Relationship

Beri Uang Saku ke Pacar Bukan Standar Hubungan Ideal

Sebenarnya sah-sah saja memberikan uang saku pada pacar, apabila mampu dan dilakukan tanpa paksaan. Namun, praktiknya tak sesederhana itu.

Avatar
  • September 30, 2021
  • 5 min read
  • 14028 Views
Beri Uang Saku ke Pacar Bukan Standar Hubungan Ideal

“Memangnya lo bisa kasih apa, kalau pacar kasih uang setiap bulan?” tanya pengguna Twitter, menanggapi cuitan perempuan yang terbuka menceritakan relasi pacarannya. Ia mengaku sang pacar memberikan uang untuk memenuhi kebutuhan non-esensial, sedangkan ia menganggap keberadaannya menemani hari-hari pasangannya sudah cukup.

Kenyataannya, bukan hanya warganet tersebut yang menerima uang saku dari pacarnya. Bella, 22, pegawai swasta di Jakarta memiliki pengalaman serupa. Sebagai seseorang yang terbiasa diguyur hadiah sebagai love language, ia menganggap pemberian uang saku adalah hal wajar.

 

 

“Tapi saya kayak gini juga karena pernah dimanfaatkan dan ditipu sama mantan-mantan, makanya sekarang cari laki-laki yang bertanggung jawab, paling enggak berpenghasilan,” ceritanya.

Menurutnya, sang pacar merasa bertanggung jawab dan lebih manly, seandainya bisa memenuhi kebutuhan sekadar untuk pesan makanan. “Tipikal budaya (patriarkal) orang Indonesia aja kayaknya, laki-laki harus menafkahi.”

Selain saat pacarnya sedang memiliki rezeki, biasanya Bella menerima uang saku ketika mereka berselisih. Uang tersebut nantinya akan dibelikan makanan untuk memperbaiki mood.

Berbeda dengan Bella yang dinafkahi untuk membeli kebutuhan non-esensial, Sonny, 24, justru melakukannya untuk membantu mantan pacarnya yang sedang mengalami masalah finansial.

“Waktu itu dia mendadak lari dari rumah dan belum punya pekerjaan, saya memutuskan untuk membantu. Seenggaknya dia bisa makan dan punya tempat tinggal dulu,” katanya. Sonny melakukannya selama enam dari sembilan bulan mereka berpacaran.

Meskipun senang dan bersyukur menerima bantuan, awalnya sang pacar menolak karena tidak ingin merepotkan atau memiliki utang budi. Itu pun yang menjadi salah satu faktor mereka putus, lantaran pacarnya tidak bisa mengubah mindset walaupun sudah perlahan menerima.

Baca Juga: Waspada, Ada Bom Waktu di Antara Hati dan Dompet

Pro dan Kontra Memberikan Uang Saku ke Pacar

Tindakan memberi uang saku ke pacar yang disebut bae allowance itu menuai pro dan kontra dari warganet. Ada yang menilai sah-sah saja laki-laki memberikan uang ke pacarnya, selama ia mampu dan mau, bukan diminta atau berdasarkan paksaan. Pun pemberian tersebut dianggap sebagai salah satu cara mengapresiasi perempuan atas kerja kerasnya, atau latihan hidup rumah tangga.

Namun, tidak sedikit mengatakan, semestinya dalam berpacaran si laki-laki tidak perlu menafkahi perempuan, karena mereka belum terikat komitmen yang sah, sebagaimana pernikahan.

Sonny pun sependapat. Menurutnya, dalam berpacaran kedua individu masih menanggung hidup masing-masing. “Kecuali ada kebutuhan khusus atau tujuan yang ingin dicapai bersama,” katanya.

Dalam relasi pacaran, memang ada baiknya bersikap terbuka tentang masalah keuangan, tetapi bentuknya tidak melulu penggunaan uang bersama atau memberi uang saku.

Erin Lowry dari Broke Millennial menyampaikan kepada NBC News, keterbukaan itu saling mengetahui jumlah pendapatan serta uang yang ditabung dan harus dikeluarkan setiap bulan. Gunanya ialah membantu menyusun rencana masa depan dan membantu menyelesaikan masalah keuangan. Namun, perlu diperhatikan jika terbentuk relasi kuasa yang timpang dalam hubungan tersebut, maka perlu dikaji ulang persoalan bae allowance ini.

Baca Juga: Dari Bucin Jadi Hubungan Toksik: Kenali Tanda-tandanya

Mengutip Bustle, ini termasuk financial abuse. Dikhawatirkan timbul sikap manipulatif dari laki-laki agar bisa mengontrol pacarnya. Tak dimungkiri, perempuan pun bisa memanipulasi dengan berniat mengambil alih pengaturan keuangan, dan menentukan jumlah nominal yang perlu dikeluarkan pacarnya setiap bulan.

Menanggapi hal itu, psikolog Anna Surti menjelaskan, “Yang menafkahi bisa merasa superior, sementara perempuan jadi menurut saja dan enggak mengkritisi apa yang diterimanya. Lama-lama dia merasa terjebak, tapi enggak berani memutuskan hubungan karena terlalu banyak dibiayai.”

Selain itu, perempuan dapat menjadikan bae allowance sebagai standar hubungan dengan pasangan berikutnya, sebagaimana sudut pandang Bella dalam menentukan kriteria pasangan. Bukan materialistis, ia menilainya sebagai kestabilan finansial.

Meskipun tidak dapat dijadikan standar berpacaran bagi semua orang, hal tersebut dianggap sah jika perempuan, atau siapa pun, mengategorikannya sebagai salah satu cara merasa nyaman dalam hubungan. Artinya, seseorang bisa mengurus dan membiayai dirinya sendiri, dan siap bertanggung jawab atas hidup orang lain dengan berpacaran.

Dikhawatirkan Jadi Hubungan Transaksional

Selain relasi kuasa, yang dikhawatirkan ketika seseorang memberikan uang saku kepada pasangannya ialah mengubah hubungan menjadi transaksional atau timbal balik.

Hubungan timbal balik tidak dibangun berdasarkan ketulusan, tetapi pola pikir perhitungan saat kedua individu harus menerima hal yang menguntungkan, sebagaimana ia memberikan untuk pasangannya. Hal ini dianggap memosisikan pasangan pada relasi setara, padahal tidak.

Baca Juga: Kekerasan dalam Pacaran Fenomena Sunyi di Indonesia

Dalam konteks ini bukan hanya sekadar mampu dan ingin. Dengan memberikan uang saku, tidak menutup kemungkinan jika laki-laki memiliki intensi tertentu, misalnya mengharapkan respect dari pacarnya.

Menurut psikoterapis dan penulis Exhausted Wives, Bewildered Husbands, Adam Lane Smith di situsnya, harapan yang tidak dibicarakan merupakan hal yang berbahaya dari hubungan transaksional. Ini bisa mengakibatkan rasa takut, merasa dieksploitasi, dan kebencian, sebagai bentuk insecurity dan takut kehilangan pacarnya.

Tindakan ini dapat terlihat seperti menguangkan si pacar, agar ia mendapatkan hal yang diinginkan.

Sementara menurut Anna Surti, apabila tidak dapat memberikan timbal balik yang dinilai setimpal, dicemaskan laki-laki yang memberikan uang akan meminta pacarnya mengembalikan pemberiannya.

“Pacaran itu kan hubungan perkenalan, tidak ada kekuatan hukum. Kalau salah satunya terus menerus menafkahi, setelah putus berpotensi menagih pemberiannya,” tuturnya. “Mending kalau uang makan dan minum, kan enggak sedikit yang suka memberikan untuk barang-barang mahal.”

Ia menyarankan, perempuan yang menerima uang saku dari pacarnya mencatat seberapa banyak ia dibiayai, jika sewaktu-waktu menerima tuntutan hukum atau keuangan.

“Jika tidak, komitmen menafkahi itu disepakati secara tertulis di atas materai, maupun lewat email, supaya ada bentuk kesepakatannya dan di-review secara rutin. Bagaimanapun, uang itu sensitif,” jelasnya.



#waveforequality


Avatar
About Author

Aurelia Gracia

Aurelia Gracia adalah seorang reporter yang mudah terlibat dalam parasocial relationship dan suka menghabiskan waktu dengan berjalan kaki di beberapa titik di ibu kota.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *