Community

Rayakan Hari Kartini Lintas Negara Jadi Selebrasi Ide Sekolah Virtual Perempuan

Perayaan hari Kartini dengan tema „Melek Data Melek Teknologi“ agar peserta sekolah perempuan mampu bersikap kritis, tidak mudah percaya hoax dan mampu memanfaatkan teknologi untuk pengembangan diri yang positif.

Avatar
  • April 22, 2021
  • 4 min read
  • 321 Views
Rayakan Hari Kartini Lintas Negara Jadi Selebrasi Ide Sekolah Virtual Perempuan

Sekolah Virtual Perempuan menyelenggarakan perayaan hari Kartini yang diikuti oleh 63 peserta yang sebagian besar adalah perempuan Indonesia dari berbagai lokasi di tanah air seperti Jakarta, Makassar, Lombok, Padang, Kupang, Surabaya, Gresik dan Sidoarjo. Acara ini melibatkan komunitas sekolah perempuan di berbagai lokasi, komunitas perempuan tuli dan para perempuan Indonesia yang tinggal di berbagai negara. Acara pada tahun ini mengambil tema „Melek Data Melek Teknologi“ yang bertujuan agar peserta dalam sekolah perempuan mampu bersikap kritis, tidak mudah percaya hoax dan mampu memanfaatkan teknologi untuk pengembangan diri yang positif.

Acara berisi pembacaan surat yang ditulis para perempuan untuk mengekspresikan pendapat dan pengalaman kesehariannya sesuai profesi dan domisili keberadaannya. Dyah Narang – Huth, pendiri Bengkel Bahasa di Hamburg, Jerman menuliskan surat tentang kecemasan peran ganda yang disematkan pada perempuan itu dianggap sebagai sebuah penindasan yang bersembunyi di balik pujian perempuan itu serba bisa. Sementara Alamanda, perempuan Indonesia yang bermukim di Spanyol menuliskan pengalaman menikah dengan warga negara asing tidak selamanya seperti kisah putri dan pangeran negeri dongeng. Surat lainnya, Elizabet Ivani, buruh tani Indonesia yang menjadi penyintas Covid-19. Ivani bercerita tentang pengalaman merasakan getirnya masa pandemi dan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan di wilayah tempat tinggalnya.

 

 

Dyah Narang-Huth dari Jerman sedang membacakan suratnya.

 

Acara menulis dan membacakan surat menjadi segmen acara yang menarik. Vinny Flaviana Hyunanda selaku panitia berpendapat bahwa acara ini menghidupkan kembali kebiasaan Kartini dalam bertukar informasi dan cerita kepada sahabat-sahabat perempuan di Belanda. Vinny menambahkan surat menjadi media untuk saling berbagi kisah duka, cerita bahagia dan harapan tentang perihal yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.

Vinny menegaskan perlunya ruang untuk perempuan bereskpresi menyuarakan hal-hal penting dan sarat makna akan isu perempuan yang masih sering diabaikan. Dalam segmen suara puan misalnya, terdapat sejumlah suara keterwakilan perempuan yang menggambarkan pengalaman kesehariannya. Ada Siska Hamidatul Aini dari Lombok yang bercerita tentang masih maraknya pernikahan dini dalam lingkungan tempat tinggalnya. Lainnya ada Christophora Nisyma dari Jerman yang memotivasi perempuan muda Indonesia untuk gigih memperjuangkan pendidikan yang tinggi. Kemudian Hanna dari Spanyol yang bercerita tentang tantangan buruh migran yang terkendala bahasa dan budaya yang berbeda.

Acara yang mengundang animo perempuan lintas profesi ini juga melibatkan partisipasi mereka dalam bentuk karya seni. Ifa Miscbach yang berprofesi sebagai Psikolog menuliskan puisi „Anak Perempuan Bertanya Pada Tuhan“. Puisinya berisi refleksi perempuan yang tidak punya otonomi atas tubuhnya sendiri. Puisi lainnya berjudul „Ibu Bumi Diperkosa“ ditulis dan dibacakan oleh Arahmaiani, seorang Penyair dan Seniman. Puisi ini menjadi refleksinya atas ancaman lingkungan hidup yang semakin merajalela. Ekspresi lainnya dituangkan oleh Putri Ayusha, Penggiat Kolase yang menampilkan seni kolase yang berjudul „Tubuh Kedua“. Putri berhasil mengajak partisipan yang hadir untuk merefleksikan identitas perempuan yang terhubung dengan elemen lainnya.

Selanjutnya tantangan apa yang sedang kita hadapi sekarang ini? Demikian acara yang berlangsung dua jam ini mengambil benang merah dari rangkaian acara yang digelar. Bermula dari situasi pandemi Covid-19 yang berlangsung lebih dari satu tahun, perempuan adalah segmen masyarakat yang paling terdampak. Kasus kekerasan terhadap perempuan yang semakin meningkat pun dipicu atas situasi kondisi pandemi. Ketika berbagai negara mengimplementasikan kebijakan lock down yang mewajibkan masyarakat untuk tetap di rumah, sayangnya banyak perempuan mengalami rumah bukanlah tempat yang aman untuk berlindung.

Tidak hanya itu, beban perempuan yang semakin bertambah karena ruang kerja produktif dan reproduktif bercampur menjadi satu, tanpa sekat dan tidak mengenal waktu. Pembagian kerja berdasarkan konstruksi gender yang tradisional semakin menyudutkan posisi kaum perempuan. Situasi lainnya bagi perempuan Indonesia yang berdomisili di luar Indonesia kerap merasa sendiri, tidak memiliki support system memadai dan akhirnya jatuh ke lembah depresi berkepanjangan.

Iva Hasanah dari Indonesia sedang berbicara maksud dan tujuan program sekolah virtual perempuan.

 

Situasi tersebut mendorong terbentuknya solidaritas sesama perempuan Indonesia untuk membuat media kolaboratif sebagai gerakan berbagi dan belajar bersama dengan kondisi yang beragam. Dalam acara ini, Iva Hasanah selaku panitia penyelenggara memperkenalkan program Sekolah Virtual Perempuan sebagai media belajar perempuan lintas batas dan lintas profesi yang nantinya menjadi program reguler. Melalui kurikulum berbasis kebutuhan perempuan dan teknologi, Sekolah Virtual Perempuan diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang mumpuni.

Sekolah Virtual Perempuan digagas oleh tiga perempuan Indonesia yang berbeda domisili dan profesi yakni Iva Hasanah dari Indonesia, Anna Liwun dari Jerman dan Vinny Flaviana Hyunanda dari Spanyol. Ide ini sebagai keberlanjutan dari sekolah perempuan yang telah ada tetapi tidak bisa berlanjut dikarenakan situasi pandemi dan pembatasan kontak sosial.

Sekolah Virtual Perempuan menawarkan media alternatif belajar untuk perempuan lintas negara, etnis, agama, budaya, kelas sosial ekonomi dan tingkat pendidikan serta profesi untuk saling bertukar ilmu dan pengalaman lewat cara-cara yang lebih mutakhir. Dengan adanya berbagai plataforma daring dan perangkat yang canggih, perempuan dimana saja bisa turut berpartisipasi dalam sebuah usaha bersama untuk saling mengisi bagi sesama perempuan. Dengan begitu lewat ruang-ruang alternatif seperti ini, para perempuan Indonesia dimanapun berada bisa saling mengukuhkan persaudaraan dan menumbuhkan pemikiran kritis untuk kemajuan perempuan Indonesia.


Avatar
About Author

Anna Liwun

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *