Issues

#TadabburRamadan Asmah Syahruni: Perempuan Pendobrak dari Nahdlatul Ulama 

Setelah lama berkecimpung sebagai guru, Asmah Syahruni pindah ke jalur politik agar bisa memperjuangkan hak-hak perempuan secara strategis.

Avatar
  • April 6, 2024
  • 4 min read
  • 1078 Views
#TadabburRamadan Asmah Syahruni: Perempuan Pendobrak dari Nahdlatul Ulama 

“Jangan meminta jatah atau keistimewaan karena kodrat kita sebagai perempuan. Namun, kita harus menuntutnya jika memang itu layak buat kita. Jadi ada perjuangan, kalau kita perlu rebut posisi itu dengan argumentasi yang kuat. Itu namanya berjuang. Jangan sekali-kali berharap perempuan akan diberi hak-haknya oleh kaum pria.” 

Ini adalah pernyataan dan prinsip teguh yang dipegang Asmah Syahruni, pejuang lintas zaman. Ia adalah guru anak-anak bumiputra pada masa kolonial dan kependudukan Jepang. Lepas dari profesi guru, ia berkarier sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) periode 1955-1965.

 

 

Baca juga: #TadabburRamadan: Kartini Ternyata Jauh Lebih ‘Islami’ dari yang Kita Duga  

Kepedulian Asmah Soal Pendidikan Perempuan 

Asmah jadi perempuan pertama yang sempat memimpin muslimat Nahdlatul Ulama (NU), yang memang fokus pada agenda perempuan. Ia pun menjadi satu dari lima generasi pertama politisi perempuan NU. Rekam jejak mengesankan itu diraih lewat pendidikan yang baik. Ia bersekolah dan menentang tabu masyarakat bahwa perempuan saat itu tak semestinya terdidik. 

Asmah punya privilese sekolah bersama dengan saudara perempuan yang lain—ia sendiri sembilan bersaudara. Ia juga mendapatkan pendidikan agama Islam dari sang ayah, termasuk kemampuan membaca Alquran dan pengetahuan dasar soal tauhid. Sadar bahwa dirinya berprivilese, Asmah dengan sukarela membagi pengetahuannya pada kawan-kawan lain. Para perempuan lantas diajari baca dan tulis. Inilah yang mendasari panggilan jiwanya untuk menjadi seorang guru. 

Kepedulian pada pendidikan perempuan itu menurutun dari sang bibi yang juga seorang guru. Sang bibi banyak mengenalkan Asmah pada syair dan petuah yang mengandung pesan untuk kemerdekaan Indonesia dan pendidikan. Berulang kali ia diingatkan bahwa perempuan tak seberuntung lelaki yang bisa mengakses layanan pendidikan. 

Baca juga: #TadabburRamadan: Opu Daeng Risadju, Pahlawan Perempuan Paling Dicari Belanda Se-Sulawesi 

Perjalanan Politik Asmah Syahruni 

Setelah malang-melintang di dunia pendidikan, Asmah hijrah ke dunia politik. Dilansir dari portal resmi Muslimat NU, karier Asmah sebagai guru berakhir di 1954. Bukan karena tak mau lagi mengajar, tapi hasratnya untuk melampaui batas yang selama ini menjadi stereotip mengekang perempuan kembali bergejolak. 

Awalnya, ia diminta memimpin Muslimat NU di Kalimantan Selatan periode 1952-1956. Ia lantas membangun cabang pertama organisasi di kota Kandangan dan Amuntai. Peran asmah semakin menonjol sejak ia aktif di kongres Muslimat NU di Surabaya. Ia selalu menyuarakan agar perempuan dapat berkontribusi dengan leluasa di berbagai bidang. Termasuk di dunia politik dan juga menjadi pemimpin.   

Kiprah Asmah di dunia politik ternyata menarik perhatian banyak orang. Pada 1956, ia resmi menjadi anggota DPR RI dan hijrah ke Jakarta bersama keluarganya. Sebagai politisi, banyak gebrakannya terkait pengarusutamaan hak perempuan. Salah satunya dengan memperbolehkan perempuan menjadi anggota dewan.   

Baca juga: #TadabburRamadan: Rahmah El Yunusiyah, Pendiri Sekolah Khusus Perempuan Pertama di Masa Penjajahan 

Kepemimpinan itu Soal Tanggung Jawab 

Dalam Islam, kepemimpinan adalah soal tanggung jawab. Mengelola apa atau siapa yang dipimpinnya secara benar, bakal memberi manfaat seluas-luasnya. Tugas kepemimpinan baik laki laki maupun perempuan adalah memberikan kemudahan bukan kesulitan, menghadirkan kebaikan bukan keburukan. 

Bahkan Rasulullah SAW pernah bersabda seperti yang diriwayatkan oleh HR Bukhari dan Muslim: “Buatlah kemudahan-kemudahan dan jangan membuat kesulitan-kesulitan. Datangkanlah kegembiraan dan jangan gambarkan kesulitan.” 

Lalu di hadis lainnya, Nabi juga mengatakan: “Ya Allah, barang siapa yang mengurus dan mengelola suatu urusan bagi umatku, Lalu ia mempersulit mereka, maka persulitlah ia. Dan barang siapa yang mengenal urusan itu dengan mempermudah urusan mereka, maka mudahkanlah kehidupannya.” 

Menurut Ibnul Qayyim, ahli hadis sohor, politik adalah segala hal yang membuat semua hal jadi nyata secara dekat pada kemaslahatan dan menjauh dari keburukan. Kemaslahatan publik yang ditegaskan di dalam kitab-kitab klasik harus benar benar memberikan dampak positif yang kepada seluruh lapisan masyarakat, tanpa membedakan jenis kelamin dan latar belakangnya. Kemaslahatan itu juga perlu mempertimbangkan kebutuhan khusus perempuan yang punya kondisi reproduksi dan pengalaman ke-tubuh-an yang berbeda dengan lelaki. 

Tadabbur Ramadan merupakan produksi Magdalene bekerja sama dengan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) dan didukung oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). 



#waveforequality


Avatar
About Author

Chika Ramadhea

Dulunya fobia kucing, sekarang pencinta kucing. Chika punya mimpi bisa backpacking ke Iceland.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *