
Misalnya, kamu baru saja lulus S1 dan kamu memutuskan untuk berbagi fotomu yang memamerkan ijazah yang kamu miliki. Oke, berbagi kebahagiaan dan bangga atas pencapaian tersebut sah-sah saja. Namun, ijazah itu adalah dokumen penting. Informasi yang ada di dalam ijazah bisa saja digunakan oleh oknum yang ingin mencuri data untuk berbuat kriminal terhadap kita.
Contoh lainnya, saya pernah juga melihat sebuah unggahan Twitter yang memperlihatkan foto seseorang yang tengah memamerkan kartu kreditnya tanpa disensor sama sekali. Ini tentunya sangat berbahaya dan sangat berpotensi disalahgunakan oleh oknum tidak bertanggung jawab. Dengan mudah, seseorang akan menggunakan kartu kredit kamu untuk transaksi daringnya tanpa sepengetahuan dirimu.
Beneran deh, saya lebih menyarankan kamu untuk berpikir lagi jika ingin melakukan flexing atau berpikir lagi bagaimana kamu ingin berbagi kebahagiaan dan semua pencapaian kamu. Bisa saja kan, kamu berbagi kebahagiaan itu dengan teman dekat atau keluargamu, alih-alih mengekspos semuanya di media sosial.