Madge PCR

Hubungan Platonik: Dekat dengan Seseorang tapi Sebatas Teman

Karakter Piko dan Ucup dalam ‘Mencuri Raden Saleh’ mencerminkan hubungan platonik. Apakah jenis relasi ini akan bertahan atau berubah ke hubungan romantis?

Avatar
  • September 2, 2022
  • 7 min read
  • 991 Views
Hubungan Platonik: Dekat dengan Seseorang tapi Sebatas Teman

Sejak Mencuri Raden Saleh (2022) tayang di bioskop, di Twitter ada banyak penonton memuji Piko (Iqbaal Ramadhan) dan Ucup (Angga Yunanda). Menurut mereka, chemistry di antara keduanya sangat erat, bahkan mengalahkan chemistry Piko dengan pacarnya.

Karakter Piko dan Ucup memang diceritakan sebagai dua orang sahabat. Sejak ayahnya dipenjara, Piko tinggal sendirian karena ibunya sudah lama meninggal. Sementara, Ucup digambarkan enggak punya peran keluarga nuklir. Karena itu, keduanya banyak menghabiskan waktu bersama. Ini termasuk melakukan pekerjaan sampingan sebagai pemalsu lukisan, hingga melakukan pencurian.

 

 

Kuatnya chemistry antara Piko dan Ucup membuat penggemar bahkan nge-ship mereka sebagai pasangan, terbukti dari banyaknya alternate universe (AU) fanfiction yang beredar. Dalam Mencuri Raden Saleh, karakter mereka dipotret secara platonik alias sebagai sahabat.

Istilah platonik awalnya berasal dari filsuf Yunani, Plato. Ia menjelaskan, jenis hubungan ini terjalin ketika seseorang merasa ada nilai-nilai berkualitas dalam diri individu lain yang melengkapinya. Karena itu, hubungan platonik adalah relasi pertemanan yang dibangun dengan seseorang, di mana kita bisa menaruh kepercayaan, percaya diri, dan memiliki loyalitas, sebagaimana dijelaskan oleh PsychCentral.

Baca Juga: Daya Tarik ‘Boys Love’ yang Bikin Perempuan Terpikat

Dengan kata lain, relasi ini adalah soulmate yang terbentuk dalam relasi pertemanan. Karena itu, dalam hubungan platonik, biasanya dua orang yang terlibat memang memiliki relasi yang sangat dekat. Mungkin juga mencintai satu sama lain, tanpa ada hasrat seksual di antara keduanya.

Seperti disebutkan dalam Living Intimately (2002), penulis Judith Blackstone mengatakan kemampuan untuk mencintai orang lain lebih dari sekadar memahami mereka.

“Hubungan ini memerlukan kapasitas kontak yang enggak harus secara fisik. Bisa dari cara berbicara, menunjukkan emosi, dan kesadaran yang dimiliki tentang mereka,” tulis Blackstone. “Ini perkara menyelaraskan diri dengan orang lain.”

Enggak heran kalau banyak penggemar yang berharap Ucup dan Piko menjalin relasi romantis atau lebih dari teman. Ikatan antara kedua pentolan komplotan itu bisa kita lihat di banyak adegan.

Layaknya memiliki satu kepala, mereka saling memahami dan melengkapi satu sama lain. Ketika Ucup sebagai mastermind menyusun rencana pencurian, Piko melengkapinya dengan membuat contingency plan sebagai cadangan supaya enggak gagal—atau menjalankan keduanya.

Pun mereka enggak sungkan menunjukkan kerentanan terhadap satu sama lain. Contohnya ketika hubungan Piko dengan ayahnya rusak, ia menumpahkan emosinya di hadapan Ucup yang kemudian menenangkannya. Bahkan, Ucup menekankan kalau Piko masih punya dirinya sebagai sahabat.

Itulah mengapa hubungan platonik sering disalahartikan. Sebagai audiens atau orang yang melihat ikatan tersebut, kita kerap menyayangkan kenapa mereka enggak menjalin relasi romantis aja dibandingkan hanya bromance—istilah yang menggambarkan kedekatan, hubungan non-seksual, dan penuh afeksi di antara dua laki-laki.

Pun juga yang menjadi pertanyaan, apakah bisa menjalin hubungan yang 100 persen didasarkan pada pertemanan?

Baca Juga: Pemujaan Senyap pada Sahabat Sesama Perempua

Mempertahankan Hubungan Platonik

Ketika mendengar “platonic relationship”, enggak sedikit dari kita yang mempertanyakan pertanyaan di atas. Pasalnya, yang kerap terjadi adalah muncul keinginan untuk menjadi pasangan. Terlebih karena melibatkan ikatan emosional, meskipun tidak terdapat keintiman fisik.

Kenyataannya, dalam hubungan platonik, seseorang lebih tertarik menjadi teman baik dan suportif untuk individu lainnya. Mereka enggak melihat masa depan bersama sebagai pasangan. Kalau pun memiliki rencana bersama, adalah tetap sebagai teman dalam jangka panjang.

Namun, bukan berarti tidak ada kemungkinan hubungan platonik berubah menjadi romantis. Dalam tulisannya di Psychology Today, penulis Diana Raab menjelaskan penyebabnya. Adalah ketegangan seksual yang bisa muncul, terutama dalam hubungan heteroseksual.

“Mau itu hubungan personal atau profesional, akan tetap ada sexual tension itu. Walaupun mereka bukan pasangan,” jelasnya.

Jika berada dalam situasi tersebut, kemungkinan untuk mempertahankannya adalah menekan hasrat seksual. Masalahnya, ketika pertemanan platonik berubah menjadi intim secara seksual, batasan di antara mereka akan kabur.

Kendati demikian, perubahan jenis hubungan itu bergantung pada kekuatan fondasi relasinya. Apabila dalam pertemanan itu keduanya terbiasa menunjukkan perhatian, kepedulian, menunjukkan afirmasi lewat kata-kata dan body language, serta keintiman itu menjadi hal positif, kemungkinannya akan memperkuat relasi.

Namun, jika yang terjadi sebaliknya, justru kemungkinannya akan merusak hubungan platonik.  

Untuk mempertahankannya, ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Yang pertama adalah buat boundaries dalam pertemanan. Mengutip Healthline, ini mampu melindungi kesejahteraan emosional sekaligus menghargai kebutuhan satu sama lain.

Batasan itu dapat berupa sejauh mana boleh melakukan physical touch, atau mengirimkan unggahan di media sosial yang menyinggung dan tidak. Namun, setiap orang memiliki batasannya masing-masing sehingga sebaiknya ditanyakan, apa yang bikin mereka nyaman dan enggak nyaman.

Yang kedua keep in touch. Sebuah relasi enggak bisa berjalan kalau hanya satu orang yang berusaha. Karena itu, penting bagi kedua pihak untuk saling berkomunikasi, tanpa menunggu satu sama lain. Selain bertukar kabar, bisa saling mengirimkan meme atau hal-hal yang mengingatkan satu sama lain. Yang penting akan membuka komunikasi.

Ketiga, menunjukkan eksistensi berupa dukungan emosional, atau hadir ketika keberadaan kita dibutuhkan. Hal yang dianggap sederhana ini secara enggak langsung akan menyampaikan bahwa mereka berharga.

Keempat, jujur dan terbuka terhadap satu sama lain. Kalau dirasakan mulai muncul ketertarikan seksual, lebih baik utarakan perasaan tersebut. Umumnya yang menjadi ketakutan adalah kehilangan sosok teman, yang mana merupakan konsekuensi. Tapi, ada kemungkinan obrolan tersebut justru semakin mempererat hubungan.

“Kalau dipendam, justru akan muncul perasaan cemburu dan marah ketika berkencan dengan orang lain,” jelas penulis Crystal Raypole dalam tulisannya di Healthline.

Baca Juga: Untung Rugi Memacari Sahabat Sendiri

Memiliki Hubungan Platonik dan Romantis

Selain sulit membedakan antara hubungan platonik dan romantis, ada hal lain yang kerap menjadi permasalahan. Adalah memiliki platonic relationship dan relasi romantis di saat bersamaan.

Di balik persahabatan Piko dan Ucup yang begitu nempel dengan satu sama lain misalnya, ada Sarah (Aghniny Haque), pacar Piko yang sering cemburu.

Sarah sering bertanya-tanya, mengapa Ucup selalu mengetahui hal-hal yang Piko sembunyikan darinya. Bahkan, ia kesal dengan hanya melihat pacarnya yang lagi bareng dengan Ucup.

Menurut pakar hubungan dan terapis Rachel Sussman, cemburu dengan teman pasangan seperti yang dirasakan Sarah merupakan hal wajar. Sebagai manusia, kita memiliki kecenderungan untuk melindungi diri sendiri dan orang-orang di sekitar. Karena itu, seseorang akan cemas ketika ada sosok yang dianggap membahayakan hubungan. Ia takut kehilangan pasangannya.

“Mungkin kita mendeskripsikan perasaan tersebut sebagai cemburu, tapi sebenarnya kita takut sesuatu yang buruk akan terjadi dalam hubungan. Lalu, kita kehilangan orang yang dicintai,” terang Sussman dikutip dari VICE.

Terlepas dari penjelasan Sussman tentang perasaan cemburu, kita dapat melihat bagaimana hubungan platonik berpotensi jadi masalah baru dalam relasi romantis. Walaupun kalau dipikir-pikir enggak masuk akal, cemburu dengan teman pasangan yang sudah jelas jenis relasinya berbeda. Pun seharusnya pertemanan itu enggak menjadi kekhawatiran, selama hubungan platonik itu enggak mengganggu relasi platonik.

Namun, emosi tersebut tetaplah valid, terlebih jika perilaku pasangan melampaui batas dalam relasi. Contohnya ketika pasangan dan temannya sering pergi bareng sementara kamu enggak pernah diajak. Bisa juga ketika pasangan lebih sering curhat ke temannya, atau tingginya intensitas mereka berkomunikasi.

Psikolog QuaVaundra Perry bilang, kedua hal tersebut merupakan dua tanda utama kamu perlu mengajak pasangan ngobrol tentang relasi pertemanannya. Sebab, ia perlu mengetahui perasaanmu dan kamu berhak dimengerti.

Yang perlu diperhatikan ketika sedang membicarakan hal ini adalah cara menyampaikannya, termasuk intonasi dan pilihan kalimat. Kalau kamu langsung memberikan tuduhan, kemungkinannya pasangan akan merasa disudutkan. Karena itu, coba sampaikan secara asertif disertakan contoh, dan bagaimana hal itu memengaruhi perasaanmu. Toh prasangka tidak dapat dikonfirmasi lewat tudingan.

Sementara, jika pasangan memberikan respons negatif, Sussman menyarankan untuk tidak menanggapi dengan agresif. “Coba sampaikan kalau kamu menyampaikannya untuk memperbaiki hubungan, dan kamu tersakiti dengan kata-katanya,” tuturnya.

Sussman menambahkan untuk mempertimbangkan relasi tersebut. Apakah ia sosok yang kamu inginkan? Bagaimana dengan hubungan tersebut ke depannya?

Selain mengetahui tujuan dan batasan dari relasi romantis, dengan demikian kita juga dapat memperjelas sejauh apa hubungan platonik itu berjalan.



#waveforequality


Avatar
About Author

Aurelia Gracia

Aurelia Gracia adalah seorang reporter yang mudah terlibat dalam parasocial relationship dan suka menghabiskan waktu dengan berjalan kaki di beberapa titik di ibu kota.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *