June 21, 2025
Culture Issues Screen Raves

‘Bullying’ dalam Film ‘Jumbo’: Antara Fiksi dan Realitas

Ada pelajaran penting tentang bullying dari Don dan gengnya.

  • May 15, 2025
  • 4 min read
  • 2578 Views
‘Bullying’ dalam Film ‘Jumbo’: Antara Fiksi dan Realitas

Sebagai film animasi dalam negeri paling laris sepanjang masa dengan lebih dari 9 juta penonton, film Jumbo (2025) tak henti menjadi buah bibir masyarakat. Bahasan menarik dari film ini pun beragam, salah satunya mengenai realita sosial perundungan bullying yang hingga saat ini masih sering dianggap ‘wajar’ dalam interaksi anak-anak.

Jumbo menyuguhkan kisah Don sebagai tokoh utama yang dirundung oleh teman-temannya karena tubuhnya yang besar. Ini tampak pada adegan ketika Don ingin bermain kasti bersama rekan sebayanya dan sempat disebut gendut oleh teman-temannya.

Cerita ini menunjukkan dinamika latar sosial budaya di Indonesia yang relevan dengan masyarakat saat ini. Sebab, kasus perundungan di sekolah masih marak. Angka bullying pada konteks pendidikan di Indonesia belakangan justru meningkat.

Namun, penonton perlu memberikan perhatian lebih mengenai penggambaran tersebut. Terutama terkait ketimpangan antara realitas di lapangan dan gambaran fiksi di karya populer. Pasalnya, gambaran fiksi yang dikonsumsi berulang kali dalam jangka panjang dapat memunculkan keyakinan palsu (false consciouseness) di masyarakat Indonesia.

Baca juga: Ada Diri Kita dalam Don dan Kawan-kawan ‘Jumbo’

Realitas Sosial dalam Film Jumbo

Karya populer, termasuk film Jumbo, umumnya menawarkan isi cerita dan pesan moral yang menggambarkan kondisi sosial masyarakat tertentu.

Karya populer yang menyelaraskan realita lapangan dan representasi bukanlah hal baru. Pada era Orde Baru, contohnya, musik menjadi ekspresi dan visualisasi tekanan pemerintah terhadap masyarakat Indonesia saat itu.

Beberapa karya yang terkenal di antaranya lagu Tikus-Tikus Kantor dan Surat Buat Wakil Rakyat karya Iwan Fals yang menunjukkan aksi perlawanan terhadap pemerintahan korup di masanya. Contoh lain dapat kita lihat pada film 1 Kakak 7 Ponakan (2024) dan Home Sweet Loan (2024) yang menunjukkan realitas sosial ekonomi Indonesia saat ini.

Baca juga: Mari Ngobrol ‘Adegan Dewasa’ dalam ‘Home Sweet Loan’

Antara Fiksi dan Realitas

Selain menunjukkan realitas sosial, karya populer juga bisa menunjukkan realitas yang terdistorsi atau menyimpang.

Film Jumbo (2025) menggambarkan bagaimana peran lingkungan sosial dalam mengatasi bullying. Karakter Don yang digambarkan adaptif dan memiliki rekan sebaya yang supportif menjadikannya karakter yang mengatasi tindak bullying secara positif.

Sayangnya, ini belum tentu terjadi di dunia nyata.

Tindak bullying justru kerap memunculkan dilema bagi para saksi mata yang disebut bystander effect. Dilema tersebut memberikan gambaran bahwa para penyintas bullying di Indonesia belum tentu bisa keluar dari kemungkinan dampak negatif bullying karena tidak memiliki lingkungan yang mendukung.

Bullying di Indonesia

Pada tahun 2020, angka bullying di lingkungan sekolah yang tercatat adalah 91 kasus. Angka ini terus naik hingga mencapai 573 laporan kasus per tahun 2024.

Tidak hanya di tingkat sekolah dasar, beberapa kasus bullying juga masih marak terjadi di lingkungan pendidikan tinggi. Sebut saja kasus perundungan calon dokter spesialis.

Selain angka bullying yang tinggi di Indonesia, kita juga perlu melihat dampak bullying pada penyintas. Penyintas bisa terdampak secara negatif akibat tindak bullying, seperti menunjukkan gejala gangguan kesehatan mental dengan melukai diri atau perilaku agresif ke orang lain. Bullying juga bisa berdampak panjang dan memengaruhi hubungan individu dengan orang lain di masa depan.

Langkah pertama adalah membandingkan fenomena serupa di lingkungan nyata. Film Jumbo (2025) menampilkan peran orang-orang di sekitar Don sehingga dia tangguh dan ulet dalam menghadapi bullying. Ini seharusnya membuat kita mendorong dukungan yang sama di dunia nyata, semisal peran guru, kurikulum sekolah, pemerintah, dan tentu saja diri kita sendiri.

Selain itu, masyarakat umum juga bisa lebih mawas diri, bahwa mereka adalah variabel kontrol yang bisa menentukan apakah bullying akan berakhir atau berlanjut. Ditambah, adanya tantangan sosial dari perkembangan teknologi digital saat ini terkait informasi atau media yang beredar di publik.

Tonton: Jangan Sebut 1 Kakak 7 Ponakan Film Keluarga

Meskipun penggambaran film Jumbo (2025) masih timpang dengan kondisi riil saat ini, kita sebagai penonton perlu aktif memahami dan mengkritisinya. Dengan begitu, kita dapat mengonsumsi karya populer tanpa harus dibutakan oleh keyakinan palsu yang ada di dalamnya.

Achmed Faiz Yudha Siregar, Research Coordinator, Center for Digital Society

Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.



#waveforequality
About Author

Achmed Faiz Yudha Siregar