Issues

Drama Alis Hailey Bieber-Selena dan Obsesi Kita pada Persaingan Perempuan

Banyak dari kita terobsesi dengan drama alis antara Hailey Bieber, Selena Gomez, dan Kylie Jenner. Perseteruan antarperempuan seperti ini bukan kali pertama.

Avatar
  • March 1, 2023
  • 7 min read
  • 904 Views
Drama Alis Hailey Bieber-Selena dan Obsesi Kita pada Persaingan Perempuan

Nama Hailey Bieber, Selena Gomez, dan Kylie Jenner belakangan trending di Twitter. Semua berawal dari unggahan Instagram Story Selena Gomez, (26/2). Dalam unggahannya, Gomez mengaku tidak sengaja melakukan perawatan kecantikan yang membuat bentuk alisnya menjadi aneh.

Accidentally laminated my brows too much,” tulis Gomez di unggahan Instagram Story, seperti dikutip dari laman Los Angeles Times.

 

 

Tak beberapa lama pasca-unggahan Gomez, Kylie Jenner posting foto close up yang terfokus pada alis dengan caption This was an accident?” Tak berhenti sampai situ, Jenner lalu mengunggah foto lain yang menampilkan tangkapan layar video call antara dirinya dan Hailey Bieber.

Sama seperti unggahan sebelumnya, postingan kedua ini memperlihatkan wajah close up Jenner dan Hailey yang sama-sama mendekatkan alis ke kamera. Kedua unggahan ini sontak membuat para warganet ribut. Mereka menyimpulkan, Jenner dan Bieber memang sengaja menyindir bahkan mengolok-olok Gomez dan label mean girls pun dinobatkan kepada kedua perempuan tersebut.

Baca Juga:  Apa pun Alasannya, Grooming adalah Kekerasan Seksual

Ketika drama alis itu akhirnya menjadi tak terkontrol, Jenner angkat bicara. Melalui komentarnya di di unggahan milik akun @devotedly.yours, ia membantah sengaja menyindir dan mengolok-olok Gomez terkait alisnya.

“This is reaching. no shade towards selena ever and i didn’t see her eyebrow posts! u guys are making something out of nothing. this is silly,” tulis Kylie yang kemudian dibalas oleh Gomez.

Agreed @kyliejenner It’s all unnecessary. I’m a fan of Kylie!”

Perseteruan antarPerempuan yang Selalu Menarik Perhatian

Drama alis antara Gomez, Jenner, dan Bieber menyedot perhatian publik. Berbagai media, dalam maupun luar negeri tanpa henti memberitakan perseteruan mereka. Menariknya, walau drama tersebut sudah dibantah langsung oleh Jenner dan Gomez, publik masih tetap sibuk membahasnya. Nama dan detail drama alis ketiganya masih terus saja diproduksi ulang di berbagai media sosial. Skandal-skandal masa lalu Bieber dan Gomez–dua perempuan love interest Justin Bieber–pun turut dibawa.

Obsesi kita terhadap perseteruan seleb bukan kali pertama terjadi. Publik sejak lama terobsesi dengan perseteruan yang melibatkan drama cinta segitiga Brad Pitt-Angelina Jolie-Jennifer Aniston. Di 2000-an, orang-orang “dipaksa” berkubu kepada salah satu pihak. Jika kamu tim Aniston, berarti percaya pada kesucian pernikahan Sementara, bergabung di tim Jolie berarti kamu percaya cinta lebih kuat daripada pernikahan.

Ini tak lepas dari bagaimana tabloid, media massa yang dulu jadi sumber informasi dan digandrungi banyak pembaca di seluruh dunia kala itu, terus membincangkan dua perempuan ini. Sangking seringnya dibincangkan, perseteruan antara Aniston dan Jolie sampai disebut sebagai tabloid war terikonik pada dekade itu. Hal yang bahkan menariknya hingga detik ini pengaruh tabloid terhadap pemberitaan keduanya masih tersisa pada pemberitaan media daring yang terus menggali informasi perseteruan keduanya.

Baca Juga:Dari Kasus Sambo Hingga Mario Dandy: Bukti Sindrom ‘Blame the Woman’ Merajalela

Selain Aniston-Jolie, banyak sekali perseteruan antar perempuan yang selalu jadi perbincangan publik. Perseteruan Katy Perry dan Taylor Swift yang konon katanya mengilhami lagu “Bad Blood“, dan video musik yang menampilkan teman-teman selebriti Taylor Swift yang menjelaskan bahwa mereka membenci seseorang.

Perseteruan Tonya Harding dan Nancy Kerrigan, dua atlet figure skating pada tahun 1990-an awal yang sampai memicu berbagai skandal, sabotase pertandingan, dan kekerasan. Perseteruan Hillary Clinton dan Monica Lewinsky yang melibatkan skandal seks dan perselingkuhan. Atau perseteruan antara Britney Spears dan Christina Aguilera yang diduga karena tindakan Spears menghina bentuk dan ukuran tubuh Aguilera dan penari latarnya.

Semua perseteruan antar perempuan hadir dalam berbagai bentuk dan ukuran, dan melampaui era. Beberapa perseteruan ini di antaranya memang berakar pada fakta, tetapi mayoritasnya justru terselubung dalam rumor dan sindiran. Hal yang jadi keuntungan buat media massa membangun narasi sesuka hati mereka dan mengarahkan publik untuk terus membincangkannya.

Menariknya, dibandingkan perseteruan antar laki-laki, perseteruan antar perempuan memang selalu jadi yang paling digemari publik. Pada 2018, The Insider misalnya merilis The 24 most heated celebrity feuds of all time. Dari 24 perseteruan, hanya tiga yang melibatkan pertemuan antar laki-laki.  

Lebih lanjut, Refinery29 bahkan menuliskan perseteruan antara dua penguasa perempuan, Mary Stewart, Ratu Skotlandia, Ratu Elizabeth I dari Inggris, yang berakhir dengan pemenggalan kepala Mary Stewart pada 1587 jadi salah satu perseteruan paling ikonik sepanjang masa. Diabadikan selama bertahun-tahun melalui novel, drama, acara TV, dan film yang tak terhitung jumlahnya.

Mencari Tahu Dibalik Obsesi Kita Terhadap Perseteruan Perempuan

Obsesi publik terhadap perseteruan antar perempuan menurut Dr. Martha Lauzen, Direktur Eksekutif di Center for the Study of Women in Television and Film kepada Refinery29 sebagai ciri khas yang tertanam kuat di dalam budaya kita. “Mereka seperti udara yang kita hirup,” katanya.

Di budaya populer perseteruan ini umumnya dikenal sebagai catfight. Dalam penelitian Catfight: A Feminist Analysis dijelaskan catfight adalah perkelahian antara dua perempuan, yang sering kali ditandai dengan mencakar, mendorong, menampar, mencekik, meninju, menendang, menggigit, meludahi, menjambak, dan merobek-robek baju. Istilah ini juga dapat digunakan untuk menggambarkan perempuan yang saling menghina satu sama lain secara verbal atau terlibat dalam persaingan ketat.

Baca juga: Facebook, Telegram Sarang Predator Seksual, Perempuan dan Anak-anak Makin Rentan

Rachel Reinke selaku penulis mengatakan istilah ini pertama kali digunakan dalam doktrin Mormon pada 1854. Menggambarkan perkelahian antar perempuan yang kala itu dipoligami oleh suami mereka, sehingga mereka butuh diberikan tempat terpisah untuk tidak bisa melanjutkan perkelahian yang ada.

Dari penyebutan istilah pertamanya saja, catfight memang punya keterkaitan yang erat dengan budaya patriarki, khususnya seksisme. Melalui catfight perempuan digambarkan secara “alamiah” adalah individu yang tidak rasional. Mereka selalu bertindak sesuai dengan emosinya, cemburuan, dan lebih kompetitif satu sama lain. Dengan stereotip ini, perempuan selalu diadu domba satu sama lain, baik di depan umum maupun di lingkungan pribadi.

Lebih lanjut, setiap catfight selalu punya titik perselisihan yang terletak pada love interest dengan laki-laki, kekuasaan, dan pengakuan. Titik perselisihan ini menekankan bagaimana sampai kapan pun perempuan akan selalu ada di belakang laki-laki baik secara kecerdasan intelektual atau emosional.

Ini karena melalui catfight perempuan selalu berkelahi untuk sesuatu yang sebenarnya tidak esensial atau remeh-temeh. Didorong dengan kecemburuan, mereka bisa saling menghancurkan satu sama lain dan ironinya, penggambaran ini terus menerus diperkuat melalui media arus utama dengan citra perempuan yang berkelahi dengan cara yang menggelikan dan kekanak-kanakan.

Hal ini pun sayangnya dalam beberapa dekade terakhir semakin diperparah lewat kehadiran media sosial. Dilansir dari The Swaddle, media sosial kini punya peran penting membantu media massa dalam melanggengkan budaya catfight. Kasus Gomez, Jenner, dan Bieber jadi contoh teranyarnya bagaimana internalisasi seksisme yang dimiliki masyarakat mampu membingkai perseteruan perempuan dalam level yang lebih mengerikan.

Asumsi diperkuat dengan ilmu cocoklogi, disebarluaskan secara masif, dan mendorong publik untuk melakukan serangan pada individu. Membuat posisi perempuan yang sebenarnya sudah rentan di dunia digital semakin rentan dengan adanya doxing atau ancaman kekerasan.

Secara struktural, budaya catfight juga berdampak pada perempuan. Melalui pelanggengan budaya ini, perempuan dibentuk masyarakat untuk terus bersaing satu sama lain untuk mendapatkan predikat “better woman” atau “queen bee”.

Profesor bisnis Universitas Indiana, Catherine M. Dalton bahkan mengatakan ideologi yang dibawa dalam budaya ini membangun lingkungan toksik bagi perempuan di dunia kerja. Perempuan yang ingin mencapai kesuksesan dalam karier secara tak sadar dibentuk untuk saling menjatuhkan satu sama lain, dan membuat benteng untuk dirinya sendiri, daripada membangun jembatan untuk memungkinkan dan membimbing perempuan lain.

Reinke pun menambahkan pada gilirannya budaya catfight telah memastikan bahwa konsep persaudaraan antar perempuan atau sisterhood tidak lagi menjadi cita-cita yang banyak berpengaruh di benak para perempuan masa kini.

Seperti yang dikatakan oleh feminis Bell Hooks, “Kita diajarkan bahwa hubungan kita dengan satu sama lain justru mengurangi, bukannya memperkaya pengalaman kita. Kita diajari bahwa perempuan adalah musuh ‘alamiah’, bahwa solidaritas tidak akan pernah ada karena kita tidak bisa, tidak boleh, dan tidak terikat satu sama lain”

Konsepsi yang dimiliki perempuan terhadap sesama perempuan ini berbahaya tidak hanya bagi hubungan kita satu sama lain, tetapi juga bagi tujuan feminisme yang lebih besar. Normalisasi citra perempuan yang berkelahi satu sama lain telah menghancurkan gagasan tentang kepercayaan atau kemungkinan kolaborasi antara perempuan, dan sebagai akibatnya, benar-benar menghambat segala bentuk kemajuan politik bagi perempuan secara kolektif. 


Avatar
About Author

Jasmine Floretta V.D

Jasmine Floretta V.D. adalah pencinta kucing garis keras yang gemar membaca atau binge-watching Netflix di waktu senggangnya. Ia adalah lulusan Sastra Jepang dan Kajian Gender UI yang memiliki ketertarikan mendalam pada kajian budaya dan peran ibu atau motherhood.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *