Kenapa Hari Buruh Lebih dari Sekadar Hari Libur?
Di balik tanggal merah 1 Mei, ada sejarah perjuangan buruh yang berdarah dan berani.

Buat banyak orang, tanggal 1 Mei mungkin cuma terasa seperti hari libur tambahan di tengah padatnya pekerjaan. Tapi sebenarnya, tanggal ini punya makna besar, enggak cuma untuk buruh, tapi untuk kita semua yang hidup di dunia kerja. Di balik tanggal itu, ada sejarah panjang penuh perjuangan para pekerja yang menuntut keadilan, upah layak, dan perlakuan yang manusiawi.
Dahulu, buruh dipaksa kerja dalam kondisi yang jauh dari kata layak. Jam kerja bisa sampai belasan jam sehari, gaji enggak seberapa, belum lagi risiko kerja yang tinggi tanpa perlindungan apa-apa. Hak bicara nyaris enggak ada, dan permintaan sekecil “boleh istirahat sebentar” aja bisa dianggap mengganggu bisnis para pemilik modal.
Makanya 1 Mei itu penting, karena lahir dari aksi nyata para pekerja yang berani bersuara, bahkan kalau harus berhadapan sama pemecatan, penjara, atau ancaman nyawa. Banyak hal yang sekarang kita anggap wajar, seperti cuti, batas jam kerja, atau jaminan kesehatan, itu semua hasil dari perjuangan yang enggak gampang.
Sekarang, walaupun zaman sudah berubah, tantangan baru tetap muncul. Mulai dari sistem kerja lepas (gig economy), outsourcing, sampai ancaman robotisasi. Itu semua bikin perjuangan soal hak-hak pekerja tetap relevan. Jadi, Hari Buruh bukan cuma tentang masa lalu, tapi juga tentang bagaimana kita menjaga dan memperjuangkan keadilan kerja hari ini dan ke depannya.
Baca Juga: Ada Kegagalan Negara Di Balik Lahirnya Serikat Pekerja Kreatif
Peristiwa Haymarket di Chicago
Cerita kenapa 1 Mei jadi Hari Buruh Internasional tidak bisa lepas dari satu momen penting dalam sejarah buruh dunia: Peristiwa Haymarket di Chicago. Kejadian ini terjadi tahun 1886, di tengah suasana panasnya perjuangan para buruh Amerika yang menuntut waktu kerja yang lebih manusiawi.
Dikutip dari History, The Haymarket Riot: When a Protest Against Anti-Labor Police Brutality Turned Violent, waktu itu para pekerja dipaksa kerja 14 sampai 16 jam sehari, gaji kecil, dan tanpa jaminan keselamatan. Membayangkan kerja seharian penuh tanpa tahu bakal pulang selamat atau enggak. Enggak ada perlindungan hukum, dan serikat buruh dianggap musuh oleh pemerintah dan pengusaha. Dari situ lahir tuntutan revolusioner: “8 jam kerja, 8 jam istirahat, dan 8 jam untuk hidup”, sesuatu yang sekarang terdengar normal, tapi dulu dianggap gila.
Tanggal 1 Mei 1886, lebih dari 300 ribu buruh di seluruh Amerika turun ke jalan buat mogok kerja, termasuk puluhan ribu di Chicago. Aksi mereka berlangsung damai selama beberapa hari, sampai akhirnya tragedi terjadi di Haymarket Square tanggal 4 Mei. Ketika polisi membubarkan demonstrasi, tiba-tiba ada yang melempar bom ke arah mereka. Kerusuhan pecah, korban berjatuhan, dan situasi jadi kacau total.
Setelah kejadian itu, delapan aktivis buruh ditangkap dan dijadikan kambing hitam. Bukti terhadap mereka lemah, tapi tetap dijatuhi hukuman berat. Empat dihukum gantung, satu meninggal bunuh diri di penjara, sisanya dipenjara bertahun-tahun. Dunia melihat ini sebagai bentuk ketidakadilan yang nyata terhadap para pekerja.
Namun dari tragedi ini juga muncul kekuatan baru: solidaritas internasional antarburuh. Perjuangan para “martir Haymarket” jadi inspirasi global, dan gerakan buruh di berbagai negara mulai bergerak lebih berani. Pada tahun 1889, Kongres Buruh Internasional di Paris menetapkan 1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional, buat mengenang perjuangan dan pengorbanan mereka yang pernah melawan sistem yang timpang.
Baca Juga: Dear Dosen, Kamu juga Buruh
Bagaimana 1 Mei Jadi Hari Buruh Internasional?
Penetapan 1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional enggak bisa dilepaskan dari gaung besar tragedi Haymarket di Chicago tahun 1886. Kejadian itu bikin banyak orang di seluruh dunia sadar betapa kerasnya hidup para buruh waktu itu. Dari situ, muncul gelombang solidaritas global yang mulai terorganisir secara serius.
Dikutip dari Britannica, Second International, tiga tahun setelah tragedi itu, tepatnya tahun 1889, digelarlah Kongres Buruh Internasional Kedua di Paris. Acara ini dihadiri perwakilan organisasi buruh dan partai-partai sosialis dari berbagai negara Eropa dan Amerika. Salah satu keputusan penting yang diambil adalah menetapkan 1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional, bukan cuma untuk mengenang para buruh yang jadi korban di Haymarket, tapi juga sebagai simbol perjuangan kelas pekerja di seluruh dunia.
Pilihan tanggal 1 Mei juga bukan sembarangan. Hari itu jadi momentum bersejarah ketika buruh di Amerika untuk pertama kalinya turun ke jalan secara besar-besaran menuntut hak kerja 8 jam sehari. Sejak saat itu, 1 Mei jadi semacam “hari konsolidasi” global untuk mengingat bahwa perjuangan buruh enggak kenal batas negara atau ideologi.
Tapi tentu saja, enggak semua negara langsung menerima 1 Mei sebagai hari libur. Di beberapa negara yang punya sistem politik konservatif atau kapitalis ketat, Hari Buruh malah dianggap ancaman. Dikutip dari Britannica, Labor Day United States holiday, bahkan di Amerika Serikat sendiri, tempat asal peristiwa Haymarket 1 Mei enggak dijadikan hari libur nasional. Mereka membuat versi “aman”-nya sendiri lewat Labor Day di bulan September.
Baca Juga: Lewat Pertunjukan Teater, Buruh Perempuan Menggugat
Walau begitu, makin banyak negara akhirnya ikut mengakui pentingnya Hari Buruh. Negara-negara di Eropa, Asia, Amerika Latin, sampai Afrika memperingatinya dengan cara masing-masing. Ada yang menggelar unjuk rasa damai, ada juga yang bikin aksi seni, pidato politik, atau festival rakyat.
Penetapan 1 Mei sebagai Hari Buruh bukan cuma soal mengenang sejarah. Ini juga jadi pengingat bahwa buruh bukan cuma angka statistik atau mesin produksi. Mereka adalah manusia yang punya peran besar dalam membangun dunia yang kita tinggali hari ini. Melalui peringatan ini, dunia diingatkan bahwa kemajuan enggak mungkin tercapai tanpa keringat dan kerja keras jutaan pekerja yang sering kali enggak kelihatan di permukaan.
Makanya, 1 Mei bukan cuma tanggal merah di kalender, tapi simbol perlawanan, harapan, dan perjuangan demi hidup yang lebih adil buat semua pekerja.
