Issues

Kesetaraaan Gender Jadi Fokus Pembangunan RI, tapi Isu ‘Sensitif’ Terlewatkan 

Pemerintah menghindari topik seperti aborsi, kesehatan reproduksi perempuan, dan LGBT. Sementara, persekusi kepada kelompok rentan terkait isu itu jalan terus.

Avatar
  • November 21, 2024
  • 3 min read
  • 358 Views
Kesetaraaan Gender Jadi Fokus Pembangunan RI, tapi Isu ‘Sensitif’ Terlewatkan 

Indonesia berkomitmen terhadap Deklarasi dan Platform Beijing untuk mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan sebagai landasan dari pembangunan nasional. Namun keseriusan tersebut dipertanyakan oleh organisasi masyarakat sipil (CSO). Mereka melihat beberapa isu utama gender justru masih dikecualikan dalam strategi pembangunan pemerintah. 

Pada hari ke-2 Konferensi Tingkat Menteri Asia Pasifik untuk meninjau tiga puluh tahun Deklarasi dan Platform Beijing (Beijing +30), Direktur Hak Asasi Manusia dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri Indah Nuria Savitri menjabarkan kebijakan pemerintah yang “humanis dan responsif gender” untuk pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.  

 

 

Salah satunya menargetkan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025-2045, yang mengintegrasi berbagai isu, termasuk perubahan iklim dan ekonomi perawatan. 

Baca juga: Apa itu COP29: Pendanaan Iklim dan Dampaknya buat Perempuan 

“Rencana ini memvisikan masa depan di mana kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan telah terealisasi dengan utuh, dengan memastikan dan menguatkan tata kelola pengarusutamaan gender melalui pendekatan seluruh pemerintah,” ungkap Indah di Konferensi Beijing +30 Asia Pasifik di Bangkok, Thailand.  

Strategi kedua adalah mempromosikan peluang kerja yang setara lewat kebijakan ekonomi perawatan untuk perempuan, lewat UU Kesejahteraan Ibu dan Anak (UU KIA), dan pengembangan Peta Jalan Ekonomi Perawatan 2025-2045.  

Pemerintah juga berkomitmen menyediakan akses pendidikan dan kesehatan, mempromosikan kepemimpinan dan pembuatan keputusan, meningkatkan peran perempuan dalam ekonomi dan angkatan kerja, melindungi perempuan dari kekerasan, dan mengimplementasi kebijakan pengarusutamaan gender dalam pemerintah. 

“Kami sangat sadar norma sosial dan budaya tetap menjadi hambatan yang kuat yang terus menghambat partisipasi perempuan dalam berbagai bidang. Sehingga, Indonesia meningkatkan upaya untuk menentang stereotip lewat advokasi bertarget dan strategi komunikasi yang bertujuan menggeser norma untuk menjamin keadilan bagi perempuan dan laki-laki,” ujarnya.  

Ia menambahkan kolaborasi adalah kunci, antara pemerintah, organisasi masyarakat sipil, sektor swasta, dan pemimpin masyarakat dan agama, khususnya laki-laki dan anak laki-laki.  

Baca Juga: Konferensi Iklim Didominasi Laki-laki, Saatnya Tingkatkan Keterlibatan Perempuan 

Tak Sejalan dengan Praktiknya 

Namun pernyataan pemerintah dikritisi oleh perwakilan organisasi masyarakat sipil. Mereka memandang masih banyak isu penting yang tidak diangkat karena masih dianggap sensitif.  

Adriana Venny dari Lembaga Partisipasi Perempuan termasuk salah satu pihak yang menyatakan kekecewaannya. Menurutnya, isu hak-hak seksual dan kesehatan reproduksi (Kespro) serta keragaman gender dan seksualitas (LGBT), masih absen dalam pernyataan pemerintah dalam forum tersebut. Ia mengatakan topik-topik yang dibahas tergolong topik yang “aman”, seperti pemberdayaan ekonomi.  

“Sementara yang topik-topik yang urgen, justru yang sangat memengaruhi perempuan Indonesia ini akhirnya tidak terangkat, seperti isu aborsi aman,” tutur Venny, salah satu perwakilan dari CSO pada Konferensi Asia Pasifik Beijing +30. 

“Akhirnya kembali ke CSO lagi yang harus menyuarakan kespro, aborsi aman, dan LGBT. Padahal kita tahu persekusi (untuk kelompok rentan terkait isu-isu tersebut) masih jalan terus.”  

Ia juga mengingatkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) masih belum disahkan setelah dua puluh tahun, dan keterwakilan perempuan masih belum pernah mencapai kuota 30 persen.  

Isu-isu yang diutarakan Venny juga tidak disinggung oleh Asisten Deputi Pengarusutamaan Gender di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Eko Novi Ariyanti di forum meja bundar di hari yang sama.  

Baca Juga: COP 28 Sepakati Dana ‘Loss and Damage’ atau Ganti Rugi Krisis Iklim, Apa itu? 

Eko menekankan fokus pemerintah untuk memberdayakan perempuan dengan memberikan akses pada pendanaan, layanan pengembangan bisnis dan pendampingan dalam Kebijakan Pengembangan Kewirausahaan Nasional.  

“Lebih lanjut, adanya Rencana Kerja Nasional tentang Gender dan Perubahan iklim, menancapkan peran dan partisipasi perempuan dalam ekonomi hijau dan penciptaaan lapangan kerja hijau, serta untuk mengarusutamakan perempuan dalam aksi iklim,” tambahnya.  



#waveforequality


Avatar
About Author

Devi Asmarani

Devi Asmarani is the co-founder and Editor-in-Chief of Magdalene. She has enjoyed resisting every effort to tame her and ignoring every expectation tied to her gender.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *