Barisan Orang Pintar dan Sehat Bergaji di Bawah 15 Juta yang Sakit Hati dengan Menkes

Setelah bilang laki-laki dengan ukuran celana jeans di atas 32-33 lebih cepat menghadap Tuhan, Menkes Budi Gunadi Sadikin bilang hanya orang pintar dan sehat yang bisa memeroleh gaji Rp15 juta.
Dia sedang berbicara tentang upah di Indonesia yang belum layak untuk mencapai hidup sehat. Seraya membandingkan gaji di Indonesia dan di luar negeri, Budi berkata, Indonesia belum bisa dikategorikan sebagai negara maju. Tantangan terbesar, menurutnya, adalah menaikkan gaji Rp5 juta ke Rp15 juta di 2045.
Namun, tiba-tiba Budi berkesimpulan, persoalan gaji tergantung pada kondisi orang masing-masing. “Ini kan masalah gaji, masalah orang. Kalau menurut saya sih cuma dua, apa sih bedanya yang gaji 15 juta sama 5 juta cuma dua: Satu yang 15 juta pasti lebih sehat dan lebih pintar,” katanya, (17/5)
“Kalau dia enggak sehat dan enggak pintar, enggak mungkin gajinya Rp15 juta, pasti gajinya Rp5 juta. Kalau dia pintar enggak sehat, sama juga, kalau dia sehat aja tapi enggak pintar, sama juga,” lanjutnya.
Masalahnya kita tahu, in this economy, banyak orang pintar dan sehat yang gajinya di bawah atau senilai Upah Minimum Regional (UMR).
Baca juga: Dear Prabowo, Setop Samakan Pohon Sawit dengan Tanaman Hutan
Pendidikan Tak Setinggi Gaji
Dosen Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung (FSRD ITB) Ardhana Riswarie tak habis pikir membaca pernyataan Budi di berita, (18/5). Padahal, selain menjabat Menkes, dia juga ketua Majelis Wali Amanat Institut Teknologi Bandung (MWA ITB). Namun, Budi tak sadar bahwa gaji dosen di institusinya, belum mencapai angka Rp15 juta.
“Mungkin dia juga tidak menyadari kali ya, bahwa sebetulnya di dalam badan yang dia juga involve, sebetulnya kami tuh gajinya enggak segitu. Kan kami termasuk yang dia sebut gajinya kecil,” ucap Ardhana kepada Magdalene, (20/5).
Gaji yang diperolehnya sebagai dosen bahkan tidak sampai Rp5 juta. Memiliki jabatan fungsional pertama sebagai asisten ahli, Ardhana mendapat slip gaji bertuliskan Rp3,4 juta setiap bulannya. Jika nanti dia sudah mengurus kenaikan jabatan fungsional kedua sebagai lektor, maka angka di slip gaji tersebut bertambah jadi Rp3,7 juta.
Di luar gaji pokok, Ardhana mendapatkan uang senilai Rp1,8 juta per bulan setelah mengurus sertifikasi dosen. Kemudian, jika beban mengajarnya melebihi yang diwajibkan, dia bisa mendapatkan full time equivalent (FTE), atau akumulasi tambahan jam kerja.
FTE hanya bisa diraih jika seorang dosen mengajar SKS melebihi kewajiban, membimbing mahasiswa mengerjakan skripsi, tergabung sebagai panitia atau satuan tugas di kampus, dan melakukan penelitian.
“Sisanya itu tergantung sayanya ‘rajin’ atau enggak nih? Sebetulnya itu kalau take home pay saya biasanya per bulan sekitar Rp9 sampai 10 juta, take home pay saya. Enggak nyampe 15 juta, mohon maaf,” terangnya.
Ardhana sendiri melanjutkan studi S3 di Australia untuk melanjutkan kariernya sebagai dosen, karena diwajibkan oleh kampus. Maka itu, dia berupaya mencari beasiswa secara mandiri dan akhirnya memulai studinya pada 2023.
Baca juga: Surat Terbuka untuk Miftah Maulana: Setop Berlindung di Balik Kata “Maaf Bercanda”
Kepintaran dan Liputan
Selain dosen, wartawan juga merupakan profesi yang memerlukan kepintaran dan kesehatan, tetapi tidak digaji Rp15 juta. Wartawan di salah satu media online, Xena Olivia juga merasa risih kepada pernyataan Menkes soal gaji. Menurutnya, kepintaran seseorang tak bisa dinilai dari gaji.
Sebagai wartawan dengan gaji UMR Jakarta, Xena merasa profesinya memerlukan kondisi kesehatan yang mumpuni dan kepintaran. Liputan yang menumpuk tak mungkin dia lakukan tanpa kondisi kesehatan yang prima. Sementara, menentukan ide dan sudut pandang liputan, menyunting video, serta mewawancarai narasumber memerlukan keahlian dan nalar yang baik.
“Pintar pun definsinya luas, misalkan gue bisa ketemu narasumber dan gue bisa menggali cerita dia, padahal gue baru 5 menit ngobrol, itu kan butuh kepintaran. Jadi kayak apa sih yang menurut dia pintar?” lanjutnya.
Lagipula, menurut Xena, kepintaran bahkan bisa terbukti sebelum seseorang memiliki gaji. “Walaupun gaji gue enggak sampai Rp15 juta, dulu waktu kuliah IPK gue 3,7, relatif cukup tinggi, TOEIC gue 900, dan itu semua terbukti sebelum gue punya gaji,” ujarnya kepada Magdalene, (19/5).
Karena itu, pernyataan Budi soal gaji, menurutnya tidak bisa dipertanggungjawabkan karena tidak memiliki definisi yang jelas. Komunikasi publik seperti ini malah membuat masyarakat marah dan lelah.
Baca juga: Surat Terbuka untuk Dedi Mulyadi: Sebagai Warga Jabar, Saya Kecewa
Pernyataan Bikin Bingung
Mengurus administrasi yang ruwet, mengajar di kelas, dan mendapatkan beasiswa secara mandiri tentu saja memerlukan kesehatan dan kepintaran. Di sisi lain, membuat produk jurnalistik yang punya tanggung-jawab menginformasikan publik secara akurat tentu saja tidak bisa dilakukan secara asal-asalan.
Pun demikian, alih-alih mendapat kenaikan gaji jadi Rp15 juta, mereka malah mendapatkan pernyataan tak sensitif yang dibuat Budi. Meski kesal dan tak habis pikir, Xena dan Ardhana mencoba berbaik sangka. Sayangnya, percobaan itu gagal. Prasangka baik mereka tetap saja berujung pada kebingungan dan kekesalan.
Ardhana mengatakan, Budi mungkin sedang berupaya melakukan sarkasme saat menyinggung soal gaji. Pun demikian, tetap saja, dia merasa bingung. Sebagai menteri yang punya kewenangan untuk membuat peraturan dan mempengaruhi kehidupan orang banyak, ke mana sarkasme dan kritik itu ditujukan?
Selain itu, Ardhana juga mempertanyakan tujuan Budi. “Sebetulnya dengan tone seperti itu, dia mau apa, apa yang mau di-achieve gitu, dengan bicara itu, dengan tone demikian. Kalau saya kan berbaik sangka aja, oke dia pakai tone sarkas, tapi dia sarkasnya kepada siapa?”
Sementara, Xena yang akhir-akhir ini merasa pejabat senang membuat statement nyeleneh, berbaik sangka bahwa mereka tidak serius saat mengatakannya. Padahal tugas mereka bukan bercanda. Mereka seharusnya bisa membuat kebijakan yang baik untuk masyarakat, supaya bisa meningkatkan gaji masyarakat.
“Harusnya bukan ranah mereka bercanda kayak gitu, ranah mereka itu ngubah gaji kita jadi Rp15 juta. Lagian juga, buka mau gue enggak punya gaji 15 juta,” tutup Xena.
