Kecemasan Berlebihan? Ini Tips untuk Temukan Ketenangan
Apa saja pemicu yang membuat kita jadi merasa cemas berlebihan? Berikut penjelasannya
Ketika hidup penuh dengan ketidakpastian, cemas sering kali menjadi reaksi alami kita terhadap tantangan dan tekanan. Namun, ada sikap-sikap tertentu yang dapat membuatmu lebih rentan terhadap rasa cemas. Dalam artikel ini, kita akan membahas beberapa sikap umum yang bisa membuatmu lebih rentan terhadap cemas dalam hidup. Kalau kamu mudah merasa cemas dan dirasa tidak dapat menanganinya sendiri, sebaiknya untuk segera mencari bantuan profesional, ya,
5 Sikap yang Membuatmu Jadi Mudah Cemas dalam Hidup
1. Sikap Perfeksionisme
Dikutip dari Choosing Therapy, Perfectionism & Anxiety: Connections & How to Cope, perfeksionisme, atau keinginan untuk mencapai tingkat kesempurnaan yang tinggi dalam setiap aspek kehidupan, seringkali menjadi salah satu pemicu kita menjadi mudah cemas. Dalam masyarakat yang sering menekankan standar yang tinggi, pencarian akan kesempurnaan dapat menjadi beban berat bagi banyak orang.
Definisi Perfeksionisme
Perfeksionisme tidak hanya sebatas keinginan untuk melakukan pekerjaan dengan baik, tetapi seringkali melibatkan upaya untuk mencapai standar yang tidak realistis dan sulit dicapai. Individu perfeksionis cenderung menilai diri mereka sendiri secara ketat, seringkali tidak puas dengan hasil kerja yang sebenarnya sudah luar biasa.
Dampak Perfeksionisme pada Kesejahteraan Mental
Pencarian tak henti akan kesempurnaan dapat memiliki dampak serius pada kesejahteraan mental. Individu yang perfeksionis cenderung mengalami stres yang tinggi karena takut tidak mampu memenuhi standar yang telah mereka tetapkan. Hal ini dapat mengakibatkan kecemasan, depresi, dan bahkan burnout.
Meskipun perfeksionis berusaha mencapai tingkat kesempurnaan, mereka sering kali menemui kesulitan besar dan bahkan merasa gagal. Standar yang terlalu tinggi membuat mereka terjebak dalam siklus ketidakpuasan dan kegagalan yang tak kunjung berakhir.
Baca Juga: Mengapa Anak Muda Jadi Semakin Perfeksionis?
2. Overthinking
Overthinking adalah kecenderungan untuk terlalu banyak berpikir tentang suatu situasi, permasalahan, atau keputusan, bahkan ketika informasi yang tersedia sudah cukup. Sikap ini dapat menjadi penyebab kita jadi mudah cemas dan dapat memengaruhi kesejahteraan mental secara keseluruhan.
Mengenal Overthinking
Dilansir dari Verywell Mind, How to Stop Overthinking, overthinking seringkali melibatkan mengulang-ulang pemikiran tentang suatu hal tanpa mencapai solusi yang memuaskan. Individu yang cenderung overthinking dapat merasakan beban mental yang berlebihan, terjebak dalam kemungkinan-kemungkinan yang belum terjadi, dan merasa cemas tentang hasil yang belum pasti.
Mengatasi Overthinking
- Praktek Mindfulness: Fokus pada saat ini dan meninggalkan kekhawatiran tentang masa depan atau penyesalan tentang masa lalu dapat membantu mengurangi overthinking.
- Buat Batasan Waktu untuk Pemikiran: Tentukan waktu khusus untuk memikirkan suatu masalah, dan setelah waktu tersebut berakhir, berusaha untuk melepaskannya.
- Buat Catatan atau Jurnal: Menulis pemikiran dan perasaan dapat membantu melepaskan beban mental dan memberikan wadah untuk meresapi pikiran.
- Berbicara dengan Seseorang: Berbagi perasaan dan pemikiran dengan teman, keluarga, atau seorang profesional dapat memberikan perspektif baru dan dukungan.
- Identifikasi Pola Pikir Negatif: Sadari pola pikir negatif yang memicu overthinking dan usahakan untuk menggantinya dengan pola pikir yang lebih positif.
Baca juga: Kami adalah Gen Z, Insecure dan Overthinking adalah Sahabat Kami
3. Takut Akan Kegagalan
Menurut Verywell Mind, How to Deal With the Fear of Failure, ketakutan akan kegagalan adalah salah satu sikap yang sering menghantui kehidupan banyak orang. Meskipun kegagalan adalah bagian alami dari proses belajar dan tumbuh, tetapi rasa takut terhadap kegagalan dapat menjadi beban berat yang membatasi potensi dan kesejahteraan mental.
Menggali Akar Ketakutan
- Stigma Sosial: Masyarakat sering menilai keberhasilan sebagai ukuran kesuksesan dan kegagalan sebagai tanda kelemahan. Ini dapat menciptakan tekanan untuk selalu tampil sempurna.
- Kurangnya Penerimaan Terhadap Kegagalan: Lingkungan yang tidak mendukung dan kurangnya penerimaan terhadap kegagalan dapat memperkuat ketakutan akan dampak sosial dan harga diri yang merosot.
Dampak Negatif Ketakutan Akan Kegagalan
- Prokrastinasi: Ketakutan akan kegagalan dapat menyebabkan prokrastinasi karena seseorang mungkin enggan mengambil risiko untuk mencoba hal baru.
- Rendahnya Percaya Diri: Individu yang takut gagal mungkin mengalami rendahnya percaya diri, meragukan kemampuan mereka, dan menghindari situasi yang dapat menguji keterampilan mereka.
- Keterbatasan Potensi: Ketakutan akan kegagalan dapat menghambat eksplorasi potensi dan penemuan diri, karena seseorang mungkin enggan mencoba hal-hal baru yang dianggap berisiko.
Strategi Mengatasi Ketakutan Akan Kegagalan
- Langkah Kecil yang Berani: Membiasakan diri dengan mengambil langkah kecil menuju tujuan, sehingga proses mencapai keberhasilan terasa lebih dapat dikelola.
- Pencapaian Kecil, Sebuah Progres: Merayakan pencapaian kecil membantu mengubah fokus dari ketakutan terhadap kegagalan ke apresiasi terhadap perkembangan diri.
- Pentingnya Resilience: Membangun ketahanan mental untuk mengatasi kegagalan, menjadikannya sebagai batu loncatan untuk mencapai keberhasilan di masa depan.
4. Membandingkan Diri dengan Orang Lain
Membandingkan diri dengan orang lain adalah kecenderungan yang umum, tetapi seringkali menjadi sumber tekanan dan membuat kita jadi mudah cemas. Dalam era media sosial yang memajang kehidupan penuh prestasi, perbandingan semacam ini dapat memiliki dampak yang signifikan pada kesejahteraan mental seseorang.
Perangkap Membandingkan Diri
- Ilusi Kesempurnaan: Media sosial cenderung menampilkan versi terbaik dari kehidupan seseorang. Membandingkan diri dengan gambaran ini dapat menciptakan ilusi bahwa orang lain memiliki kehidupan yang sempurna.
- Rasa Inferioritas: Membandingkan diri dengan orang lain yang tampak lebih sukses atau bahagia dapat membuat seseorang merasa kurang berarti atau merasa bahwa pencapaian mereka tidak sepadan.
Dampak Negatif Membandingkan Diri
- Tekanan Berlebihan: Perbandingan terus-menerus dapat menimbulkan tekanan berlebihan untuk mencapai standar yang mungkin tidak realistis.
- Kurangnya Kepuasan: Fokus pada perbandingan seringkali mengaburkan apresiasi terhadap pencapaian sendiri, menyebabkan kurangnya kepuasan dalam hidup.
- Pentingnya Validasi Eksternal: Membandingkan diri dengan orang lain sering kali menempatkan nilai dan kebahagiaan pada validasi eksternal, bukan dari penghargaan diri sendiri.
Cara Mengatasi Kebiasaan Membandingkan Diri
- Praktek Kesadaran Diri: Mengembangkan kesadaran diri tentang perbandingan yang dilakukan dan mengalihkan fokus ke pencapaian dan nilai-nilai pribadi.
- Batas Waktu di Media Sosial: Mengurangi waktu yang dihabiskan di media sosial atau memilih konten yang memotivasi dan membangun, bukan memicu perbandingan negatif.
- Fokus pada Perjalanan Pribadi: Menghargai perjalanan pribadi dan merayakan pencapaian kecil sebagai bagian dari pertumbuhan personal.
Baca juga: Cari Validasi dari Diri, Bukan Instagram Story
5.Tekanan dari Media Sosial
Media sosial, meskipun membawa manfaat konektivitas global, seringkali juga menjadi sumber tekanan yang signifikan. Tekanan ini muncul dari perbandingan, harapan, dan ekspektasi yang muncul dari eksposur terus-menerus terhadap kehidupan orang lain di platform-media sosial.
Ilusi Kesempurnaan di Media Sosial
- Tampilan Terbaik: Pengguna media sosial cenderung membagikan momen-momen terbaik dan paling mempesona dalam hidup mereka, menciptakan ilusi bahwa kehidupan mereka selalu sempurna.
- Filter dan Pemrosesan: Pemakaian beauty filter dan pemrosesan gambar membuat tampilan kehidupan menjadi lebih idealis, seringkali tidak mencerminkan kenyataan yang sesungguhnya.
Dampak Negatif Tekanan dari Media Sosial
- Rendahnya Kesejahteraan Mental: Menyaksikan kehidupan glamor orang lain dapat memicu perasaan kurangnya pencapaian dan kebahagiaan pribadi, menyebabkan tingkat kecemasan dan depresi.
- Dukungan Validasi Eksternal: Bergantung pada jumlah like, komentar, atau validasi eksternal lainnya untuk merasa bernilai, dapat merusak harga diri dan kebahagiaan pribadi.
- Perbandingan yang Tidak Sehat: Membandingkan diri dengan gaya hidup atau pencapaian orang lain di media sosial dapat memicu perbandingan yang tidak sehat dan memicu tekanan yang tidak perlu.
Cara Mengatasi Tekanan dari Media Sosial
- Batas Waktu: Menetapkan waktu yang terbatas untuk interaksi dengan media sosial, mencegah konsumsi berlebihan yang dapat memicu tekanan.
- Kurasi Konten: Memilih konten yang positif dan bermakna untuk dikonsumsi, dan menghindari konten yang memicu perasaan inferioritas atau cemburu.
- Kesadaran Akan Dampak: Memahami bahwa kehidupan yang dipresentasikan di media sosial seringkali hanya sebagian kecil dari kenyataan, dan tidak sepenuhnya mencerminkan hidup sehari-hari.