Screen Raves

Cruella dan Cara Disney Menulis Ulang Karakter Antagonis Perempuan

Cruella meredefinisi ulang karakter antagonis perempuan dongeng klasik Disney yang dua dimensional.

Avatar
  • June 18, 2021
  • 5 min read
  • 2310 Views
Cruella dan Cara Disney Menulis Ulang Karakter Antagonis Perempuan

Peringatan: artikel ini mengandung spoiler

Cruella de Vil bisa disebut sebagai tokoh antagonis Disney yang paling kejam karena tega menyakiti anjing dalmatian untuk dijadikan mantel. Rasanya mustahil menemukan justifikasi untuk perbuatannya ketika menonton semua film waralaba 101 Dalmatians (1961). Ingin mengubah persepsi tentang karakter tersebut, Disney merilis Cruella (2021) hampir dua dekade sejak film Dalmatians terakhir di tahun 2000an.

 

 

Film yang dibintangi Emma Stone itu menceritakan tentang impian Cruella menjadi perancang busana terkenal di London. Namun, sebelum menjadi Cruella, dia panggil Estella, nama asli pemberian ibunya. Keduanya pun memiliki kepribadian yang bertolak belakang, Estella jauh lebih kalem dibanding Cruella yang non-konformis dan percaya diri. 

Selama bertahun-tahun Cruella menyembunyikan jati dirinya di balik sosok Estella. Tidak bisa dimungkiri, Estella adalah seorang pekerja keras untuk mencapai mimpinya. Namun, menjadi Estella saja tidak cukup karena ia harus mencuri perhatian jika ingin mengalahkan musuhnya, Baroness von Hellman. Ia kemudian “membangkitkan” Cruella yang telah lama tertidur untuk menjadi perancang busana nomor satu. 

Dalam film itu Cruella digambarkan bukan sosok yang jahat, tetapi eksentrik sejak anak-anak. Ada juga sisi di dalam dirinya yang bisa cepat berubah sinis, licik, dan tidak bisa berhenti jika ingin mengalahkan seseorang. Cruella versi sekarang juga memiliki pendalaman karakter yang tidak dua dimensi karena dia belajar untuk tidak egois dan lebih menghargai orang-orang yang membantunya. 

Baca juga: Tokoh Perempuan Disney Masih Terjebak Stereotip Negatif Perempuan Pemimpin

Disney Mengotakkan Tokoh Perempuan

Cruella memang bukan film Disney pertama yang menceritakan sisi lain dari tokoh antagonis sebuah dongeng. Sebelumnya ada Maleficent (2014) dan sekuelnya pada 2019 yang menjadi favorit penggemar. 

Kedua film itu menceritakan “perkembangan karakter” lewat narasi baru yang tidak terikat dengan jalan cerita film terdahulunya. Cruella tidak digambarkan pembenci hewan, meskipun bersikap dingin terhadap anjing dalmatian karena ada pengalaman traumatis. Sedangkan Maleficent bukan penyihir jahat tidak berperasaan karena menjadi ibu asuh Aurora. 

Pendalaman karakter itu seolah-olah menjadi cara Disney memperbaiki kesalahan merepresentasikan perempuan dengan dua kategori saja, tuan putri cantik nan baik hati atau perempuan “tua” yang jahat dan jelek. Hal tersebut menjadi problematik karena ada nilai patriarki yang mengekang peran perempuan, sehingga harus memilih antara menjadi hitam atau putih dan tidak boleh abu-abu. 

Disney memang sudah sering dikritik atas penggambaran perempuan buruk. Selain itu, jika menampilkan karakter perempuan yang berdaya dalam dongeng klasiknya, maka harus menjadi jahat, seperti ratu atau penyihir licik. Motif mereka berbuat onar juga dangkal karena didorong oleh hal remeh temeh, seperti siapa yang paling cantik dan sekadar hadir untuk memberi masalah tanpa alasan yang jelas. 

Ada juga pendapat di media sosial yang mengatakan “ratu dan penyihir adalah tuan putri yang tidak diselamatkan.” Sama halnya dengan karakter tuan putri, pendapat itu tidak memberikan pemberdayaan untuk sang ratu menyelamatkan dirinya dan harus menunggu sosok pangeran. 

Film semacam Cruella yang menunjukkan agensi dan “menyelamatkan dirinya” lewat balas dendam menjadi angin segar. Film itu memberikan ruang bagi karakter perempuan yang dikotakkan menjadi dirinya sendiri dan penonton bisa melihat perspektif lebih luas tentang caranya menyikapi masalah hidup. 

Sama halnya dengan Maleficent, yang dia disakiti seorang raja jahat, tetapi tidak menunggu orang lain untuk menyelesaikan masalahnya. Dia melakukan pembalasan kepada sang raja kemudian tulus menyayangi Aurora, bukan menciptakan persaingan perempuan.

Ketika Disney menampilkan tokoh perempuan yang berada di tengah-tengah, melakukan kesalahan, dan memperbaikinya untuk menjadi yang lebih baik, penonton merasakan kedekatan karena ada sisi kemanusiaan. Tidak heran jika Elsa dari Frozen, Maleficent, dan Cruella yang akan dibuat sekuelnya karena respons baik penonton-menjadi film yang disukai penggemar perempuan. 

Baca juga: Putri Duyung Disney Berkulit Hitam, Kenapa Tidak?

Cruella adalah Seorang ‘Anti-hero’

Sejak awal Cruella sudah menetapkan dirinya sebagai protagonis cerita yang bukan seorang pahlawan. Hidupnya tidak “lurus-lurus” saja dan ia melakukan berbagai cara, seperti mencuri, agar bisa melanjutkan hidup.  Meskipun begitu, dia memiliki beberapa kualitas heroik, seperti melawan perundung di sekolah dan menjatuhkan Baroness von Hellman, simbol status quo dan bos yang buruk. 

Kriteria-kriteria tersebut cocok menjadikan Cruella sebagai anti-hero atau tokoh yang melakukan kebajikan, tetapi dengan alasan moral yang dipertanyakan. Karakter anti-hero, seperti Cruella, banyak digemari karena sifatnya yang kompleks, dan ada motif terselubung membuat film menarik dan lebih berliku. 

Dengan demikian, tidak heran jika Cruella membuat penonton mendukungnya melawan Baroness yang antagonis. Selain itu, dia juga menjadi pahlawan yang tidak disengaja karena  menyingkirkan musuh semua orang yang narsis tersebut. 

Baca juga: Ini Alasan Kenapa Lara Jean dan Peter Kavinsky Layak Disebut ‘Power Couple’

Kemiripan antar sesama anti-hero juga ada di Harley Quinn, Selina Kyle atau Catwoman, Annalise Keating di serial How To Get Away With Murder, dan Eleanor dari The Good Place. Mereka mengambil jalan yang tidak selalu sejalan dengan norma sosial, bergerak untuk dirinya sendiri, dan tetap disukai karena mencari keadilan dengan cara yang tidak lazim.

Cruella menunjukkan bahwa dalam setiap “keburukan” ada kebaikan, seperti dalam konsep yin dan yang. Selain itu, menjadi baik hati secara sempurna adalah sesuatu yang sulit dicapai, maka dari itu menjadi anti-hero dalam cerita bukan sesuatu yang negatif.



#waveforequality


Avatar
About Author

Tabayyun Pasinringi

Tabayyun Pasinringi adalah penggemar fanfiction dan bermimpi mengadopsi 16 kucing dan merajut baju hangat untuk mereka.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *