Lifestyle

Di Balik ‘Makeup Manglingi’ Pengantin: Dari Keperawanan hingga Motif Bisnis

Pakai riasan tipis dan enggak ‘manglingi’ saat menikah, takkan mengurangi keutuhan diri pengantin sebagai perempuan, kok.

Avatar
  • June 8, 2022
  • 7 min read
  • 3470 Views
Di Balik ‘Makeup Manglingi’ Pengantin: Dari Keperawanan hingga Motif Bisnis

Dua kali berturut-turut, warganet dibikin terkesima dengan makeup Maudy Ayunda dan Eva Celia, yang baru-baru ini jadi manten. Ada yang bilang, riasan wajah mereka layak jadi idaman. Sebab, meski berkesan “no makeup“ makeup look, alias natural, sederhana, dan enggak berdempul tapi mereka tetap memukau.

Riasan dua pesohor itu berlawanan dengan kebanyakan makeup pengantin yang terlihat tebal. Di masyarakat kita, masih kental persepsi bahwa mempelai perempuan harus tampil cantik, dan diukur dengan riasan wajahnya yang manglingi—atau bikin pangling.

 

 

Biasanya, makeup yang manglingi itu berhasil bikin para tamu enggak mengenali sosok pengantin, saking bagus—atau tebal—riasan wajah mereka. Hal ini masih jadi tolok ukur makeup pernikahan, karena pengantin perempuan harus terlihat menonjol. Mumpung jadi ratu seharian penuh, katanya.

Namun, sebagian orang belakangan ini menilai, dempulan itu berarti menutupi keaslian diri, dan hanya memenuhi ekspektasi masyarakat tanpa mengutamakan keinginan yang seharusnya diutamakan.

Hal itu disampaikan Amanda Miller, profesor Sosiologi di University of Indianapolis, dalam wawancaranya bersama The New York Times. Menurutnya, absennya makeup mencolok enggak mengurangi keutuhan diri pengantin sebagai perempuan.

“Mereka justru punya harapannya sendiri yang bertentangan dengan harapan orang lain, dan suaranya lebih dihargai,” ujarnya.

Fenomena no makeup sebenarnya mulai jadi tren sejak 2016 silam. Waktu itu, penyanyi Alicia Keys mulai mengampanyekan #NoMakeup di media sosial. Sejak berusia 16 tahun, ia bergantung dengan riasan wajah, dan merasa enggak nyaman kalau enggak dandan. Maka itu, Keys berhenti merias wajahnya lantaran ingin memberdayakan dan membebaskan diri, dari batasan yang dibentuk masyarakat. 

Kemudian, pada 2018 Meghan Markle mencuri perhatian dengan “no makeup” makeup look di hari pernikahannya. Ia tampak elegan dengan riasan wajah tipis yang membuatnya natural. Lalu tampilan itu turut diadaptasi sejumlah figur publik di Indonesia, di hari pernikahannya.

Kendati demikian, “no makeup” makeup look tampaknya bukan pilihan bagi sebagian pengantin, lantaran dinilai terlalu sederhana dan enggak cukup bikin pangling. Namun, sebenarnya ada beberapa hal yang enggak dibahas, ketika membicarakan makeup pengantin yang manglingi, seperti beberapa hal berikut:

Baca Juga: Resepsi Pernikahan Mahal Demi Gengsi Keluarga

1. Mitos Keperawanan

Kata sejumlah warganet di Twitter, ada beberapa faktor yang bikin mempelai perempuan kelihatan manglingi di hari pernikahannya. Misalnya jarang pakai makeup tebal, dan pernah melakukan hubungan seksual alias sudah enggak perawan.

Alasan pertama masih masuk akal dan bisa diterima. Wajar dong, seseorang yang sehari-harinya enggak pernah merias wajah atau dandanannya lebih simpel, tiba-tiba memakai foundation, concealer, dan bedak sampai berlapis-lapis.

Namun, perkara keperawanan itu boleh kita pertanyakan ramai-ramai. Sebab, jika dilihat-lihat, enggak ada hubungannya antara wajah dan hubungan seksual. Mungkin interpretasinya begini, kalau riasan wajahnya enggak bikin pangling, tamu-tamu akan menilai pernikahannya sederhana. Artinya, enggak banyak pundi-pundi rupiah yang harus dikeluarkan, padahal pernikahan (katanya) hanya sekali seumur hidup.

Otomatis, itu akan mengundang para tamu undangan untuk berbisik, ada sesuatu yang ditutupi dari pernikahan tersebut. Bisa hamil di luar nikah, atau kedua mempelai ketahuan berzina, sehingga cepat-cepat dinikahkan, demi menghindari kabar buruk yang beredar.

Ada juga yang mengatakan, orang-orang menilai aura pengantin perempuan yang masih perawan lebih terpancar, sehingga hasil riasannya manglingi. Bahkan, itu juga jadi tolok ukur kesuksesan dandanan pernikahan. Sayangnya, sampai artikel ini ditulis, saya belum tahu dari mana asal usul mitos tersebut—dan belum menemukan riset pendukung yang membuktikan.

Padahal kalau dipikir-pikir, aura itu semestinya terlihat ketika mempelai perempuan bahagia. Begitu juga dengan kecantikan yang terpancar. Selain keterampilan tangan si makeup artist (MUA) dalam “menyulap” kliennya, investasi merawat wajah dengan skincare dan asupan makanan juga berperan, lho.

Lagi pula, mosok iya kalau makeup-nya crack sana-sini, yang disalahkan si pengantin perempuan, alih-alih kemampuan perias yang B aja? Pun kalau pernah melakukan hubungan seksual, tetap bukan urusan para tamu, bukan?

Baca Juga: Sejarah ‘Makeup’: Lelaki Juga Pakai Gincu dan Bedak

2. Standar Kecantikan di Hari Pernikahan

Selain berkaitan dengan mitos, kenyataannya makeup tebal yang dinilai manglingi masih populer di kalangan pengantin. Sebenarnya, ini juga didukung standar yang (lagi-lagi) diciptakan masyarakat dan dianggap lazim, bahwa perempuan sudah seharusnya terlihat cantik di hari pernikahan.

Dalam hal ini, sejumlah orang memandang pernikahan sebagai momen sakral yang dinantikan dalam hidup. Alhasil, penampilan yang totalitas juga harus memukau tamu undangan, biar nggak luput dari pujian mereka.

Sebenarnya definisi pangling bukan berarti harus berubah drastis dari penampilan aslinya. Yang penting si pengantin lebih cantik aja, mau itu berdempul tebal maupun tipis-tipis, asalkan tetap memesona.

Namun, enggak sedikit interpretasi bikin pangling yang selama ini ditetapkan, justru berarti sebaliknya—alias 180 derajat berbeda dari penampilan sehari-hari. Bahkan, cenderung menggunakan standar kecantikan eurosentris dan berusaha tampil seperti Barbie.

Mulai dari menggunakan softlens berwarna biru, hijau, dan abu-abu. Kemudian, warna kulit wajah yang kontras dengan tangan karena hanya tampak putih tanpa kontur. Sampai akhirnya sedikit yang mengenali, siapa sosok di balik riasan tersebut. Barulah hasilnya ini disebut manglingi oleh kerabat dan tamu undangan.

Jangankan para tamu, di media sosial MUA-nya sendiri juga kita bisa melihat kok, sebelum dan sesudah tangan magic itu bekerja. Atau kalau kamu mengetik “makeup manglingi” di mesin pencari, mungkin akan bereaksi sama seperti saya yang heran, kenapa before dan after tampak seperti dua orang berbeda.

Tolok ukur kecantikan eurosentris yang serba putih itu, mencerminkan segelintir masyarakat kita masih terobsesi dengan standar kecantikan, daripada menerima dan merangkul diri apa adanya. Walaupun kenyataannya, kerap permintaan dandan berdempul itu datangnya dari keluarga, bukan mempelai yang bersangkutan.

Padahal, ketika menikah, salah satu hal yang ingin ditunjukkan adalah menjadi versi terbaik diri sendiri, bukan orang lain. Jadi, apalah arti penampilan manglingi, kalau acuannya standar kecantikan yang masih digadang-gadangkan?

Baca Juga: Make Up di Rumah Saja Cara Perempuan Menghargai Diri

3. Mahalnya Tarif MUA

Omong-omong soal riasan wajah, tentu enggak lepas dari periasnya. Lagi-lagi, keterampilan tangan mereka turut berperan banyak dalam menentukan makeup pengantin yang bikin pangling.

Dari bisikan warganet, katanya kalau riasan wajah enggak kelihatan atau hanya tampak natural, berarti yang punya hajatan nggak punya cukup biaya untuk membayar MUA. Sebenarnya ini enggak bisa disalahkan juga sih, wong tarif MUA tergolong cukup mahal.

Berdasarkan riset kecil-kecilan saya di situs vendor pernikahan, paket makeup paling murah dibanderol kisaran Rp5 juta rupiah. Itu pun ditentukan berdasarkan kebutuhannya. Misalnya hanya perlu merias wajah atau beserta hair do, jumlah orang yang akan dirias, mulai jam pengerjaan, dan lokasinya.

Apalagi MUA ternama sekelas Bubah Alfian dan Marlene Hariman. Melansir Bride Story, Marlene yang belakangan ini merias Maudy Ayunda di pernikahannya, mengenakan biaya Rp10 juta hingga Rp20 juta untuk satu orang mempelai. Sementara Bubah, berkisar dari Rp8 juta hingga Rp15 juta.

Lho, kirain kalau makeup-nya natural harganya lebih murah?

Tentu tidak, Besties. Pernah saat diwawancara Parapuan, Bubah mengatakan riasan alami justru lebih sulit, dibandingkan yang terlalu tebal. “Soalnya, kita harus memikirkan complexion yang tepat untuk wajah,” tuturnya.

Bagi kamu yang belum tahu, complexion merepresentasikan warna, tekstur, dan tampilan kulit wajah. Jadi, beberapa produk yang digunakan sebagai complexion dalam riasan wajah adalah BB cream, cushion, bedak, foundation, dan concealer. Beberapa produk itu menjadi dasar dalam merias wajah, sehingga hasilnya halus dan rata.

Menurut Bubah, ia harus melihat jenis kulit pengantin sebelum mengaplikasikan complexion. Lalu diterapkan secara tipis tanpa terlihat menggunakan foundation, supaya hasilnya flawless dan natural, agar karakternya lebih menonjol. Terlihat kan, dari penampilannya Maudy Ayunda dan Eva Celia? Meskipun makeup-nya seperti nggak kelihatan, bukan berarti penampilannya akan kurang memukau.

Berkaca dari dua selebritis tersebut, mungkin ke depannya “no makeup” makeup look ini akan jadi tren di pernikahan. Soalnya enggak sedikit lho, warganet yang berkomentar ingin terlihat natural, tapi tetap cantik seperti Maudy dan Eva. Mungkin ini juga salah satu strategi para MUA dalam menciptakan tren. Kalau berhasil ngehits dan banyak peminatnya, otomatis kan tarifnya semakin naik.



#waveforequality


Avatar
About Author

Aurelia Gracia

Aurelia Gracia adalah seorang reporter yang mudah terlibat dalam parasocial relationship dan suka menghabiskan waktu dengan berjalan kaki di beberapa titik di ibu kota.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *