June 23, 2025
Culture Screen Raves

‘Closet Monster’, ‘Kado’, ‘Desert Hearts’ dan ‘Queer Media’ yang Merawat Harapan

Dari kisah-kisah queer di film-film ini, kita tahu kalau kadang cinta itu berantakan dan nggak terduga, tapi yang pasti cinta selalu punya ruang buat kita semua.

  • June 10, 2025
  • 5 min read
  • 419 Views
‘Closet Monster’, ‘Kado’, ‘Desert Hearts’ dan ‘Queer Media’ yang Merawat Harapan

Dalam situasi dunia yang diwarnai meningkatnya legislasi anti-LGBTQ+, Pride Month bukan sekadar selebrasi biasa. Ia jadi perayaan cinta yang bertahan di tengah ketidakadilan, bahkan bentuk paling radikal dari harapan. Seperti ucapan “love should transcend humanity”, Pride Month jadi pengingat untuk membayangkan dunia yang lebih adil dan penuh kasih.

Dalam artikel The Meteor berjudul “‘Happy’ Pride?”, Raquel Willis, seorang aktivis transgender kulit hitam dan mantan pemimpin redaksi Out Magazine, pernah bilang kalau menjadi queer bukan hanya soal identitas semata. Ini juga soal cara mencintai diri sendiri, sesama, dan dunia yang perlahan menghapus mereka. Cinta bisa hadir dalam persahabatan yang membebaskan, solidaritas yang tulus, dan penerimaan atas keragaman manusia. 

Beberapa film yang kami pilih dalam rangka Pride Month ini merayakan keberagaman pengalaman queer, sekaligus mengajak kita memahami bahwa kasih sayang tak pernah tunggal bentuknya, dan justru di situlah kekuatannya.

Baca juga: 6 Rekomendasi Film Queer Korea Selatan yang Patut Kamu Tonton

Closet Monster (2015) oleh Stephen Dunn

Oscar (Connor Jessup) kecil pernah melihat seseorang yang terbuka sebagai gay dipersekusi. Hal itu jadi trauma yang disimpannya. Saat dewasa, ia bekerja di sebuah toko bersama Wilder (Aliocha Schneider) dan sadar kalau ia menyukainya. 

Setiap membayangkan Wilder, ia selalu terbayang memori buruknya waktu kecil. Seiring waktu, Oscar sadar kalau Wilder heteroseksual dan mereka tak mungkin bersama. Dari Oscar, kita belajar kalau kasih sayang bahkan bisa datang dari orang yang tak bisa kita miliki. Kadang seseorang hadir dalam hidup kita bukan untuk bertahan, tapi sekadar lewat untuk membantu kita mengenali siapa diri kita. 

Closet Monster bisa ditonton di Apple TV.

Foto: Rotten Tomatoes

Kado (2018) oleh Aditya Ahmad

Cinta dan penerimaan sering kali datang dengan syarat.

Isfi (Isfira Febiana) adalah seorang siswi SMA di Makassar yang lebih suka pakai celana dan berpenampilan tomboy. Demi bisa terus dekat dengan teman perempuannya, Nita (Anita Aqshary), ia harus ‘kompromi’ dengan cara pakai rok dan kerudung agar diizinkan masuk ke kamar Nita.  

Meski keduanya hidup di sistem masyarakat yang heteronormatif, setidaknya saat bersama Nita, Isfi tetap diberi ruang untuk menjadi dirinya sendiri. Kasih sayang Nita pada Isfi ada dalam bentuk tidak mempertanyakan identitas maupun orientasinya. Saat bersama Nita, Isfi bisa membicarakan hal-hal tentang dirinya yang tak bisa ia lakukan ke orang lain.

Kado bisa ditonton di Bioskop Online.

Baca juga: Karakter LGBTQ di Film Indonesia: Mengingat Mereka yang Queer dan ‘Legendary’

Foto: Miles Films

Contestant #4 (2016) oleh Kaj Palanca, Celeste Joven

Seorang anak muda (Elijah Canlas) rutin menghampiri rumah pria tua (Joel Saracho), yang dulu seorang cross-dresser. Pria tua itu menutup diri dari lingkungannya, hampir tidak pernah keluar rumah. Kehadiran anak muda itu mengusik status quo-nya, mempertanyakan apa yang ia takutkan di luar rumah. 

Film ini menunjukkan, dalam status quo yang ketat pun ada celah kecil di mana seseorang bisa merasa dilihat, diterima, dan, setidaknya untuk sesaat, benar-benar hidup. Momen anak muda come out sebagai gay ke pria tua dan mereka menari bersama berlatar video cross-dressing adalah bentuk kasih sayang pada diri kita saat diberi kesempatan untuk melihat diri sendiri dengan cara yang berbeda, tanpa paksaan dan tanpa ketakutan.

Contestant #4 bisa ditonton di YouTube.

Foto: IMDB

Desert Hearts (1986) oleh Donna Deitch

Vivian (Helen Shaver), profesor dari New York, datang ke Reno, Nevada untuk mengurus berkas perceraiannya. Ia bertemu Cay (Patricia Charbonneau), perempuan tomboy yang lebih bebas dan wild-spirited. Keduanya berasal dari dunia yang berbeda, tapi perasaan bebas ketika bersama Cay adalah yang dicari-cari Vivian selama ini. 

Kasih sayang mereka berkembang secara perlahan, Cay tidak memaksa, justru memberi ruang Vivian mengenal perasaannya sepenuhnya. Proses mengenali cinta kadang adalah proses yang penuh keraguan. Selain itu, kesempatan kedua untuk menemukan cinta dalam hidup ini selalu ada, di usia berapa pun, bahkan setelah kegagalan pernikahan.

Desert Hearts bisa ditonton di Apple TV. 

Baca juga: Lampaui ‘Love, Simon’: 7 Film Queer Bertema ‘Coming of Age’

Foto: After Ellen

Fire (1996) oleh Deepa Mehta 

Fire menceritakan Radha (Shabana Azmi) dan Sita (Nandita Das), ipar dalam satu keluarga besar India yang tinggal bersama. Keduanya terjebak dalam loveless marriage. Radha dipandang sebagai perempuan “mandul” yang hanya dinilai sebagai pekerja domestik, sementara Sita diselingkuhi suaminya. 

Kasih sayang antara Radha dan Sita tumbuh melalui pemahaman mendalam atas penderitaan satu sama lain. Keintiman antara mereka akhirnya menghidupkan kembali hasrat dalam diri mereka, yang mengembalikan kontrol atas tubuh dan seksualitas mereka. 

Fire bisa ditonton di Apple TV

Foto: Rotten Tomatoes

Joyland (2022) oleh Saim Sadiq 

Joyland membawa konsep “menemukan cinta di tengah keterasingan” yang sama dengan Fire. Haider (Ali Junejo), yang sudah menikah, di-pressure keluarga untuk mendapatkan anak laki-laki dan pekerjaan yang stabil. Diam-diam ia dapat pekerjaan penari erotis di sebuah teater bersama Biba (Alina Khan) seorang transpuan penari yang sangat bold dan penuh gairah.

Biba melihat Haider sebagai pria yang lembut dan tulus menghargainya lebih dari sekadar objek seksual. Haider, yang gagal memenuhi ekspektasi maskulinitas keluarganya, menemukan kasih sayang dan kebebasan dari Biba. Kadang kasih sayang datang secara tidak terduga ketika seseorang diberi kebebasan untuk menjadi dirinya sendiri.

Joyland bisa ditonton di KlikFilm.

Foto: IMDB

Lilting (2014) oleh Hong Khau

Richard (Ben Whishaw) yang berduka atas kematian pasangannya, Kai (Andrew Leung), memilih untuk mengunjungi ibu Kai, Junn (Cheng Pei-pei). Junn tinggal di panti jompo dan tidak tahu bahwa putranya adalah seorang gay. Bagi Junn, Richard telah “merebut” Kai darinya. Padahal, ibunya lah yang menjadi alasan Kai tidak pernah bisa benar-benar mengungkapkan identitas seksualnya. 

Foto: Variety

Tak selalu mulus, kasih sayang juga harus melalui proses panjang bahkan penolakan. Meskipun bahasa dan budaya bisa menjadi penghalang, perasaan kehilangan dan cinta adalah sesuatu yang mampu menyatukan orang-orang meski datang dari dunia yang berbeda.

Lilting bisa ditonton di Apple TV. 



#waveforequality
About Author

Allaam Faadhilah

Allaam Faadhilah adalah penggemar transportasi umum dan kerap menyusuri belukar perkotaan ke pemutaran film, pameran, atau sekadar bengong di bangku taman.