Apa Itu Aseksualitas: Mengenal Hubungan Romantis Tanpa Ketertarikan Seksual
Masih banyak yang menganggap aseksualitas sebagai gangguan hasrat seksual. Padahal, ia adalah orientasi seksual, berbeda dengan urusan libido.
Saya baru mengenal istilah aseksual ketika mulai mengulik diskursus gender di bangku perkuliahan. Waktu itu cuma tahu sekilas tentang definisinya, yakni orang yang tidak punya ketertarikan seksual terhadap orang lain. Tapi, tak pernah bertemu atau berkawan dengan mereka. Representasinya di tontonan populer kita, baru pernah saya lihat dalam serial BoJack Horseman (2014-2020).
Di sana, ada karakter bernama Todd Chavez (Aaron Paul), seorang pengangguran yang numpang tinggal di rumah BoJack (Will Arnett). Di musim ketiga, pacarnya mempertanyakan sikap Todd yang kerap berubah-ubah. Ada kalanya, Todd berperilaku seperti menyukai pacarnya, kemudian bisa menunjukkan seperti tidak tertarik sama sekali.
“Kayaknya aku bukan gay, tapi juga bukan straight. Mungkin aku bukan siapa-siapa,” jawab Todd berusaha menjelaskan.
Dari yang masih mempertanyakan orientasi seksualnya, di musim keempat Todd melela (come out) kepada BoJack. “Kupikir aku aseksual,” ujarnya. “Aku senang bisa mengatakannya dengan lantang. Aku seorang aseksual.”
Sayangnya, tinggal di lingkungan masyarakat yang sangat heteronormatif enggak bikin saya langsung mengerti orientasi seksual Todd ketika ia come out.
Ia cuma satu dari sedikit sekali karakter aseksual yang muncul dalam budaya populer kita—yang mungkin atau sudah pasti tidak bisa mewakili semua pengalaman yang dihadapi orang-orang aseksual.
Baca Juga: Queer Love: Bagaimana Mengetahui Orientasi Seksual Kita?
Mengenal Aseksualitas
Aseksualitas ternyata lebih luas dari definisi yang awalnya saya ketahui. Dalam Instagram live yang diselenggarakan oleh @indo.aspec bersama Arus Pelangi, Sozo sebagai perwakilan dari Aspec Indonesia menjelaskan, aseksual bukan hanya orang yang tidak merasakan ketertarikan seksual pada gender apa pun. Mereka mungkin memiliki hasrat seksual, tapi hanya sedikit atau dalam situasi tertentu.
“Diibaratkan kalau ada skala ketertarikan seksual antara nol sampai 10, spektrum aseksualitas mencakup jangkauan nol sampai dengan satu koma lima,” jelas Sozo.
Berbeda dengan mereka yang memilih tidak melakukan hubungan seksual karena hidup selibat atau pantang melakukannya, aseksual merupakan salah satu orientasi seksual yang menjadi bagian dalam diri seseorang, seperti dijelaskan Katherine Helm dalam Hooking Up: The Psychology of Sex and Dating (2015).
Dalam bukunya, Helm menuliskan alasan aseksualitas termasuk dalam orientasi seksual, yaitu karena bertahan dari suatu waktu ke waktu. Artinya, ini lebih dari urusan dengan siapa seseorang melakukan hubungan intim, tapi mencakup bagaimana mereka mengidentifikasi diri secara sosial, budaya, relasi, dan psikologis.
Mungkin selama ini sebenarnya kamu cukup familier dengan stereotip orang aseksual—disebut juga ace, yang dikatakan punya masalah dengan libido. Katanya, karena itu mereka jadi enggak punya ketertarikan seksual pada orang lain.
Padahal, faktanya ace juga memiliki dorongan seksual. Hanya saja mereka akan mengabaikan, atau menyalurkan hasrat seksualnya lewat masturbasi, tanpa keinginan mendasar dengan keberadaan pasangan seks. Setidaknya itu yang dijelaskan oleh Asexual Visibility and Education Network (AVEN), sebuah komunitas aseksual terbesar di dunia yang didirikan David Jay pada 2001.
Namun, memang ada juga yang hanya punya sedikit hasrat seksual atau tidak sama sekali, yang disebut aseksual non-libidoist. Hal itu juga tidak dipermasalahkan, atau dilihat sebagai kekurangan. Meski sering kali mereka yang termasuk aseksual non-libidoist disalahpahami sebagai orang dengan gangguan hasrat seksual, atau dalam dunia medis disebut gangguan hasrat seksual hipoaktif. Dalam kasus tersebut, kebutuhan seksual seseorang tidak bisa terpenuhi hingga menyebabkan stres.
Stigma dan kesalahpahaman ini adalah bukti bahwa masyarakat kita masih diskriminatif. Faktor utamanya, karena banyak dari kita masih mengamini tiada orientasi lain, selain heteroseksual.
Baca Juga: Setop Percaya ‘Soulmate’ Ada dalam Hubungan Romantis
Representasi karakter aseksual di budaya populer kita, di televisi, film atau, novel juga masih minim. Seringnya dipotret sebagai sesuatu yang aneh, dan tak jarang dijadikan punchline lelucon.
Contohnya komedian Craig Kilborn yang memerankan karakter aseksual bernama Sebastian untuk program The Late Late Show (1999-2004). Lewat naskah itu, kita bisa paham bahwa mereka tidak menganggap aseksualitas sebagai orientasi seksual.
“Kalau saya punya puting, sepertinya akan terangsang ketika mendengarkan Space Oddity dari David Bowie,” kata Killborn di episode tersebut, diikuti dengan suara ketawa audiens yang menertawakan karakter itu sebagai lelucon.
Seperti yang dijelaskan Sozo, aseksualitas ada dalam sebuah spektrum. Sehingga tipenya tidak tunggal.
Pertama, adalah gray seksual, sebutan untuk mereka yang punya ketertarikan seksual pada orang lain, tapi di zona abu-abu. Artinya, ketertarikan seksual mereka bisa hilang dan muncul kembali.
Kedua adalah demiseksual. Mengutip GLAAD, “demi” merupakan bahasa Prancis dari “setengah”, yang diciptakan untuk menggambarkan seseorang yang memiliki ketertarikan pada individu setelah membentuk ikatan emosional yang kuat. Dikarenakan ketertarikan tergolong dalam primer dan sekunder, yaitu berdasarkan kesan pertama dan kedalaman relasi yang berkembang dari waktu ke waktu, seorang demiseksual termasuk mengalami ketertarikan sekunder.
Yang ketiga adalah akioseksual. Mereka nyaman memberikan aksi seksual kepada orang lain, tanpa ingin menerimanya.
Yang keempat adalah aceflux, yaitu individu yang intensitas ketertarikannya kerap berubah, dari spektrum aseksual menjadi seksual. Tapi, mereka lebih relate dengan yang aseksual.
Yang terakhir ialah reciprosexual, istilah untuk mendeskripsikan mereka yang tidak memiliki ketertarikan seksual terhadap individu, sampai mereka tahu orang tersebut tertarik padanya.
Dari beragamnya spektrum aseksualitas, kita melihat bagaimana sebagian besar di antaranya tidak menunjukkan ketertarikan seksual terhadap individu.
Lantas muncul pertanyaan yang sering muncul pada orang-orang ace tentang ketertarikan seksual: apakah mereka tidak bisa menjalin relasi romantis dengan orang lain?
Baca Juga: Dua Alasan Kenapa Orang Pintar Sentimen pada Kelompok LGTBQ+
Hubungan Romantis Bagi Ace
Setelah melihat Todd melela kepada BoJack, saya mempertanyakan apakah Amy Winfrey, sang sutradara, akan menciptakan partner untuk Todd. Pertanyaan itu terjawab di episode terakhir musim keempat. Todd bertemu Yolanda Buenaventura (Natalie Morales), axolotl perempuan yang bekerja sebagai agen Better Business Bureau.
Sama seperti Todd, ia juga seorang aseksual. Mengetahui hal itu, Yolanda mengajak Todd berkencan, sekalian membantu menjelaskan nuansa aseksualitas. Yolanda sendiri tumbuh di keluarga yang terobsesi dengan seks, sehingga menyembunyikan orientasi seksualnya dari mereka.
Meski Todd dan Yolanda adalah tokoh fiktif, bukan berarti orang-orang aseksual tidak ada yang berelasi seperti mereka.
Contohnya bisa kita tonton di channel Youtube AceBabes. Ada Devin Eatman dan pasangannya, Elijah, yang suka berbagi kehidupan asmara mereka sebagai pasangan aseksual.
Sebelum bertemu, mereka harus berkompromi dengan pasangan masing-masing terkait hubungan seksual. Bahkan, orang-orang di sekitar Devin dan Elijah sering bilang, mereka bukan aseksual, tapi cuma belum menemukan pasangan seks yang tepat.
Setelah mencantumkan orientasi seksual sebagai ace di Tinder, mereka berdua akhirnya menjalani hubungan pertama masing-masing dengan pasangan aseksual.
Meskipun demikian, mereka mengaku memiliki tingkat ketertarikan seksual yang berbeda. Devin sedikit lebih seksual, dibandingkan Elijah. Ia hanya nyaman melakukan hal seksual tertentu.
“Ini perkara komunikasi dan boundaries dengan pasangan, tentang apa yang bikin mereka nyaman,” tutur Elijah mengungkapkan cara mereka mengatasi perbedaan ketertarikan seksual.
Pun bagi Devin, perbedaan itu adalah proses pembelajaran dalam sebuah hubungan—yang tidak hanya berlaku bagi ace, tapi juga alloseksual.
Harus diakui, pengetahuan tentang aseksual memang lebih banyak di era internet. Orang-orang aseksual jadi lebih mudah menemukan informasi tentang orientasi seksualnya, dan lebih mudah mengadvokasi hak-hak mereka.
Menurut AVEN, aseksual memiliki sejarah identitas yang lebih singkat dari orientasi seksual lainnya karena populasinya yang cuma satu persen. Hal itu juga memengaruhi pengetahuan mereka dalam membentuk budaya relasi romantis.
Kebanyakan mereka, yang punya pasangan alloseksual, akhirnya mengatasi perbedaan mereka dengan kompromi. Tentu saja, kompromi itu bisa lebih mudah, jika dunia lebih terbuka dan mulai menghapus stigma serta diskriminasi pada orang-orang aseksual.