Review ‘Little Women’: Adaptasi Karya Louisa May Alcott Tanpa Khianati Aslinya
Little Women karya Louisa May Alcott diadaptasi jadi tontonan modern khas Korea Selatan. Kamu harus nonton sih!
Saya hanya perlu menonton trailer Little Women sekali, sebelum akhirnya mengklik episode pertamanya di Netflix berminggu-minggu lalu. Ekspektasi pertama, saya tak berharap Little Women versi Korea Selatan ini terlalu berbeda dari versi aslinya—baik novel orisinal yang ditulis Louisa May Alcott atau versi terakhir yang dibintangi Saoirse Ronan.
Penulis Jung Seo-Kyung (penulis yang bertanggung jawab atas kerennya The Handmaiden dan Decision To Leave) mengambil pondasi dari novel Louisa May Alcott, kemudian mengembangkannya jadi tontonan berbeda. Semangatnya masih sama, melawan patriarki dan kapitalisme.
Little Women dibuka dengan adegan hangat: Oh In-Joo (Kim Go-Eun) dan Oh In-Kyung (Nam Ji-Hyun) menghadiahi Oh In-Hye (Park Ji-Hu) sejumlah uang agar adik sulung mereka bisa ikut field trip. Tidak seperti yang mereka kira, In-Hye menolak. Dia lelah menjadi charity case. Dia tahu kedua kakaknya jungkir-balik untuk mendapatkan uang. Dia capek selalu menyusahkan keduanya. Seperti dalam Little Women versi aslinya, Keluarga Oh adalah keluarga yang jauh dari kata mapan.
Uang itu malah dipakai ibu mereka untuk menemui ayah mereka. Tapi, drama tidak dimulai dari sana. Drama justru terpercik ketika sahabat In-Joo, Jin Hwa-Young (Choo Ja-Hyun) ditemukan meninggal dunia di apartemennya dan meninggalkan In-Joo uang dua milyar cash.
Uang yang dikira In-Joo akan jadi jalan keluar semua masalahnya, ternyata malah jadi pintu masuk ke tengah labirin penuh petaka dan darah. Ia harus berurusan dengan sebuah organisasi misterius dengan bunga anggrek “mengerikan” sebagai maskot mereka.
Baca Juga: Peran ‘Perempuan Korban’ di Film: Basi dan Harus Ditinggalkan
Cara Bertutur Jung Seo-kyung yang Apik di Little Women
Setelah menamatkan series ini, saya makin kagum dengan cara bertutur Jung Seo-kyung.
Tidak hanya dia tahu cara menulis karakter yang baik, tapi ia bisa membawa penonton secara pelan-pelan ke dalam teka-teki yang mengasyikan. Tidak jarang Seo-kyung sengaja menyesatkan penonton sebagaimana ia menyesatkan nasib karakternya. Sebagai penonton, saya benar-benar dibuat kebingungan sebelum akhirnya satu demi satu rahasia terkuak.
Dalam Little Women, tiga kakak beradik Oh ini dikembangkan dengan baik dan tiga dimensional.
Semua yang mereka lakukan tidak selalu membuat saya senang dan mereka mereka membuat saya kesal lebih dari sekali. Tapi justru di situlah karakter mereka terasa nyata, terasa dekat.
Sebagai orang yang tumbuh di keluarga yang tidak sejahtera secara ekonomi, saya sangat memahami perspektif masing-masing kakak-beradik Oh ini. Sebagai kakak tertua, In-Joo sudah pasti paling memahami betapa kerasnya hidup karena dia yang paling lama merasakan tidak enaknya hidup susah. Sangat manusiawi kalau In-Joo selalu berpikir bahwa uang akan menyelesaikan segalanya.
In-Kyung, sementara itu, digambarkan sebagai sosok yang sangat rasional dan agak idealis. Dia merasa keadilan ada di atas materi. Kompas moralnya yang kencang ini, ditambah dengan obsesinya untuk selalu benar menjadikan sosok In-Kyung agak ngeselin. In-Kyung tidak segan-segan melakukan hal-hal yang reckless. Dia impulsif luar biasa. Ketika pembuat Little Women kemudian memberitahu bahwa dia adalah seorang alkoholik, semua hal yang dilakukan In-Kyung jadi lebih masuk akal.
Kemudian yang terakhir, In-Hye, seorang gadis dengan darah seni yang saking luar biasanya bisa sekolah di sekolah mahal lewat beasiswa. In-Hye adalah sosok yang lumayan menyebalkan karena sangat keras kepala, sesuatu yang sering dimiliki anak bungsu. Tapi, mendengar alasan-alasannya (dan juga melihat bagaimana dua kakaknya hidup jauh dari sempurna), In-Hye tidak bisa sepenuhnya disalahkan.
Tambahkan organisasi misterius, korban-korban yang berjatuhan, bunga anggrek yang selalu muncul di dekat korban, politikus busuk dan keluarga kaya-raya yang hidup di atas hukum. Semua plot itu bikin dinamika Oh bersaudara jadi santapan yang tidak bisa dilewatkan begitu saja.
Little Women dengan cerdas mengajak penonton masuk ke dalam plot yang makin lama makin rumit dengan adegan ulang tahun yang jadi pembukaan sederhana. Tapi, jangan lengah. Semua rincian twist itu ditanam sejak series dimulai.
Baca Juga: Superhero Perempuan dan Problematika Representasinya
Villain Sempurna dalam Little Women
Sebuah thriller tidak akan berhasil tanpa villain yang sempurna. Sepertinya ini resep yang dipakai oleh sutradara Kim Hee-Won setelah dia mengerjakan Vincenzo tahun lalu. Vincenzo bisa jadi tontonan hura-hura, karena siapa sih yang bisa menolak menonton Song Joong-Ki melawan orang-orang jahat?
Seperti halnya Vincenzo, Little Women mungkin tidak akan seseru itu tanpa villain yang luar biasa jahat, tapi di saat bersamaan sangat menarik untuk diobservasi.
Keluarga Won, yang diketuai oleh Park Jae-Sang (Uhm Ki-Joon) dan istrinya Won Sang-A (Uhm Ji-Won) adalah lawan yang sempurna bagi Keluarga Oh. Keluarga Won memiliki segalanya, mereka mengontrol media, mengontrol polisi dan pada akhirnya mereka bisa mengontrol opini publik.
Menariknya keluarga ini punya dinamika aneh di antara mereka. Sang anak, Park Hyo-Rin (Jeon Chae-Eun) takut kepada orang tuanya. Si Ibu kelihatan baik, tapi di scene berikutnya bisa impulsif pergi ke luar negeri. Di satu adegan, si bapak terlihat sangat sayang pada keluarganya, tapi tak takut memecahkan TV mereka dengan stik golf di depan anaknya.
Dengan sejarah keluarga yang ruwet dan cara mereka yang tidak segan-segan membunuh orang, Keluarga Won terasa sempurna jadi villain yang patut ditunggu-tunggu kehancurannya. Di setiap episode, saya selalu menantikan kapan keluarga ini akan mengalami kehancuran dan untungnya mereka diberi konklusi yang memuaskan penonton di ujung series. Seperti halnya Vincenzo, penonton mendapatkan hadiah yang menyenangkan di Little Women.
Baca Juga: ‘The Batman’ Versi Matt Reeves: Manusia Kelelawar yang lebih Humanis
Visual yang Ekstra Memukau
Seperti halnya produksi Studio Dragon pada umumnya, Little Women dipresentasikan dengan audio visual yang sangat mumpuni. Tapi dalam kasus Little Women, visualnya ekstra mengagumkan. Setiap frame-nya seperti film. Dan karena serial ini genre-nya thriller, gerakan kamera dan warnanya agak sedikit lebih berbeda dari serial drama kebanyakan.
Perhatikan bagaimana sutradara Kim Hee-Won meletakkan kameranya. Kadang dia sengaja membuat frame yang aneh seperti menyorot karakternya dengan shot vertikal. Atau wajah yang sengaja terpotong, dimutilasi dari pandangan kita. Di satu kesempatan, kita diajak untuk melihat mayat di lemari. Di satu kesempatan lain kita berada di dalam mobil yang terjun bebas dari parkiran. Gambar-gambar dari Little Women tidak sekadar merekam keadaan, dia berhasil membuat misterinya terasa lebih besar dari yang seharusnya.
Semua pemain Little Women juga bermain dengan apik, tapi mungkin saya mengambil satu nama yang paling mencuri perhatian saya: Kim Go-Eun. Mungkin saya bias karena saya sangat menyukai Yumi’s Cells, tapi Kim Go-Eun di Little Women berhasil memperlihatkan In-Joo dengan sangat baik. Bahkan tanpa perlu bicara.
Kamu bisa melihat Kim Go-Eun merasuk ke dalam karakternya hanya lewat tatapan mata. Reaksi Kim Go-Eun terhadap semua situasi gila yang dihadapi In-Joo tidak pernah gagal. Saya bisa merasakan kemarahannya, keputusasaannya, bahkan tidak jarang, kenekatannya.
Little Women mungkin tidak bisa dibilang remake yang sempurna, tapi menurut saya ini adalah sebuah remake yang ideal.
Ia berhasil mengambil inti dari kisah klasik tersebut dan menerjemahkannya jadi sebuah pengalaman menonton yang sangat baru, tanpa mengkhianati sumber aslinya. Fakta bahwa Little Women dibuat oleh perempuan, ditulis oleh perempuan, dengan tiga karakter utama perempuan membuat drama Korea ini menjadi salah satu pengalaman menonton paling asyik tahun ini.
Little Women dapat disaksikan di Netflix