‘Partner in Crime’ Koruptor Probolinggo, Tak Perlu Diglorifikasi
Bupati Probolinggo dan suami yang maling uang rakyat, dijuluki ‘partner in crime’ oleh publik. Apa sebenarnya ‘partner in crime’ itu? Apakah melulu berkelindan dengan kejahatan?
“Couple goals! Suami istri kompak nih jadi maling,” begitu ujar warganet di Twitter pada akhir Agustus lalu, menanggapi penangkapan Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan suaminya, Hasan Aminuddin. Bukan hanya dijuluki couple goals, keduanya pun disebut sebagai partner in crime layaknya Bonnie & Clyde.
Perbedaannya, jika pasangan kriminal asal Amerika Serikat tersebut melakukan perampokan dan pembunuhan, Puput dan Hasan ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), karena kasus jual beli jabatan kepala desa di Kabupaten Probolinggo, dengan tarif Rp20 juta per orang. Ditambah penyewaan tanah kas desa senilai Rp5 juta per hektar.
Meski begitu, perilaku Puput dan Hasan ini tampaknya layak dikategorikan sebagai kasus pembunuhan, tentu bukan definisi secara harfiah. Sebagai pemangku kebijakan, mereka telah “membunuh” kepercayaan warganya, yang menaruh harapan kesejahteraan dan kemajuan daerah tempat tinggalnya.
Berdasarkan keterangan Ketua KPK Firli Bahuri, seluruh keputusan yang hendak diambil Puput harus berdasarkan persetujuan Hasan, termasuk proses pengangkatan jabatan.
Perlu diketahui, Hasan pernah menjabat sebagai Bupati Probolinggo selama dua periode, sebelum menduduki posisi Wakil Ketua Komisi IV DPR dari Fraksi Partai Nasdem.
Giliran istrinya menjabat, ia masih berusaha menunjukkan “keterlibatan diri” untuk masyarakat Probolinggo. Mungkin mengamini istilah partner in crime merupakan cara mereka memaknai “sehidup semati”, tepatnya lewat tindakan korupsi.
Baca Juga: Apa Itu ‘Sextortion’ dan Apa Hubungannya dengan Korupsi?
Partner In Crime dalam Hubungan Romantis dan Kasus Kriminal
Umumnya, frasa partner in crime sering digunakan di media sosial, ketika seseorang menggambarkan hubungannya dengan pasangan, sahabat, atau saudara kandung.
Artinya, mereka adalah dua orang yang tidak dapat dipisahkan, rela melakukan apa pun untuk satu sama lain, saling mendukung, dan sepenanggungan dalam menjalani kehidupan.
Oleh karena itu, kita sering mendengar perkataan, “I don’t want a lover, I want a partner in crime.” Ini dikarenakan setiap orang dianggap dapat menjalin hubungan romantis, tetapi belum tentu partnership yang membutuhkan sesuatu lebih dalam di relasi tersebut.
Dalam partner in crime, kedua pihak diharapkan dapat bekerja sama membangun hidup bersama, berjuang menghadapi tantangan, saling menghargai, mau berkompromi, dan belajar. Namun, frasa tersebut memiliki perbedaan makna jika kita membahas dari sudut pandang kriminal.
Vocabulary.com mendefinisikan partner in crime sebagai seseorang yang membantu orang lain dalam merencanakan kejahatan. Misalnya saat perampokan bank, salah satu dari mereka melakukan aksinya, sementara yang lain menunggu di mobil untuk bergegas lari dari tempat kejadian perkara.
Jika merujuk penggunaannya dalam hubungan romantis dan kasus kriminal, selain Bonnie & Clyde terdapat pasangan kekasih Gwendolyn Graham dan Catherine May Wood, yang terkenal sebagai “The Lethal Lovers.” Mereka melakukan pembunuhan berantai pada 1987, di panti jompo tempat mereka bekerja.
Selain itu, pasangan suami istri asal Florida, Amerika Serikat, Immanuel dan Cara Lee Williams, mengawali aksi perampokan di 15 bank pada 2012, untuk membayar uang persalinan Cara.
Padahal, dalam Shared Beginnings, Divergent Lives: Delinquent Boys to Age 70 (2003) oleh John Laub dan Robert Sampson, disebutkan pernikahan merupakan peristiwa penting yang dapat mengurangi tindakan kriminal seseorang, hingga menghentikan kejahatan.
Semestinya, pasangan saling menjaga dan mengingatkan perilaku satu sama lain, agar tidak membahayakan hubungan pernikahannya dengan melakukan kejahatan.
Baca Juga: ‘Big Sky’: Sebuah Usaha Telanjangi Patriarki dalam Cerita Kriminal
Namun, akademisi sosiolog Marieke Van Schellen dkk. dari Utrecht University menjelaskan, pernikahan dapat mengurangi kejahatan tidak sesederhana yang diasumsikan. Dalam penelitiannya “Partners in Crime? Criminal Offending, Marriage Formation, and Partner Selection” (2012) dipaparkan, pernikahan dengan pasangan yang melakukan tindakan kriminal dapat mempertahankan, atau membangkitkan kegiatan kriminal si pelaku.
Kemungkinan, pelaku memiliki kesamaan sudut pandang dengan pasangannya tentang kelayakan tindak pidana, kemudian mereka belajar dari satu sama lain, dan mewariskan keterampilan kriminalnya.
Maka itu, enggak heran kalau titel partner in crime disematkan pada Puput dan Hasan, seperti pasangan penjahat lainnya. Asumsi pernikahan dapat mengurangi kejahatan pun sangat bergantung pada sosok pasangan yang dinikahi dan perilakunya.
Perkembangan Industri Film Menampilkan Partner In Crime
Sebagai bagian dari budaya populer dan dunia hiburan, industri film turut terlibat dalam kepopuleran istilah partner in crime. Kita menyaksikan sejumlah film maupun serial televisi, dengan alur cerita dan karakter utama pasangan melakukan aksi kejahatan.
Awalnya, Bonnie and Clyde (1967) yang dibintangi oleh Warren Beatty dan Faye Dunaway, merupakan salah satu film yang menandakan era New Hollywood, serta memiliki dampak besar bagi industri perfilman dan budaya populer.
Baca Juga: Apa Sih, yang Ada di Kepala Para Penipu di Internet?
Mengutip BBC, akhir film Bonnie and Clyde dikenal sebagai adegan kematian paling ikonik dalam sejarah sinematik. Keduanya ditembak mati oleh polisi dari balik semak-semak, saat berhenti di pinggir jalan untuk membantu seorang pengendara mobil yang bannya kempis.
Selain itu, film tersebut mendobrak hal-hal tabu dalam dunia sinematik, bahkan dianggap budaya tandingan yang mendorong para pembuat film lebih liberal, dalam menampilkan seks dan kekerasan dalam karyanya. Hal itu diikuti dengan perilisan pedoman rating Motion Picture Association of America, setahun setelahnya.
Berkat film garapan sutradara Arthur Penn tersebut, kita semakin mengenal dan menikmati sejumlah film, serta serial televisi, yang menampilkan karakter pasangan dengan tindakan kriminal.
Sebut saja Mallory Knox (Juliette Lewis) dan Mickey Knox (Woody Harrelson) dalam Natural Born Killers (1994). Lalu Henry Hill (Ray Liotta) dan Lorraine Bracco (Karen Hill) di Goodfellas (1990), dan serial Netflix Money Heist (2017-2021) menampilkan beberapa pasangan kriminal sekaligus. Salah satunya The Professor (Alvaro Morte) dan Raquel Murillo / Lisbon (Itziar Ituno).
Tak dimungkiri, sebagai penonton, kita menikmati aksinya karena para partner in crime ini tampak keren dan romantis, memiliki satu tujuan, dan sehidup semati hingga rela melakukan kejahatan bersama. Namun, untuk kasus korupsi Bupati Probolinggo dan suami, tampaknya kita harus membuat pengecualian.