Culture

Ini Kenapa Chappel Roan Layak Disebut Seorang Jenius

Chappell Roan sukses memadukan estetika drag, transparansi emosional, dan strategi marketing cerdas.

Avatar
  • January 23, 2025
  • 4 min read
  • 327 Views
Ini Kenapa Chappel Roan Layak Disebut Seorang Jenius

Aesop, penulis fabel zaman Yunani, pernah dikutip mengatakan, “Kalau engkau mencoba menyenangkan semua orang, sebenarnya engkau tidak menyenangkan siapa pun.”

Ungkapan klasik itu ternyata relevan dengan musisi modern, dalam hal ini Chappell Roan. Dalam perjalanan kariernya menuju ketenaran, si Midwest Princess itu tidak berusaha memuaskan semua orang. Dengan merangkul keberagaman, keberanian, dan kejujuran emosional, ia menciptakan ruang bagi penggemarnya untuk menjadi diri sendiri. Untuk itu Roan, menurut saya, layak disebut musisi jenius.

 

 

Pertama-tama, kejeniusan Roan ada di strategi visual branding yang menggunakan estetika drag. Mendengar istilah drag, biasanya yang ada di pikiran orang adalah laki-laki yang berpenampilan seperti perempuan (drag queen) atau perempuan yang berpenampilan maskulin (drag king). Bagi saya, estetika drag adalah perlawanan pada konsep biner. Maka sah-sah saja jika Roan, seorang perempuan cisgender dan musisi queer, mengadopsi estetika ini dengan tetap memperlihatkan sisi hiper-feminitasnya.

Estetika drag sendiri merupakan fluiditas, yang merayakan perbedaan, bukan mengkotak-kotakkan identitas. Roan secara lugas menyanyikan hal ini dalam salah satu lagunya, “Pink Pony Club”: “I heard that there’s a special place, where boys and girls can all be queens every single day …”

Baca juga: Mengalami “BRAT”, Mendalami Sisi ‘Pop Girlie’ Charli

Strategi pemasaran ceruk Chappell Roan

Keandalan Chappell Roan yang lain adalah memakai strategi pemasaran yang menyasar target ceruk. Dari penampilan dan lirik lagu, sudah jelas ia menyasar muda-mudi yang terbelenggu dalam stereotip biner atas jenis kelamin, gender, dan seksualitas. Untuk menggapai target pasar ini, Roan tak hanya memanfaatkan media sosial dengan sistem analitiknya, ia juga menerapkan cara-cara yang lebih tradisional seperti menjadi pembuka konser atau tur musisi lain. Jika Sabrina Carpenter membuka tur Taylor Swift, Roan membuka Guts World Tour-nya Olivia Rodrigo, di mana mereka berduet membawakan HOT TO GO! Hal ini juga dapat menjadi inspirasi seniman maupun entrepreneur lainnya. 

Chappell Roan, seperti Charli XCX dalam albumnya brat, juga menunjukkan dualitas identitas melalui visual branding yang kuat. Di media sosial, ia kerap tampil dengan riasan tebal dan kostum unik, namun juga tak ragu menampilkan sisi santai dengan wajah tanpa riasan. Pendekatan ini menciptakan kedekatan dengan penggemar, terutama di kalangan Gen Z yang terbuka terhadap isu kesehatan mental.

Namun, keputusannya untuk mengutamakan kesehatan mental dan menetapkan batas dengan penggemar terkadang memicu perdebatan. Beberapa pihak mengkritik bahwa ketenaran menuntut layanan penggemar alias fan service yang konsisten. Tapi patut diingat bahwa musisi juga pekerja yang bisa mengalami kelelahan fisik dan emosional.

Roan pernah membatalkan penampilannya di Raleigh, Paris, dan Amsterdam karena terkejut dan kewalahan dengan reaksi penggemarnya. Ia kemudian menyampaikan penyesalan di platform X dan berjanji memberikan klarifikasi. Namun pembatalan ini tetap memancing respons beragam. Seperti yang ditulis oleh Emma Ginsberg di The Every Girl, Oktober 2024, hubungan parasosial yang terlalu intens kadang menciptakan rasa tidak adil bagi penggemar yang tidak mendapatkan kesempatan bertemu idolanya. Hal ini menimbulkan ketegangan yang berbahaya.

Baca juga: Review ‘Hit Me Hard and Soft’: Album Billie Eilish Terbaik

Kepedulian Chappell Roan terhadap komunitas

Sebelum ketenaran mulai menggerogoti waktu privasinya, Chappell Roan selalu memprioritaskan penggemar dan penonton konsernya. Pada 2021, ia pernah tampil di hadapan hanya 150 penonton untuk membawakan “Pink Pony Club”. Namun, seiring bertambahnya popularitas, ia perlu berunding soal strategi baru dengan tim pemasaran dan berkonsultasi dengan psikolog, agar pembatalan konser tidak terus terjadi mendadak. Pembatalan kurang dari H-7, terutama saat penggemar telah memesan tiket penerbangan tanpa uang kembali jika batal, dapat merusak reputasi profesionalnya.

Terlepas dari kendala tersebut, emotional branding yang telah Chappell Roan bangun adalah keberhasilan dalam menjalin hubungan mendalam dengan penggemar. Meski Sebagian orang mencemooh sikap pasif-agresif Roan dalam merespons kemarahan penggemar akibat pembatalan konser musiknya, masih ada penggemar yang bersimpati akan alasan terkait kesehatan mental.

Visual branding dan ceruk yang telah ia kembangkan saat kuat, sesuai dengan kutipan Aesop di awal, yang mengintakan bahwa kita tidak dapat menyenangkan semua orang.

Dyara adalah lulusan Ilmu Komunikasi di konsentrasi Hubungan Internasional. Penulis yang mendalami budaya pop sebagai jendela isu global, manusia, dan dinamika sosial.



#waveforequality


Avatar
About Author

Dyara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *