July 14, 2025
Issues Politics & Society

Belajar Melawan Pembungkaman dari ‘Helen from Wales’ yang Tayangkan ‘Live Streaming’ Kneecap di TikTok 

Kneecap “dibungkam” selama tampil di Glastonbury. Namun Helen dari Wales melawan pembungkaman itu dengan ‘live streaming’ di TikTok.

  • July 2, 2025
  • 6 min read
  • 843 Views
Belajar Melawan Pembungkaman dari ‘Helen from Wales’ yang Tayangkan ‘Live Streaming’ Kneecap di TikTok 

Trio hip-hop Irlandia Utara Kneecap, belakangan jadi buah bibir. Muasalnya, penampilan mereka disensor oleh BBC saat manggung di salah satu festival musik paling beken di dunia, Glastonbury akhir Juni lalu. Pihak BBC mengungkapkan ada “alasan editorial” di balik sensor ini. Namun sebagian warganet menilai alasan tersebut cuma bualan belaka. Dicurigai ada alasan lebih mendasar kenapa ada usaha pembungkaman trio hip-hop itu. 

Dalam penampilan mereka di Glastonbury, Kneecap tertangkap kamera penggemar mengibarkan bendera Palestina. Di atas panggung Liam Óg Ó hAnnaidh atau Mo Chara terlihat menggunakan jaket bermotif Palestina serta menggunakan keffiyeh—sorban atau syal kotak-kotak khas Palestina. Lalu ketiganya menyerukan penghentian genosida.  

Momen tersebut hilang dari siaran BBC yang biasanya menayangkan penampilan para artis secara utuh. Kneecap sendiri memang dikenal secara terbuka mendukung perjuangan rakyat Palestina yang menjadikan panggung sebagai ruang perlawanan. Lengkap dengan atribut, lirik-lirik mereka juga sangat politis. 

Sensor terhadap Kneecap di Glastonbury bukan yang pertama. Sebelumnya, ketika tampil di Coachella 2024, pesan pro-Palestina yang mereka sampaikan di atas panggung juga dipotong dari siaran langsung festival itu. 

Karena itulah Kneecap mendesak solidaritas global untuk rakyat Palestina seraya mengibarkan bendera Palestina sebagai simbol perlawanan dan menyerukan boikot terhadap perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam pendudukan.  

Baca Juga: Elitisida, Kematian Refaat Alareer, dan Pembunuhan Orang Penting di Palestina 

Sensor Pro-Palestina di Berbagai Lini Kehidupan 

Sensor Kneecap di dua festival musik besar dunia bukan cuma kebetulan. Industri itu bisa tetap hidup karena memiliki hubungan dengan Israel, baik melalui sponsor maupun afiliasi korporat.  Dario Karim, penulis berdarah Palestina dalam artikelnya di Shado Magazine memetakan setidaknya ada lebih dari 70 festival musik seluruh dunia dimiliki oleh Superstruct yang pada 2024 diakuisisi oleh perusahaan ekuitas swasta terkenal, KKR.  

KKR berinvestasi di pusat data Israel di Petah Tikva–pemukiman Zionis awal di dekat Yaffa. KKR secara langsung mendanai tentara Israel melalui donasi kepada organisasi nirlaba “Friends of the IDF”. Perusahaan ini juga berinvestasi di Jalur Pipa GasLink Pesisir yang banyak melakukan penggusuran paksa suku Wet’suwet’en. 

Kondisi ini membuat sensor menjadi hal yang tak terhindarkan, terutama bagi festival musik besar yang ingin menjaga stabilitas aliran dana sponsor dan relasi politiknya. Kasus terbaru datang dari band Indonesia, Reality Club, yang menarik diri dari SXSW di Austin, Texas, sebagai bentuk solidaritas terhadap Palestina. Mereka memutuskan batal tampil setelah mengetahui dugaan keterlibatan sponsor festival dengan industri senjata yang memasok persenjataan untuk tentara Israel di Gaza.  

Sensor terhadap dukungan untuk Palestina tidak hanya terjadi di panggung festival musik, tetapi juga meluas ke berbagai lini kehidupan. Mulai dari pemberitaan, lingkungan kampus, komunitas seni, hingga media sosial, banyak suara pro-Palestina dibungkam secara sistematis. 

Di kampus, mahasiswa yang menggelar aksi solidaritas Palestina menghadapi ancaman skorsing atau pemecatan, sementara di media mainstream, banyak pemberitaan yang cenderung menutupi kekerasan yang terjadi di Gaza. 

Di komunitas seni, sensor terjadi secara terstruktur. Berdasarkan penuturan Hassan Abdulrazzak, pengarang asal Iran di The Markaz, sejumlah seniman yang mendukung Palestina mengalami pembatalan pameran dan penghentian proyek kerja sama. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Now Then Magazine, yang menunjukkan bagaimana lembaga seni memaksa seniman untuk diam jika ingin mempertahankan panggung mereka, dengan dalih “netralitas politik” sebagai tameng sensor. 

Bentuk sensor yang lebih masif terjadi di media sosial. Menurut laporan Human Rights Watch, pada Desember 2023, Meta melakukan enam pola penyensoran atas konten tentang Palestina, termasuk penghapusan konten, pemblokiran akun, pembatasan fitur live, hingga shadow banning yang menurunkan visibilitas postingan tanpa pemberitahuan. Dalam lebih dari 300 kasus, pengguna tidak dapat mengajukan banding, sehingga mereka kehilangan akses untuk melawan penghapusan konten sepihak tersebut. 

Temuan investigasi independen oleh Business for Social Responsibility yang ditugaskan Meta juga menunjukkan, moderasi konten pada 2021 memberikan dampak negatif pada hak asasi manusia pengguna Palestina. Ini menghambat kemampuan mereka untuk berbagi informasi tentang pengalaman mereka saat peristiwa kekerasan terjadi, menghalangi upaya dokumentasi kekerasan dan pelanggaran HAM di lapangan. 

Baca Juga: Kenapa Serangan Israel ke Palestina adalah Isu Feminis 

Perlawanan dari Helen dan Aksi Individu 

Semua bentuk sensor ini menunjukkan bagaimana ruang untuk mendukung perjuangan Palestina semakin sempit. Namun di tengah pembungkaman ini, perlawanan tetap muncul dari tempat yang tidak terduga. Salah satu contohnya adalah Helen Wilson, perempuan dari Swansea yang dikenal sebagai “Helen from Wales” di media sosial. Saat BBC menyensor penampilan Kneecap di Glastonbury, Helen memutuskan untuk melakukan siaran langsung penampilan mereka di akun TikTok pribadinya. 

Dari siaran langsung itu, ada lebih dari 1,8 juta orang menonton penampilan Kneecap. Dalam wawancaranya dengan The Irish Times, Helen mengungkapkan keputusannya untuk melakukan siaran langsung tak lain adalah bentuk ketidaksetujuan atas pembungkaman suara artis.  

“Ketika institusi menghindari artis yang blak-blakan secara politis, saya pikir tergantung pada kita, para penggemar, untuk memastikan suara mereka tetap didengar,” katanya. 

Helen, yang telah menjadi penonton setia Glastonbury selama 26 tahun, percaya festival ini bukan hanya tentang musik, tetapi juga kebebasan dan perlawanan.  

“Ini bukan hanya tentang festival ini, ini tentang genosida di Palestina, isu yang semua orang perlu perhatikan,” ujarnya.  

Tindakan Helen menjadi simbol perlawanan yang menunjukkan, kita semua memiliki peran dalam melawan sensor. Lebih dari itu, tindakan Helen juga menggambarkan melawan sensor bisa dilakukan dengan mengakali sistem media sosial.  

Menurut New Internationalist, banyak pengguna media sosial kini menggunakan strategi alternatif untuk tetap menyebarkan suara pro-Palestina, seperti membagikan tangkapan layar untuk disimpan dalam gawai masing-masing. Lalu disebarkan ulang hingga membuat akun cadangan untuk menghindari pemblokiran. 

Beberapa kreator konten bahkan menggembangkan strategi digital sendiri yang disebut “safe language“. Dalam strategi ini, pengguna media sosial menggunakan kata-kata alternatif atau emoji untuk menghindari deteksi algoritme sambil tetap mempertahankan narasi perjuangan Palestina. Hal ini menjadi cara untuk mengakali sistem yang secara otomatis menurunkan jangkauan postingan yang menggunakan kata “Palestina”, “genosida”, atau “Gaza” secara langsung. 

Baca Juga: #RuangAmanAnak: Luka Tak Terlihat Anak-anak di Jalur Gaza 

Selain itu, solidaritas digital juga diperkuat melalui kolaborasi akun-akun media independen yang saling mengangkat dan mempromosikan konten satu sama lain untuk memperluas jangkauan. Mereka menggunakan kekuatan kolektif untuk mengimbangi keterbatasan yang diberikan oleh sistem sensor media sosial. 

Di komunitas seni, beberapa galeri dan ruang seni alternatif kini menyediakan ruang aman untuk seniman yang karya-karyanya dibatalkan karena mendukung Palestina. Mereka melakukan pameran bersama dan mengadakan diskusi publik untuk tetap mempertahankan ruang ekspresi. 

Sensor terhadap suara-suara pro-Palestina menunjukkan bagaimana perjuangan untuk keadilan penuh tantangan, tetapi perlawanan tidak akan berhenti. Dari panggung festival, layar ponsel, hingga ruang galeri, selalu ada cara untuk melawan sistem yang membungkam suara kebenaran. Tindakan kecil seperti yang dilakukan Helen, penggunaan strategi di media sosial, hingga solidaritas di komunitas seni menunjukkan bahwa setiap individu dapat berkontribusi untuk menjaga suara Palestina tetap hidup. 



#waveforequality
About Author

Jasmine Floretta V.D

Jasmine Floretta V.D. adalah pencinta kucing garis keras yang gemar membaca atau binge-watching Netflix di waktu senggangnya. Ia adalah lulusan Sastra Jepang dan Kajian Gender UI yang memiliki ketertarikan mendalam pada kajian budaya dan peran ibu atau motherhood.