Dokumenter ‘You & I’ dan Masa Tua yang Tak Terelakkan
Film dokumenter ‘You & I’ adalah potret pilu sekaligus menghangatkan dari dua perempuan lansia penyintas peristiwa 1965.
Menjadi tua adalah sebuah ketakutan tersendiri bagi saya. Ketika metabolisme dan ketahanan tubuh saya mulai menurun di usia 30an ini, saya mulai merasakan horor. Dulu saya bisa syuting dan berdiri selama 16 jam dengan santainya. Tapi sekarang hanya turun tangga mengambil paket di lantai satu saja saya sudah merasa capek.
Kisah hidup Ibu Kaminah dan Ibu Kusdalini, dua subyek dalam film dokumenter You & I menambah ketakutan saya mengenai hari tua nanti. Namun, pada saat yang sama, keduanya mengajarkan arti ketangguhan dan juga cinta di tengah kesulitan yang menghadang, terutama sebagai mantan tahanan politik peristiwa 1965.
Film dokumenter You & I (2020) karya Fanny Chotimah ini telah dinobatkan sebagai film dokumenter panjang terbaik dalam ajang Piala Citra dan Piala Maya, serta Asian Competition of the 12th DMZ International Documentary Film Festival.
Ini film dokumenter yang sederhana namun mampu menguras air mata banyak orang (termasuk saya tentunya). Kita betul-betul seperti diajak masuk ke rumah Ibu Kaminah dan Ibu Kusdalini di Kota Solo. Dengan kamera yang diam, penonton diajak untuk melihat masa-masa akhir hidup mereka (Ibu Kusdalini meninggal pada 2017 dan Ibu Kaminah setahun kemudian) di tengah rutinitas mereka sehari-hari yang itu-itu saja.
Untuk bertahan hidup, mereka menjual kerupuk yang ke para tetangga. Selain membuat kerupuk, kejadian yang paling sering direkam adalah bagaimana Ibu Kaminah mengurusi Ibu Kusdalini yang semakin hari semakin menurun kondisi kesehatannya. Ingatannya perlahan pudar seperti tinta pena yang sudah berangsur kering.
Terkadang, ketika Ibu Kaminah disuapi Ibu Kusdalini obat, Ibu Kaminah akan bercerita tentang mimpinya semalam. Kebanyakan mimpinya diwarnai oleh orang-orang yang sudah meninggal dunia. Mendengarnya, Ibu Kusdalini hanya bisa dengan sabar mengingatkan bahwa orang-orang yang disebut Ibu Kaminah sudah tiada. Kemudian Ibu Kaminah akan memandang kekosongan di udara dalam diam.
Bahkan, kalaupun ini bukan kisah para penyintas sejarah gelap bangsa Indonesia, film dokumenter You & I ini adalah sebuah potret yang muram. Dua perempuan lanjut usia ini tinggal dalam sebuah kondisi yang tidak kondusif. Ibu Kusdalini dengan santai menjelaskan ke kamera bahwa atap rumahnya sudah perlu diperbarui. Ketika hujan, air masuk dengan santainya menggenangi dapur dan membasahi isi lemari, yang membuat Ibu Kusdalini harus mencuci lagi baju-baju mereka.
Baca juga: Film Indonesian Calling: Narasi Sejarah Kemerdekaan yang Terlupakan dari Digul Hingga Australia
Penyintas 1965 yang Teman Sejiwa
Dengan durasi di bawah 90 menit, You & I hanya sesekali membahas tentang masa-masa Ibu Kusdalini dan Ibu Kaminah dipenjara sebagai korban peristiwa 1965. Ingatan Ibu Kusdalini memang masih bagus, sehingga ia sempat berbicara tentang pengalamannya dibui, dan bagaimana ketika keduanya bertemu mereka langsung menjadi soulmate dengan instan.
Bagaimana ketika Ibu Kaminah mendapatkan surat bebas mereka menangis tersedu-sedu karena mereka harus berpisah. Juga soal keberanian Ibu Kaminah untuk menjenguk Ibu Kusdalini di penjara dengan frekuensi yang sering, sampai-sampai dia mendapatkan ancaman dari penjaga penjara. Tapi pembicaraan ini tidak selesai karena selalu diinterupsi oleh Ibu Kaminah.
Selain adegan Ibu Kaminah dan Ibu Kusdalini berkumpul dengan para penyintas lainnya, ada juga adegan mereka berdua menonton berita di televisi tentang peristiwa 1965. Kita dapat melihat bagaimana Ibu Kaminah sudah semakin pikun sampai dia tidak ingat lagi siapa Bung Karno. Ibu Kusdalini hanya bisa tertawa dengan getir menyaksikan sahabatnya menderita demensia.
Semakin buruk kondisi Ibu Kaminah, semakin tercabik-cabik hati saya menontonnya. Momen-momen sederhana seperti upaya Ibu Kusdalini menyuapi Ibu Kaminah atau memaksa Ibu Kaminah untuk tidur adalah saat-saat di mana pipi saya basah karena air mata. Ketika Ibu Kusdalini mengatakan kepada Ibu Kaminah untuk bilang “tidak mau” kalau dia bertemu dengan teman mereka yang sudah meninggal dalam mimpi dan mereka mengajak Ibu Kaminah, saya sudah sesenggukan tidak karuan.
Sebenarnya kalau mau jujur, kesedihan saya tidak 100 persen karena kisah mereka berdua. Jangan salah sangka, saya benar-benar terbawa dengan kisah kedua ibu itu. Tapi salah satu faktor kenapa saya begitu terlibat dalam kisah ini adalah saya sadar bahwa apa yang dialami oleh Ibu Kusdalini dan Ibu Kaminah adalah sebuah takdir yang akan kita semua lalui. Menjadi tua dan tidak berdaya.
Baca juga: ‘Our Mothers’ Land’: Bagaimana Perempuan Lawan Korporasi Perusak Alam
Ketika saya menonton film ini, saya jadi teringat dengan film Amour garapan Haneke yang juga memiliki premis sama: masa-masa tua sebuah pasangan yang saling mencintai. Dua film tersebut mengkonfirmasi ketakutan saya yang selama ini saya pendam: Apa yang terjadi ketika saya tua nanti. Apakah saya masih berdua Rico kucing saya?
Film dokumenter You & I memang memilukan, tapi di saat yang bersamaan dia adalah sebuah kisah yang menghangatkan. Berapa banyak orang yang diberi kesempatan untuk menghabiskan waktu di dunia bersama orang yang kita benar-benar cintai? Berapa banyak orang yang diberi peluang untuk bisa bilang “I love you” kepada orang yang kita sayang sampai garis finish?
Ibu Kaminah dan Ibu Kusdalini memang tidak beruntung karena mereka telah menjadi korban kekejaman rezim. Seharusnya mereka tidak berakhir seperti ini. Tapi ada perasaan lega ketika film dokumenter ini berakhir dan melihat mereka menghabiskan masa-masa tua mereka bersama-sama dan penuh cinta.
You & I dapat disaksikan di Bioskop Online.