‘The White Lotus’: Satir Menggigit dari si Kaya dan Miskin
Lewat serial ini, saya makin yakin privilese jadi orang kaya itu bukan cuma mitos.
Salah satu genre keributan yang saya sukai di Twitter adalah ketika orang-orang kaya mulai berkicau tentang sesuatu di mana hanya orang kaya yang bisa relate. Lalu, publik menyadarkan mereka bahwa situasi orang kaya ini tidak sama dengan orang-orang kebanyakan. Misalnya, twit macam, “Umur segini seharusnya kalian punya rumah dan tabungan sekian,” yang buat saya layak dicecar demi mengingatkan ketimpangan ekonomi itu nyata adanya. Boro-boro menabung, bisa makan sehari-hari di tengah pandemi COVID-19 saja sudah Alhamdulillah.
Itu sebabnya miniseri HBO terbaru karya Mike White yang berjudul The White Lotus langsung mencuri perhatian saya. Dengan latar di hotel mewah Hawaii, The White Lotus, Mike White berhasil menelanjangi tamu-tamu hotel kaya raya kemudian ia bentrokkan dengan pegawai-pegawai hotel yang bahkan untuk urusan perut saja mereka belum selesai.
Tamu pertama di The White Lotus adalah keluarga Mossbacher. Isinya adalah Nicole (Connie Britton) seorang pebisnis sukses dan seorang ibu yang lumayan artifisial. Pasalnya, ia memaksa satu keluarga tinggal di satu suite yang sama guna menciptakan kesan bahwa mereka akrab dan harmonis. Padahal yang terjadi adalah sebaliknya, keluarga ini jauh dari definisi akur. Mark (Steve Zahn), suaminya terjebak krisis paruh baya karena selalu menjadi sosok yang lemah di hadapan istri. Kedua anaknya tidak menghormati ia, sedangkan istrinya lumayan acuh. Semua kepedulian yang ada hanyalah tempelan. Belum lagi ketika Mark mengetahui rahasia tentang kematian bapaknya. Satu per satu kartu domino mulai berjatuhan.
Baca juga: Stop Bilang Saya Boros: Ketika Saya Bosan Jadi Miskin
Anak mereka yang pertama, Olivia (Sydney Sweeney, diculik dari serial Euphoria), seorang gadis remaja pintar yang woke. Dalam liburan ini, dia mengajak sahabatnya, Paula (Brittany O’Grady), yang karakternya juga mirip dengannya. Dua orang itu memiliki dinamika hubungan paling membingungkan, apakah mereka saling mencintai, apakah mereka sahabat, apakah mereka teman tapi musuh? Tidak ada yang tahu. Yang jelas, tidak ada yang lebih menyeramkan daripada dua remaja sok woke yang menggunakan ke-woke-an mereka untuk menyerang orang lain. Adapun personil terakhir dari keluarga ini adalah Quinn (Fred Hechinger, yang sempat muncul di Fear Street dan The Woman In The Window), seorang remaja yang paling tersiksa dalam liburan ini. Dia harus tidur di dapur, dia tidak berbaur dengan siapapun dan ketika ponselnya rusak, dia tidak tahu harus melakukan apa selama liburan.
Tamu kedua yang mewarnai The White Lotus adalah pasangan baru menikah, Shane (Jake Lacy) dan Rachel (Alexandra Daddario). Shane adalah semua definisi yang kamu butuhkan untuk menyebut privilese Amerika: Pria, kulit putih, kaya raya. Semua yang dia lakukan membuat saya menyumpahinya setiap episode. Shane memasuki ruangan dan merasa semua hal adalah miliknya dan dia berhak mendapatkan dunia. Dilahirkan dari keluarga kaya raya, Shane memang terbiasa dengan ini semua. Itulah sebabnya The White Lotus menjadi sangat menyenangkan ketika Shane harus dihadapkan dengan ketidaknyamanan yang jarang dia dapat. Sebagai orang kaya, ketidaknyamanan ini adalah hal yang baru.
Sementara itu, istrinya Rachel, tersadar dia menjadi tidak relevan selama menikah dengan Shane. Dia tidak ingin berhenti bekerja sebagai jurnalis kelas dua tapi sejauh ini, kariernya jadi stagnan. Rachel ingin memoles diri jadi lebih dari sekadar trophy wife. Namun, apa yang harus dia lakukan ketika suaminya sendiri tak sejalan dengan angan-angannya. Rachel yang memang bukan dari keluarga kaya raya kaget saat melihat ternyata suaminya super manja.
Baca juga: ‘Euphoria’ Serial Televisi Gen Z Paling Realistis?
Nah, semua karakterisasi ini belum sampai puncaknya. Sebab, puncaknya terjadi ketika ibu Shane, Kitty (Molly Shannon), muncul dan meramaikan bulan madu mereka. Apakah dia telah melakukan kesalahan? Apakah ini masa depannya?
Tamu terakhir yang menjadi fokus The White Lotus adalah Tanya (Jennifer Coolidge), seorang perempuan yang sedang berduka dan dalam misi menebarkan abu mendiang ibunya ke lautan. Namun tentu saja semuanya tidak sesederhana itu. Tanya yang sepertinya punya abandonement issues sangat akut ini menemukan koneksi dengan pegawai spa hotel, Belinda (Natasha Rothwell). Menurutnya, Belinda telah “menyembuhkannya”.
Lebih lanjut, Tanya yang merupakan manipulatif (tanpa ia sadari), menggunakan privilesenya untuk memenuhi keinginannya. Itulah mengapa Tanya menawari Belinda untuk dibuatkan spa pribadi, karena menurutnya Belinda terlalu berbakat. Pertanyaannya bukan apakah Tanya akan benar-benar memenuhi janjinya, tapi kapan Tanya akan bosan dengan Belinda dan menemukan orang lain yang mencuri fokusnya.
Semua tamu ini kemudian harus dihadapi oleh manajer hotel Armond (Murray Bartlett, dari serial Looking) yang berusaha keras untuk tak mabuk. Dengan tamu-tamu yang menyiksa batinnya setiap hari, Armond mempertanyakan apakah dia harus tetap menghindari alkohol.
Baca juga: ‘Friends: The Reunion’ Mungkin Hambar Tapi Membuat Berkaca-kaca
The White Lotus mungkin bukan komedi haha-hihi pada umumnya. Komedinya hadir ketika penonton dipaksa melihat orang-orang kaya ini berinteraksi satu sama lain dan merasakan pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan. Melihat orang kaya itu pelan-pelan mulai gila adalah sebuah pengalaman yang menyenangkan. Melihat orang-orang kaya ini merasakan ketidaknyamanan atas hal tidak penting membuat saya cringe tidak henti-henti.
Salah satu kekuatan The White Lotus, selain cast-nya yang sangat sempurna, adalah skrip dan penyutradaraan Mike White yang sangat percaya diri. The White Lotus yang dibuka dengan misteri, “Oh, mayat siapa itu” tahu benar bagaimana cara mengatur tensi (lengkap dengan scoring super keren). Sehingga, seperti karakter-karakter utamanya yang menyebalkan, penonton diajak untuk merasakan ketidaknyamanan. Itu dia poinnya. Ketegangan yang ada dalam miniseri ini justru membuat kelucuannya semakin menjadi-jadi.
Ada banyak adegan dalam The White Lotus yang membuat saya terbahak-bahak. Namun yang paling kocak mungkin adalah adegan-adegan ketika Mike White mengajak kita mendengar diskusi mereka “tentang hidup” saban tamu-tamu ini makan malam. Wow, kalau mereka semua punya Twitter, mereka pasti akan di-cancel massa ramai-ramai.
Tentu saja karena The White Lotus sebenarnya adalah esai panjang mengenai orang kaya yang hampir selalu menjadi pemenang, miniseri ini ditutup dengan awan mendung, alih-alih tepuk tangan. Kamu akan merasakannya langsung setelah menonton sendiri. Mike White tidak pernah menutup-nutupi rahasia bahwa di balik tawanya, The White Lotus adalah sebuah tangisan yang memilukan.
The White Lotus dapat disaksikan di HBO Go.
Opini yang dinyatakan di artikel tidak mewakili pandangan Magdalene.co dan adalah sepenuhnya tanggung jawab penulis.