Lifestyle

Buku Mewarnai Bertema Feminisme Ingin Luruhkan yang Biner

Sebuah kolektif memakai medium buku mewarnai untuk meningkatkan kesadaran akan hak dan keadilan bagi kelompok LBT.

Avatar
  • July 24, 2019
  • 5 min read
  • 306 Views
Buku Mewarnai Bertema Feminisme Ingin Luruhkan yang Biner

Buku mewarnai untuk dewasa sempat menjadi tren di Indonesia karena efek relaksasi yang ditimbulkannya dan dapat membantu melepas stres. Konsep ini kemudian dipakai oleh sebuah kolektif bernama Qbukatabu untuk mengangkat isu hak dan keadilan bagi kelompok lesbian, biseksual dan trangender (LBT) dari perspektif sekutu (allies).

Diberi judul Tutur Feminis, Meluruhkan yang Biner, buku mewarnai tersebut berisi perbincangan tentang isu hak dan keadilan bagi LBT dengan lima perempuan yang sudah bergerak lama di isu keadilan sosial dan isu perempuan. Percakapan tersebut kemudian diimbuhi dan juga dikemas dalam ilustrasi yang kreatif dan sesuai dengan penggambaran isu yang diangkat.

 

 

“Dalam proses kreatif, saya dan para ilustrator memikirkan bagaimana menggambarkan berbagai ilustrasi untuk topik LBT tanpa ada bias ketika gambar tersebut diinterpretasi oleh orang lain, baik oleh individu LBT maupun bukan LBT,” ujar Yulia Dwi Andriyanti, salah satu pendiri Qbukatabu sekaligus pemimpin redaksinya.

Qbukatabu sendiri adalah sebuah kolektif yang berfokus pada penguatan kesadaran kritis tentang pengetahuan seksualitas berperspektif feminis dan queer, serta menyediakan layanan konseling yang ramah bagi perempuan, transgender, dan identitas non-biner lainnya.

Kamala Chandrakirana dengan buku Tutur Feminis, Meluruhkan yang Biner

Yulia mengatakan, motivasi Qbukatabu untuk membuat buku mewarnai ini adalah kekhawatiran mereka tentang suasana kebencian yang ditujukan pada kelompok LBT di Indonesia belakangan ini. Menurutnya, isu LBT sudah lama menjadi salah satu agenda kelompok perempuan dan sudah seharusnya kebencian yang ditargetkan kepada LBT ini menjadi perhatian masyarakat. Karenanya mereka memutuskan untuk mengemas perbincangan tentang isu tersebut dari perspektif allies.

“Para allies memang memiliki peran yang kuat di sini, salah satunya adalah peran untuk mendobrak politik kebencian yang sedang marak dihidupkan di Indonesia dan ditujukan kepada kelompok LBT,” kata Yulia.

Untuk memproduksi buku mewarnai ini, Qbukatabu kemudian bekerja sama dengan Coalition for Sexual and Bodily Rights in Muslim Societies (CSBR), sebuah jaringan dengan 33 anggota organisasi di 16 negara Asia Tenggara, Timur Tengah, Afrika Utara, dan Asia Tengah. Mereka mengemas perbincangan tersebut menjadi sebuah buku mewarnai tidak hanya membuat konten lebih menarik untuk dibaca dan dimengerti, tetapi juga untuk membantu sebagai medium penyembuhan untuk para aktivis.

“Tidak semua orang tertarik untuk membaca isu ini kalau pembahasannya padat dengan teks, maka dari itu perlu adanya visual untuk aktivasi refleksi kita terhadap gerakan sosial. Selain itu, banyak aktivis yang bergerak di kerja-kerja pemenuhan hak seksual yang sudah merasa lelah dan burnt out. Gimana tidak? Semakin lama, politisasi tubuh perempuan dan seksualitas sebagai sarana untuk membenci semakin marak,” kata Yulia.

“Melalui format buku mewarnai, Qbukatabu harap bahwa buku ini bisa menjadi sebuah media healing bagi para aktivis yang bekerja untuk pemenuhan hak-hak seksual agar mereka kembali bersemangat,” tambahnya.

Baca juga: The Coloring Frenzy

Buku mewarnai ini mengangkat pengalaman lima perempuan yang memiliki kepemimpinan di ranah publik, yakni mantan ketua Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Kamala Chandrakirana, aktivis Theresia Intan Darmawati, penulis Okky Madasari, aktivis perempuan Lely Zaliani, dan ulama perempuan Hindun Anisah.

Kelima perempuan ini memiliki latar belakang yang berbeda-beda, namun semuanya telah bergerak di isu keadilan sosial setidaknya 10 hingga 20 tahun. Dalam buku ini, mereka merefleksikan perjalanan mereka dalam memaknai kesadaran feminis, termasuk tentang hak dan keadilan bagi LBT di Indonesia.

“Lima perempuan hebat ini mengintegrasikan perspektif feminis ke dalam kerangka kerja mereka. Masih banyak perempuan hebat seperti ini, tetapi tidak semuanya bersedia untuk diwawancarai dan berpartisipasi dalam buku mewarnai ini,” kata Yulia.

Kamala Chandrakirana (Nana) sudah bergerak di isu perempuan selama lebih dari dua dekade. Ia telah menjadi anggota Kelompok Kerja PBB tentang diskriminasi terhadap perempuan dalam hukum dan praktik sejak 2011. Ia juga telah menghabiskan lebih dari satu dekade untuk mendirikan dan melayani Komnas Perempuan.

Sementara itu, Theresia Intan Darmawati berfokus pada membangun ruang-ruang di mana aktivis dapat mempraktikkan self-care dan self-healing, agar mereka dapat merawat diri sendiri dan pergerakan.

Okky Madasari adalah seorang penulis pemenang Khatulistiwa Award pada 2012 untuk novelnya yang berjudul Maryam. Menurut Yulia, Qbukatabu mewawancarai Okky karena buku-bukunya yang berani mengkritik banyak realitas yang ada di sekitar kita.

Nia Dinata dengan buku Tutur Feminis, Meluruhkan yang Biner

Lely Zailani juga berpartisipasi di dalam buku mewarnai ini. Ia adalah seorang aktivis perempuan yang bekerja di akar rumput, terutama untuk perempuan-perempuan desa di Sumatera Utara. Ia adalah pendiri HAPSARI (Himpunan Serikat Perempuan Indonesia), yaitu sebuah organisasi non-pemerintah yang bekerja dengan fokus pemberdayaan perempuan akar rumput di pedesaan Sumatera Utara.

Selain itu, ada juga Hindun Anisah, seorang ulama perempuan dan juga adalah seorang pemimpin pondok pesantren.

“Qbukatabu sangat tertarik untuk mewawancarainya karena tidak mudah menjadi ulama perempuan yang mengelola pesantren karena selama ini kepemimpinan di pesantren masih sangat didominasi oleh laki-laki,” kata Yulia.

Setelah didistribusikan ke publik, buku mewarnai ini telah mendapatkan sambutan yang baik, termasuk dari sutradara Nia Dinata.

“Buku ini ilustrasinya indah dan kegiatan mewarnai itu bisa menjadi semacam meditasi yang bisa menetralisir stres dan kecemasan. Dengan seni, kita berdialog untuk saling memahami dan berempati. Siapa saja bisa menikmati proses ini, sebagai bentuk relaksasi tanpa gadget dan teknologi,” ujarnya seperti dikutip Yulia.

Dengan membeli Tutur Feminis, Meluruhkan yang Biner, 25 persen keuntungan akan didonasikan untuk kerja-kerja Qbukatabu dan 75 persen untuk kolektif lainnya yang berjuang untuk isu yang serupa.

“Selain membantu kolektif yang berjuang untuk isu ini, Qbukatabu juga berharap bahwa buku ini dapat menjadi sarana refleksi bagi gerakan sosial mengingat LBT telah menjadi bagian dari isu kelompok perempuan sejak 1998 lewat Kongres Perempuan Indonesia,” ujar Yulia.

Tutur Feminis, Meluruhkan yang Biner dapat dipesan sekarang dari Instagram, Twitter, Facebook Qbukatabu atau dari nomor telepon 081322197685 atau 087881907310.


Avatar
About Author

Shafira Amalia

Shafira Amalia is an International Relations graduate from Parahyangan Catholic University in Bandung. Too tempted by her passion for writing, she declined the dreams of her young self to become a diplomat to be a reporter. Her dreams is to meet Billie Eilish but destroying patriarchy would be cool too. Follow her on Instagram at @sapphire.dust where she's normally active.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *