Screen Raves

Film Remaja ‘Unpregnant’ Bicara Soal Tubuhku Otoritasku

Film remaja ‘Unpregnant’ mengemas isu aborsi yang sensitif dan pelik dengan apik.

Avatar
  • February 9, 2021
  • 5 min read
  • 1584 Views
Film Remaja ‘Unpregnant’ Bicara Soal Tubuhku Otoritasku

Film remaja selalu punya tempat spesial di hati saya, mungkin karena masa remaja saya enggak indah-indah amat. Saya selalu bersemangat saat ada film remaja yang baru dirilis. Kalau premisnya menarik, pasti saya tonton. Jika hasilnya ternyata jelek pun, saya tidak pernah menyesal.

Unpregnant (2020), karya Rachel Lee Goldenberg, adalah salah satu jenis film remaja yang dilihat dari pemainnya saja sudah bikin saya kebelet kepingin nonton. Dirilis khusus untuk HBO Max (ditayangkan HBO Go di Indonesia), film ini menampilkan dua aktor utama yang sungguh bersinar.

 

 

Ada Haley Lu Richardson yang tampil memesona di The Edge of Seventeen (wajib tonton banget), Columbus (wajib tonton), Support The Girls (sangat wajib tonton), dan Five Feet Apart (kalau suka yang uwu-uwu harus lihat ini). Kemudian ada Barbie Ferreira yang melejit dalam serial remaja kekinian, Euphoria.

Dua orang ini vibe-nya sangat berbeda. Yang satu klasik feminin, yang satu curvy dan edgy. Dan keduanya punya kemampuan akting yang asyik. Menyatukan keduanya adalah sebuah langkah jenius dari departemen casting. Menyatukan keduanya dalam sebuah film remaja tentang aborsi menghasilkan film solid yang wajib tonton.

Baca juga: ‘The Half of It’: Bukan Kisah Cinta yang Diidamkan Semua Orang

Awal cerita Unpregnant dimulai cukup klise. Veronica (Haley Lu Richardson) adalah seorang gadis remaja tipe A, mirip dengan Cinta di Ada Apa Dengan Cinta—cewek populer yang pintar, yang kalau di kantin duduk bersama geng gaul, dan punya pacar ganteng. Mantan sahabatnya adalah Bailey (Barbie Ferreira) yang dari gaya pakaiannya saja sudah meneriakkan ketidakpeduliannya terhadap komentar orang lain kepada dirinya. Veronica dan Bailey dulu tidak pernah terpisahkan, tapi sekarang seolah ada di zona waktu yang berbeda meskipun mereka satu sekolah.

Kemudian Veronica mendapati dirinya hamil. Satu-satunya orang yang tahu tentang hal itu adalah Bailey. Veronica yang tinggal bersama ibu yang sangat alim langsung kebingungan. Dia tahu dia ingin aborsi, tapi dia tidak bisa meminta bantuan ibunya. Padahal di daerah tempat dia tinggal, gadis di bawah 18 tahun harus mendapatkan persetujuan orang tua untuk bisa aborsi.

Tempat terdekat yang memungkinkan Veronica mendapatkan layanan aborsi tanpa izin orang tua adalah di Albuquerque, New Mexico. Tentu saja karena dia harus berakting semuanya baik-baik saja kepada geng gaulnya, Veronica tidak punya pilihan lain selain meminta bantuan Bailey untuk pergi ke New Mexico.

Film Remaja Soal Aborsi di Indonesia? Mustahil!

Sepanjang saya menonton Unpregnant, saya berpikir bagaimana ini adalah jenis film yang tidak akan mungkin dibuat oleh sineas Indonesia. Lebih tepatnya, ini adalah jenis film komersial yang tidak akan bisa dibuat sineas lokal. Pembuat filmnya bisa mengucapkan selamat tinggal sama kariernya sebelum dia membela film yang dia buat, ketika warganet dan para tokoh Indonesia yang sangat bermoral itu menonton filmnya.

Baca juga: Kenapa ‘Portrait of a Lady on Fire’ Tak Akan Tayang di Indonesia

Bagaimana bisa Anda membuat film yang mempromosikan aborsi? Betapa tidak bermoralnya Anda?”

Tapi sebenarnya, sudut pandang itu tidak eksklusif untuk orang Indonesia saja. Terbukti bagaimana karakter utama dalam film ini digambarkan begitu paranoid dengan apa yang akan dia lakukan, dan begitu takut untuk mengungkapkan soal kehamilannya kepada ibunya.

Unpregnant membahas isu yang serius dan sensitif ini dengan kemasan yang cerah ceria ala MTV serta sentuhan komedi. Melihat dua gadis remaja yang sangat polos harus menghabiskan waktu berjam-jam, sendirian, tanpa supervisi orang dewasa untuk mendapatkan layanan aborsi adalah sebuah gambaran yang horor. Ada begitu banyak halangan dan rintangan yang terjadi sepanjang film, dan saya selalu ketar-ketir setiap kali Veronica dan Bailey bertemu orang baru di jalanan.

Baca juga: ‘Euphoria’ Serial Televisi Gen Z Paling Realistis?

Layaknya dalam road movie, kedua remaja ini bertemu dengan berbagai karakter sepanjang perjalanan mereka ke klinik. Yang kocak adalah keputusan pembuat film ini untuk membuat semua karakter orang kulit berwarna dan LGBTQ sebagai penolong mereka, sementara semua orang kulit putih yang Veronica dan Bailey temui rata-rata orang gila semua. Ini adalah salah satu sarkasme yang paling membuat ngakak di film ini.

Mood Unpregnant memang lebih santai dibandingkan dengan film yang bertema sejenis yang juga dirilis tahun lalu, Never Rarely Sometimes Always. Sebagai sutradara, Goldenberg tahu benar kapan dia harus gila-gilaan, dan kapan dia harus serius. Momen ketika Veronica dan Bailey sampai di klinik adalah sebuah klimaks yang tidak hanya memuaskan tapi juga meyakinkan saya sebagai penonton. Goldenberg merangkai adegan di klinik dengan kelembutan yang hangat sehingga isu sepenting ini bisa dikemas dengan apik.

Dan seperti film-film remaja bermutu lainnya, Unpregnant berakhir dengan adegan di kantin lengkap dengan musik pop di belakangnya. This film is everything. Semua yang saya harapkan dari semua film remaja ada di sini. Persahabatan yang erat. Tawa yang menular. Karakter-karakter yang begitu mudah disukai sehingga saya betah nongkrong dengan mereka. Petualangan yang tak terlupakan. Lagu-lagu yang asyik. Dan candaan-candaan yang membuat saya ingin bertemu sahabat-sahabat saya dan memaki-maki pandemi karena kami tidak bisa nongkrong untuk sementara waktu.

Singkatnya, saya ingin semua orang menonton film yang keren ini. Silakan berterima kasih pada saya setelahnya.

Unpregnant bisa ditonton di HBO Go mulai 6 Februari 2021.



#waveforequality


Avatar
About Author

Candra Aditya

Candra Aditya adalah penulis, pembuat film, dan bapaknya Rico. Novelnya ‘When Everything Feels Like Romcoms’ dapat dibeli di toko-toko buku.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *