June 23, 2025
Issues

Komentar Kepala Babi sampai Gaji 15 Juta: Saat Celetukan Pejabat Jadi Sorotan Publik

Ada saja gebrakan dari pejabat publik yang suka asal melempar statement.

  • May 22, 2025
  • 7 min read
  • 1060 Views
Komentar Kepala Babi sampai Gaji 15 Juta: Saat Celetukan Pejabat Jadi Sorotan Publik

Di era digital yang serba-cepat dan serba-terbuka kayak sekarang, ucapan pejabat publik sudah enggak bisa asal ceplos tanpa mikir. Sekali keluar ke publik, omongan mereka bisa langsung viral, bisa dipuji, bisa juga jadi bahan roasting netizen. Akhir-akhir ini, beberapa tokoh pemerintahan lagi-lagi jadi sorotan gara-gara pernyataan kontroversial pemerintah yang bikin banyak orang geleng-geleng. Dari yang menyebut ukuran celana jeans sampai bahas gaji orang Indonesia, sampai ada juga yang nanggepin kasus teror ke media dengan candaan soal kepala babi.

Misalnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pernah bilang kalau gaji Rp15 juta itu tanda orang sehat dan pintar. Enggak cukup sampai situ, dia juga bilang ukuran celana jeans bisa menentukan seberapa cepat kita “menghadap Tuhan.” Bahkan, meski sekarang sudah di kabinet Presiden Prabowo, dia masih menyebut Jokowi sebagai bosnya. Sementara itu, Hasan Nasbi, Kepala Komunikasi Kepresidenan, merespons isu serius kayak teror ke Tempo dengan komentar yang malah dianggap enggak punya empati. Terus ada juga Wakil Menteri Agama yang bilang ormas minta THR itu “budaya lebaran“—yang tentu saja langsung ramai dibahas publik.

Fenomena seperti ini bikin kita berpikir: Apakah para pejabat mulai kehilangan sense soal situasi publik? Atau jangan-jangan ini menunjukkan kalau cara komunikasi publik kita memang lagi bermasalah, antara bercanda, tapi enggak tahu tempat, atau serius tapi enggak nyambung? Kalau begini terus, bukan tidak mungkin pernyataan kontroversial pemerintah makin sering terjadi dan mengikis kepercayaan publik.

Baca Juga: Pasal-pasal Kontroversial dalam Perppu Cipta Kerja

1. “Jokowi Masih Bos Saya”

Dikutip dari Kompas, pernyataan menarik dilontarkan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin saat berkunjung ke rumah Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), bareng Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono.

Dalam momen silaturahmi itu, Budi menyebut kalau Jokowi masih ia anggap sebagai bosnya, meskipun saat ini ia menjabat di pemerintahan Presiden Prabowo.

“Ini silaturahmi aja, soalnya Pak Jokowi kan masih bos saya. Saya sama istri datang buat minta maaf lahir batin dan sekalian minta doa juga biar beliau dan Ibu tetap sehat. Saya kan masih menjabat sebagai Menteri Kesehatan,” kata Budi.

Meski terdengar sopan dan personal, komentar ini tetap masuk dalam jajaran pernyataan kontroversial pemerintah karena dinilai menimbulkan persepsi ganda di tengah transisi pemerintahan yang sedang berjalan.

2. “Gaji Rp15 Juta Bikin Lebih Sehat?”

Masih dikutip dari Kompas, dalam sebuah acara diskusi bertajuk Double Check yang digelar di Jakarta Pusat, Sabtu (17/5/2025), Budi Gunadi menyampaikan pandangan soal hubungan gaji dengan kualitas hidup. Menurutnya, orang yang berpenghasilan Rp 15 juta cenderung lebih sehat dan pintar dibanding mereka yang digaji Rp 5 juta.

“Bedanya orang yang gajinya Rp15 juta sama Rp5 juta itu cuma dua: yang satu lebih sehat dan lebih pintar. Soalnya kalau enggak sehat dan enggak pintar, ya enggak mungkin bisa digaji Rp15 juta,” ujarnya.

Budi juga menambahkan, selama gaji mayoritas masyarakat masih di bawah angka itu, Indonesia belum bisa disebut sebagai negara maju. “Kalau kita mau jadi negara maju di 2045, tantangannya ya gimana caranya dorong orang-orang biar naik dari Rp5 juta ke Rp15 juta,” tambahnya.

Sebagai Menteri Kesehatan, Budi menekankan bahwa tugas utamanya bukan mengobati orang sakit, tapi memastikan masyarakat tetap sehat. “Menteri Kesehatan itu tugasnya bukan jadi dokter yang nunggu orang sakit, tapi mencegah biar enggak sakit. Makanya namanya Menteri Kesehatan, bukan Menteri Kesakitan,” tuturnya.

Ucapan ini langsung viral dan menjadi salah satu pernyataan kontroversial pemerintah yang dianggap tidak sensitif terhadap realitas ekonomi mayoritas masyarakat Indonesia.

Baca Juga: Carut Marut Pemerintahan Prabowo: Tanggung Jawab Siapa?

3. Ukuran Jeans dan Risiko Kesehatan

Dalam peluncuran layanan kesehatan baru di Jakarta Pusat (14/5), Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan peringatan yang cukup unik soal kesehatan pria. Dikutip dari Tempo, Ia bilang, kalau ukuran celana jeans pria sudah lewat angka 32–33, artinya harus waspada karena itu bisa jadi tanda obesitas.

“Pokoknya, kalau cowok beli celana jeans ukurannya 34 ke atas, ya itu sudah masuk kategori obesitas. Dan biasanya, yang obesitas punya risiko lebih besar buat cepat ‘menghadap Yang Maha Kuasa’,” ucap Budi sambil bergurau di hadapan Gubernur Jakarta, Pramono Anung.

Meski terdengar blak-blakan, Budi menekankan kalau ucapannya bukan untuk mempermalukan bentuk tubuh siapa pun. Tujuannya murni mengingatkan soal pentingnya menjaga lingkar pinggang demi menghindari penyakit kronis. “Saya bukan mau body shaming ya, tapi emang datanya bilang begitu. Saya aja nih masih agak gemukan, jadi saya juga kena tegur,” candanya.

Meski niatnya edukatif, celetukan ini jadi viral dan termasuk pernyataan kontroversial pemerintah yang menuai pro dan kontra karena dianggap menyederhanakan masalah kesehatan.

4. Komentar Kepala Babi yang Bikin Geger

Pernyataan kontroversial pemerintah lainnya datang dari Hasan Nasbi, Kepala Komunikasi Kepresidenan RI, terkait teror yang menimpa redaksi Tempo. Saat kantor Tempo menerima kiriman kepala babi, sebuah aksi intimidasi yang mengganggu banyak pihak, komentar Hasan justru terdengar tak empatik.

“Masak aja tuh kepala babi,” ujarnya santai ke media. Hasan juga menyinggung unggahan jurnalis Tempo, Francisca, yang menurutnya malah bercanda minta dikirimi daging babi. “Artinya dia enggak merasa terancam dong?” lanjutnya.

Hasan juga menyebut bahwa karena Tempo sendiri menanggapinya dengan candaan, publik tak perlu terlalu heboh. “Ini urusan mereka dengan siapa pun pengirimnya. Bisa saja itu cuma lelucon. Jadi enggak usah dibesar-besarkan,” katanya.

Padahal, teror ke Tempo tak berhenti di situ. Beberapa hari kemudian, redaksi kembali mendapat kiriman berupa enam bangkai tikus yang dipenggal. Kasus ini pun jadi sorotan publik dan dikecam banyak pihak, termasuk Aliansi Jurnalis Independen (AJI), sebagai bentuk nyata intimidasi terhadap pers kritis.

“Ini bentuk ancaman simbolik dan intimidasi ke jurnalis perempuan dan kerja-kerja jurnalistik secara umum,” tulis AJI dan LBH Pers dalam pernyataan resminya.

Baca Juga: Serbi-serbi Cara Pemerintah ‘Gaslight’ Kritik Warga

Klarifikasi Hasan Nasbi: “Itu Bukan Buat Ngeledek Pers”

Usai ucapannya viral dan menuai kritik, Hasan Nasbi memberikan klarifikasi. Dikutip dari CNN Indonesia, Ia menyebut bahwa ide “masak saja kepala babi” itu muncul karena melihat unggahan Francisca di media sosial.

“Kan saya cuma mengutip X-nya Cica, wartawan Tempo yang jadi korban teror itu. Saya malah setuju banget sama cara dia nanggepin, santai dan cerdas,” katanya dalam wawancara yang dikutip dari detik (22/3).

Hasan menegaskan kalau maksudnya bukan buat meremehkan media, tapi justru ingin merendahkan pelaku terornya. “Kalau kita masak tuh kiriman, itu cara melecehkan penerornya balik. Biar mereka enggak punya kekuatan lagi,” ucapnya.

Namun tetap saja, publik menilai ini sebagai pernyataan kontroversial pemerintah yang kurang empatik dalam menghadapi isu kebebasan pers.

5. Ormas Minta THR? Kata Wamenag Itu Budaya Lebaran

Menjelang Lebaran, sejumlah organisasi masyarakat (ormas) kerap bikin heboh karena kedapatan meminta “jatah” THR ke para pemilik usaha. Salah satu kasus yang viral datang dari Depok, di mana tiga ormas disebut-sebut mengirimkan surat permintaan THR dengan alasan menjaga keamanan selama Ramadan dan Idulfitri.

Surat dari ormas-ormas itu tersebar di media sosial dan bikin resah para pengusaha lokal. “Beberapa pemilik usaha di Sawangan bilang mereka merasa enggak nyaman setelah menerima surat permintaan dana keamanan dari tiga ormas sekaligus,” tulis salah satu unggahan yang ramai dibahas netizen.

Tapi ternyata, fenomena ini ditanggapi cukup santai oleh Wakil Menteri Agama (Wamenag), Muhammad Syafi’i. Dalam sebuah video yang dikutip CNN Indonesia, ia menyebut kalau ormas minta THR itu sudah jadi bagian dari tradisi Lebaran di Indonesia.

“Menurut saya itu budaya lebaran saja. Dari dulu juga begitu, jadi enggak usah dibikin ribet,” ujar Syafi’i dalam kutipan video dari 20Detik.

Pernyataan itu langsung menuai respons keras dari masyarakat. Padahal, secara aturan, THR (Tunjangan Hari Raya) adalah hak yang wajib diberikan oleh perusahaan kepada para pegawai menjelang hari besar keagamaan. Kadang-kadang, pelaku usaha juga suka memberikan THR sebagai bentuk apresiasi ke pelanggan setia mereka.



#waveforequality
About Author

Kevin Seftian

Kevin merupakan SEO Specialist di Magdalene, yang sekarang bercita-cita ingin menjadi dog walker.