June 16, 2025
Issues Korean Wave Politics & Society

Belajar dari My Day: Sudah Saatnya Konsumen Konser Berserikat 

Absennya perlindungan atas hak-hak konsumen konser membuat penggemar Day6, My Day mendorong pertanggungjawaban promotor dan negara.

  • May 21, 2025
  • 11 min read
  • 529 Views
Belajar dari My Day: Sudah Saatnya Konsumen Konser Berserikat 

Ainun, 30, terbangun di pagi hari dengan hati yang sesak. Cuma kurang tujuh hari ia bakal menonton konser band Korea Selatan favoritnya Day6 di Stadion Madya Gelora Bung Karno, Jakarta. Namun, nomor kursi tiket tak kunjung didapat. Saban hari, ia melihat kotak masuk email dan media sosial: Hasilnya nihil. 

Pekerjaannya di kantor mulai tak karuan. Rapat-rapat penting dilaluinya dengan setengah sadar, sementara jari-jarinya mengetik dengan terburu-buru. Di malam hari, matanya menatap langit-langit kamar dengan pikiran penuh memikirkan uang hasil kerja lemburnya yang bakal raib percuma. 

Ainun adalah My Day (sebutan penggemar Day6) Makassar. Untuk bisa menonton Sungjin dkk di Jakarta, ia harus merogoh kocek sebesar Rp7 juta. Jumlah itu termasuk tiket, hotel, serta pesawat ke Jakarta. 

Berulang kali Ainun merapal doa agar uang yang bahkan lebih tinggi dari Upah Minimum Kota (UMK) Makassar itu enggak berakhir sia-sia. Namun pada saat keberangkatan, (2/5), mimpi buruk Ainun benar-benar jadi kenyataan. Ainun yang kala itu tengah mempersiapkan koper dan memastikan jadwal penerbangan, mendapatkan informasi dari Tiket.com bahwa tiketnya tidak valid lagi. Sehingga, ia harus mengajukan pengembalian dana (refund). Kepanikan melaju kencang, memaksa Ainun menahan tangis di tengah hiruk pikuk Bandara Sultan Hasanuddin. 

“Aku frustrasi. Mentalku down banget, tapi karena sudah terlanjur (memesan hotel dan pesawat) aku memutuskan tetep ke Jakarta walau enggak tahu nasibnya bakal gimana,” cerita Ainun kepada Magdalene. 

Foto: Dokumentasi Fiyya, 26, My Day yang mengikuti aksi protes di “section ngemper” Stadion Madya, GBK, Jakarta

Baca juga: Kanjuruhan Bukan yang Pertama: Solidaritas ARMY Datang dari Pesan Kasih 

Banyak Korban 

Ainun bukan satu-satunya My Day yang merugi—ribuan My Day di seluruh Indonesia kecewa sejak hari pertama tiket presale dibuka pada (6/1). Saat itu, antusiasme My Day relatif besar hingga server situs Mecimapro yang buruk kewalahan menampung lonjakan kunjungan

Akibatnya, akun-akun keanggotaan Mecimapro (membership) terverifikasi, mendadak “menghilang” dari database server. Ada pula yang uangnya tersedot melalui Virtual Account ganda atau terjebak status “pending payment” tanpa ada kepastian kapan konfirmasi tiket diberikan ke mereka. 

Dalam keterangan tertulis My Day Berserikat yang diterima Magdalene, dana konsumen senilai ratusan juta—dilaporkan mencapai Rp541.755.000—mengendap karena Mecimapro bersikukuh meneruskan penjualan tanpa perbaikan sistem. Sementara banyak calon penonton tak kunjung menerima pengembalian dana atau penjelasan resmi selama hampir satu minggu penuh.  

Seiring waktu, eskalasi pelanggaran hak konsumen oleh Mecimapro semakin tak terbendung. Pada (21/3) pukul 22.00 WIB, Mecimapro tiba-tiba mengumumkan perubahan venue konser dari Jakarta International Stadium (JIS) ke Stadion Madya Gelora Bung Karno (GBK). Mereka beralasan JIS akan digunakan untuk pertandingan Liga 1 pada (27/4). Mereka mengeklaim keputusan ini sudah diketahui agensi dan telah dibahas dalam rapat produksi di Daejeon, Korea Selatan. 

Foto: Dokumentasi Fiyya, 26, My Day yang mengikuti aksi protes di “section ngemper” Stadion Madya, GBK, Jakarta

Namun saat pengumuman pemindahan venue, Mecimapro tidak menyediakan opsi pengembalian. Hal ini kemudian memicu protes dan kekecewaan My Day yang sudah menunggu-nunggu konser stadium Day6. 

Salah sayunya Dee, 31 yang mendambakan bisa menonton konser Day6 di JIS. Menurutnya JIS merupakan tempat paling ideal untuk menikmati konser band. Enggak hanya karena kontur tempatnya yang datar sehingga memungkinkan penggemar dari bagian tribun melihat seluruh personil band, lokasinya tertutup dan aman dari risiko hujan. Selain itu, ia berpengalaman menonton konser idol Korea Selatan lain di JIS yang bikin ketagihan akan atmosfer konser meledak-ledak. 

Puncaknya terjadi pada hari-H, (3/5). Venue yang dipindah dari JIS ke Stadion Madya GBK dibanjiri hujan deras. Tanpa mitigasi cuaca yang baik, penonton dibiarkan basah kuyup. Tenda-tenda yang harusnya bisa membuat penonton aman dan hangat bahkan tidak dipersiapkan layak.  

Dalam pantauan media sosial, beberapa bahkan ada yang  yang ambruk karena bocor terkena terpaan hujan deras. Di tengah kekacauan ini, Mecimapro memutuskan menunda konser hingga pukul 20:30 WIB. Penonton yang sudah lelah dan kedinginan dibiarkan menunggu tanpa ada kompensasi sedikitpun. 

Baca juga: Tak Cuma ‘Photo Card’: Bagaimana Penggemar K-Pop Terlibat Aktivisme 

Protes Penggemar  

Fiyya, 26, datang ke Stadion Madya GBK pada pukul 16:00. Kedatangannya bukan lagi untuk menonton konser band Korea Selatan favoritnya. Ia datang membawa amarah dan rasa kecewa karena tiketnya tak lagi valid dan mesti dikembalikan. Bersama sahabatnya, Fiyya menuju “section ngemper” – area depan Stadion Madya GBK yang dipadati My Day lain yang senasib dengannya sejak pukul 16:00.  

Tidak peduli jika hujan deras sukses membuat mereka basah kuyup, Fiyya tetap bertahan di area itu hingga konser Day6 selesai di tengah malam. Keteguhan hati Fiyya ini bukan tanpa alasan. Ia memang sengaja datang untuk melakukan aksi protes. 

Jauh-jauh dari Bekasi, Fiyya membawa tujuh poster berisi tuntutan dan luapan kekesalan yang ia desain dan dicetak ekspres sendiri sehari sebelumnya. Lengkap dengan bandana protes yang diberikan oleh My Day Berserikat, tanpa lelah Fiyya bergiliran mengangkat poster buatannya tinggi-tinggi sambil berteriak. Tak jarang aksinya bersama My Day lain bikin orang-orang di GBK melirik penasaran.  

“Yang dalam pikiranku waktu itu cuma satu. Kita enggak mau dipermainkan terus oleh promotor. Kita nuntut pertanggungjawaban. Jadi setiap member (Day6) lagi ngomong sama fans atau jeda lagu, kita pasti neriakin tuntuan. Refund atau mecima bubar. Kalau jeda lagu pasti kami teriakin refund atau mecima bubar,” ceritanya. 

Foto: Akun Instagram resmi My Day Berserikat

Tidak hanya lewat aksi protes dii section ngemper, sebelum hari manggung Day6, My Day sudah lebih dulu melakukan aksi protes di ranah digital. Berulang kali My Day menyusun strategi untuk memviralkan kasus pelanggaran hak konsumen oleh Mecimapro lewat berbagai hastag di X seperti #Mecimanotprofessional, #Mecimarefundsekarang, atau #KawalRefundMecima.  

Strategi aksi My Day pun semakin solid berkat kehadiran My Day Berserikat. Lahir pada akhir Maret lalu, My Day Berserikat adalah kolektif penggemar yang digerakkan secara pro bono oleh tim yang seluruh anggotanya adalah perempuan. Dengan semangat solidaritas, akuntabilitas, dan kepedulian terhadap sesama penggemar melakukan berbagai kerja-kerja kolektif yang tidak hanya fokus pada edukasi, tetapi juga advokasi hingga ke level agensi yang menaungi DAY6 dan pemerintahan. 

Dalam hal edukasi, My Day Berserikat membagikan informasi terkait hak-hak konsumen, kronologi permasalahan konser DAY6 “Forever Young in Jakarta”, serta langkah-langkah yang dapat diambil oleh penggemar untuk menuntut pertanggungjawaban dari promotor Mecimapro. Mereka juga yang bertanggung jawab dalam berbagai macam kampanye digital, salah satunya lewat hashtag #KawalRefundMecima yang sempat viral di X. 

Advokasi juga tak luput mereka lakukan. Pada level agensi, My Day Berserikat adalah kolektif di balik pengiriman truk berisi pesan protes ke kantor JYP Entertainment di Seoul, Korea Selatan. Truk tersebut mereka sewa lewat crowdfunding sebagai bentuk tekanan kepada pihak manajemen artis agar mengambil tindakan terhadap promotor lokal yang dianggap tidak bertanggung jawab. 

Dalam upaya advokasi di tingkat pemerintahan, mereka jugalah orang-orang di balik pengajuan pengaduan resmi ke Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN). Mereka menghadiri audiensi dengan BPKN untuk menyampaikan kronologi kasus dan tuntutan pengembalian dana kepada Mecimapro. BPKN menanggapi dengan mengirimkan surat kepada Mecimapro yang berisi permintaan agar proses refund diselesaikan dalam waktu 30 hari kerja terhitung sejak 14 April 2025.  

Untuk terus mengawal pengembalian dana ini, My Day Berserikat lewat secara berkala melakukan pemantauan. Mengandalkan data independen yang mereka kumpul dan himpun sendiri, per Selasa lalu (20/5) My Day Berserikat mencatat dana yang dikembalikan baru mencapai 11,7 persen dari total yang seharusnya, yaitu sekitar Rp 504 juta dari total Rp 4,91 miliar. 

Foto: Akun Instagram resmi My Day Berserikat

Baca juga: Di Balik Donasi BTS ARMY: Solidaritas Buat Kanjuruhan, Urunan Demi Kemanusiaan 

Konsumen Konser 

Hariati Sinaga, Dosen dan Peneliti di Program Studi Kajian Gender Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia angkat suara. Ia bilang, aksi protes My Day dan hadirnya My Day berserikat adalah angin segar bagi gerakan kolektif di Indonesia. Selama ini ungkapnya serikat dimaknai sempit sebatas serikat pekerja saja, padahal jika mengacu pada pemaknaan umum, serikat memiliki makna yang lebih luas.  

“Serikat itu sebenarnya adalah kolektif atau perkumpulan bersama. Kolektif ini dibentuk oleh suatu kelompok untuk memperkuat power mereka terhadap penyalahgunaan ataupun potensi-potensi manipulasi. Makanya dalam bahasa Inggris secara umum dikenal sebagai union,” jelas Hariati. 

Dalam konteks My Day Serikat sebut Hariati, serikat dibentuk untuk mendorong hak dan perlindungan konsumen industri hiburan terutama konser yang selama ini masih dikesampingkan oleh pemerintah. Hal ini tergambar dari jumlah aduan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang mencapai 507 atau hampir setengah dari jumlah total aduan pada 2024 yakni sebanyak 1.675 aduan. 

Pengembalian dana tiket konser seringkali menjadi permasalahan yang diadukan ke YLKI sebut Hal ini sempat disampaikan Sekretaris Jenderal Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Rio Priambodo dalam Kelas Bijak 7 Mei lalu. Konsumen mengeluhkan proses pengembalian yang rumit, informasi yang tidak transparan, batas waktu yang tidak jelas, hingga layanan pelanggan yang sulit dihubungi.  

Foto: Dokumentasi Fiyya, 26, My Day yang mengikuti aksi protes di “section ngemper” Stadion Madya, GBK, Jakarta

Padahal kata Rio berdasarkan pasal 4 huruf h UU Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999, konsumen berhak mendapatkan kompensasi, ganti rugi, atau penggantian jika layanan yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian. Selain itu, sesuai pasal 4 huruf c, penyelenggara konser wajib memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai syarat pengembalian dana, termasuk besaran potongan dan waktu pengembalian dana. 

Tak ketinggalan kata Rio, berdasarkan pasal 18 Pasal telah diatur larangan penggunaan klausula baku dalam perjanjian atau dokumen yang ditawarkan pelaku usaha kepada konsumen. Klausula baku tersebut dilarang apabila menyatakan hal-hal tertentu yang merugikan konsumen. Karena itu diubahnya term & conditions secara sepihak oleh promotor apalagi tanpa ada pertanggung jawaban kata Rio sudah bisa masuk dalam sanksi pidana. 

Sayangnya menurut Rio dengan berbagai pelanggaran hak konsumen, promotor tidak kunjung mendapatkan sanksi. Pemerintah masih belum tegas menerapkan regulasi dan cenderung saling melempar tanggung jawab antar instansi atau kementerian. 

“Di kasus konser ini memang ketika terjadi seperti ini. Apalagi pemerintah juga tidak memfasilitasi punya pengaduan konsumen soal konser itu sendiri,” jelasnya. 

Pentingnya Berserikat untuk Mendorong Pemenuhan Hak 

Tidak adanya perlindungan nyata bagi konsumen inilah yang kemudian mendorong My Day untuk berserikat. Menurut Hariati, My Day menyadari bahwa posisi mereka sebagai konsumen belum diperhitungkan. Jika mereka bergerak secara sporadis atau per individu, mereka akan semakin ditekan dan mungkin sulit untuk melawan. Apalagi tidak bisa dimungkiri mayoritas dari My Day adalah perempuan yang secara sosial mengalami proses marginalisasi berlapis.  

Nathania dari Bersama Kpoper, serikat konsumen konser mengatakan, konsumen konser K-Popers yang mayoritas masih perempuan sering kali dianggap remeh. Mereka dianggap tidak kritis bahkan terlalu bodoh, sehingga berulang kali terjerat kasus hukum dengan promotor. 

“Padahal ketika kami menghimpun datanya semua konser yang ada di Indonesia ini, bahkan yang bukan K-pop sekalipun itu bermasalah. Jadi apakah maksudnya enggak ada konser sekalian aja gitu di Indonesia? Kan enggak gitu pola pikirnya,” kata Nathania. 

Nihilnya perlindungan nyata dan peminggiran perempuan penggemar membuat aksi kolektif alias berserikat alias jadi jawaban yang tepat. Dengan berserikat, kata Hariati, perempuan tidak hanya dapat menekan tekanan yang bakal mereka alami karena identitas gendernya. Perempuan di saat bersamaan juga bisa meningkatkan leverage atau agensi yang berguna untuk, mendorong pemenuhan hak sebagai konsumen. 

Foto: Dokumentasi Fiyya, 26, My Day yang mengikuti aksi protes di “section ngemper” Stadion Madya, GBK, Jakarta

Lewat serikat, perempuan telah sukses membangun suatu gerakan yang lebih berkelanjutan yang didasari oleh kesadaran kelas. Hal ini memungkinkan anggotanya untuk terus memperjuangkan hak dan kepentingan bersama secara sistematis, bukan sekadar reaksi sesaat. Dengan struktur yang jelas dan jaringan yang solid, serikat mampu menjaga konsistensi advokasi dan membangun kekuatan sosial yang tahan lama.Kemungkinan potensi penindasan atau pelanggaran ke depannya bisa diantisipasi dan diperjuangkan. Sehingga pada gilirannya suara perempuan bakal makin diperhitungkan. 

“Supaya ya tidak lagi meremehkan hal ini gitu kan tadi kan karena berkolektif itu jadi meningkatkan daya tekan juga daya negosiasi. Tidak hanya ke pemerintah, tapi pihak promotor bahkan agensi,” tuturnya. 

Ucapan Hariati bukan omong kosong belaka. Melalui kerja-kerja kolektif, My Day Berserikat memberikan contoh baik pada My Day lain. Bahwa suara penggemar memiliki kekuatan untuk mendorong perubahan dan menuntut keadilan dalam industri hiburan. Tak heran, pada akhirnya kasus pelanggaran hak konsumen oleh Mecimapro dapat atensi besar hingga Kementerian Perdagangan melalui Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (Ditjen PKTN) turun tangan dan beberapa anggota DPR RI seperti Rivqy Abdul Halim dan Lamhot Sinaga menyatakan harus ada perbaikan terhadap perlindungan konsumen konser, 

Langkah ini menunjukkan advokasi yang dilakukan My Day Berserikat berhasil menarik perhatian pihak berwenang dan mendorong tindakan dari pemerintah untuk melindungi hak-hak konsumen. Melalui kerja kolektif ini, My Day Berserikat tidak hanya memperjuangkan hak-hak mereka sendiri, tetapi juga memberikan contoh bagaimana komunitas penggemar dapat berperan aktif dalam mengadvokasi perlindungan konsumen di industri hiburan. 



#waveforequality
About Author

Jasmine Floretta V.D

Jasmine Floretta V.D. adalah pencinta kucing garis keras yang gemar membaca atau binge-watching Netflix di waktu senggangnya. Ia adalah lulusan Sastra Jepang dan Kajian Gender UI yang memiliki ketertarikan mendalam pada kajian budaya dan peran ibu atau motherhood.