June 23, 2025
Issues

Madleen Kullab: Nama Perempuan Gaza Inspirasi Kapal Freedom Flotilla  

Sekelompok aktivis lintas negara termasuk Greta Thunberg berlayar dalam misi Freedom Flotilla. Mereka membawa harapan dan perlawanan dalam satu kapal.

  • June 6, 2025
  • 6 min read
  • 1168 Views
Madleen Kullab: Nama Perempuan Gaza Inspirasi Kapal Freedom Flotilla  

Koalisi Freedom Flotilla (FFC) kembali mengarungi lautan untuk menantang blokade Israel atas Gaza. Kali ini, misi mereka makin jadi sorotan karena membawa aktivis iklim asal Swedia yang sudah dikenal banget di kalangan Gen Z, Greta Thunberg

Dilansir dari Anadolu, Israel plans to block vessel seeking to break Gaza siege, pada (2/6), FFC secara resmi menyatakan telah meluncurkan kapal bernama Madleen. Kapal ini berlayar menuju Gaza dengan membawa bantuan kemanusiaan dan sejumlah aktivis hak asasi manusia (HAM) dari berbagai negara. Tujuan mereka jelas: Menentang blokade Israel yang dianggap ilegal, sekaligus menolak genosida yang sedang berlangsung. 

Bukan cuma Thunberg yang ada di kapal Madleen. Misi ini juga diikuti oleh aktor Game of Thrones Liam Cunningham, anggota Parlemen Eropa Rima Hassan, dan pengacara Palestina-Amerika Huwaida Arraf. Mereka semua tergabung dalam tim berisi 12 kru, dengan kapal penuh barang-barang penting seperti susu formula bayi, tepung, beras, popok, perlengkapan kebersihan untuk perempuan, alat desalinasi air, hingga kruk dan kaki palsu untuk anak-anak. 

Misi ini sendiri merupakan kelanjutan dari upaya sebelumnya di awal Mei, saat kapal FFC lainnya bernama Conscience diserang drone di perairan internasional dekat Malta. Dikutip dari BBC, Activists say ship aiming to sail to Gaza was attacked by drones, bagian depan kapal rusak parah, dan FFC menduga kuat serangan itu dilakukan oleh Israel, walau sampai sekarang belum ada tanggapan resmi dari pihak sana. Thunberg sebenarnya sudah mau ikut sejak misi pertama, tapi baru bisa berangkat sekarang karena insiden itu. 

Dalam konferensi pers sebelum keberangkatan, Thunberg tampil tegas sekaligus emosional. Ia bilang bahwa meski misi ini berisiko, mereka tetap harus mencoba. Menurutnya, “Sebahaya apa pun pelayaran ini, tetap enggak sebanding dengan bahayanya dunia yang memilih diam terhadap genosida yang sedang terjadi.” Kalimat itu bikin suasana hening sejenak, sebuah pengingat bahwa krisis kemanusiaan di Gaza enggak bisa lagi diabaikan. 

Baca Juga: Setahun Genosida Gaza, Propaganda Kian Meluas ke Lebanon  

Apa itu Freedom Flotilla Coalition? 

Mungkin banyak yang masih bertanya-tanya: Sebenarnya, apa sih Freedom Flotilla Coalition itu? 

Menurut info dari situs resmi mereka, freedomflotilla.org, Freedom Flotilla Coalition (FFC) adalah gerakan solidaritas global yang lahir dari berbagai komunitas dan inisiatif masyarakat sipil di seluruh dunia. Tujuan utama mereka sederhana tapi kuat, yakni mengakhiri blokade ilegal Israel terhadap Jalur Gaza yang sudah berlangsung lebih dari 17 tahun. 

Blokade ini bukan cuma soal pembatasan akses, tapi sudah menciptakan krisis kemanusiaan yang berkepanjangan, dari terbatasnya layanan kesehatan, akses air bersih, hingga kebebasan bergerak. FFC hadir sebagai bentuk solidaritas dan perlawanan atas kondisi ini, serta dukungan moral bagi warga Gaza dalam perjuangan mereka mendapatkan kembali hak dan martabatnya. 

Baca Juga: Trump Mau ‘Ambil Alih’ Gaza, Apakah ini Legal? 

Awal Mula: Jawaban atas Panggilan dari Gaza 

Masih dari freedomflotilla.org, secara resmi, FFC mulai berlayar sejak 2010. Namun semangatnya sudah muncul jauh sebelum itu. Koalisi ini dibentuk sebagai jawaban atas panggilan dari organisasi sipil Palestina di Gaza yang butuh solidaritas global untuk melawan pengepungan yang mereka alami setiap hari. 

Sejak awal, FFC fokus pada aksi-aksi damai yang tetap lantang menyuarakan keadilan. Mereka berdiri sebagai gerakan independen, enggak terafiliasi dengan partai, pemerintah, atau kelompok politik mana pun. FFC bekerja bersama komunitas dan organisasi sipil, dengan misi utama: Membela HAM dan mengembalikan kemanusiaan yang seharusnya jadi hak semua orang, termasuk rakyat Palestina

Baca Juga: ‘Perjuangan Warga Palestina Sentuh Hati Kami’: Kesaksian TikToker yang Belajar Islam 

Madleen Kullab, Perempuan Tangguh di Balik Nama Kapal Flotilla 

Nama Madleen Kullab mungkin belum dikenal luas dunia. Namun buat siapa pun yang pernah menyambangi Pelabuhan Gaza, kemungkinan besar mereka pernah melihat sosoknya. Ia adalah satu-satunya nelayan perempuan di wilayah itu, sebuah profesi yang biasanya lekat dengan laki-laki. 

Dikutip dari Aljazeera, Gaza’s only fisherwoman navigates dangerous waters, Madleen sebenarnya punya mimpi jadi perancang busana. Hidup membawanya ke arah yang berbeda. Setelah ayahnya, seorang nelayan, jatuh sakit akibat radang parah pada tulang belakang (myelitis), Madleen kecil yang sudah ikut melaut sejak umur enam tahun terpaksa mengambil alih tanggung jawab. 

Jalan jadi nelayan enggak mudah. Selain harus kuat secara fisik, ia juga harus menghadapi pandangan miring dari orang-orang yang meragukan kemampuannya sebagai perempuan di dunia yang sangat maskulin. Bukannya menyerah, Madleen justru membuktikan dirinya dengan kemampuan menangkap ikan yang jempolan. 

Dia belajar segala hal dengan serius, mulai dari jenis ikan lokal, teknik melempar jala, waktu terbaik turun melaut, hingga ikan paling terjangkau bagi warga Gaza seperti sarden. Setiap malam ia menyiapkan jaring, lalu saat fajar datang, ia mengangkat perahu ke laut untuk mencari ikan. Hasil tangkapannya sebagian buat makan keluarganya, sisanya dijual. 

Awalnya sering diremehkan, tapi jumlah tangkapannya pelan-pelan bikin banyak orang kagum. “Ada yang bilang aku pasti punya kekuatan supranatural,” katanya sambil tertawa. 

Kisahnya yang luar biasa bikin banyak media baik lokal maupun internasional, tertarik meliput. Meski sempat bikin iri sebagian nelayan, sekarang Madleen justru dihormati. “Sekarang mereka memperlakukanku seperti saudara perempuan atau anak sendiri,” katanya dengan bangga. 

Yang dulu dijalani karena keadaan, sekarang jadi profesi yang ia cintai. Namun jadi nelayan di Gaza bukan hal mudah. Batas wilayah laut yang ditetapkan Israel membuat profesinya berisiko tinggi. Karena itu, Madleen juga sedang mengejar gelar diploma sebagai sekretaris, supaya punya opsi hidup lain. Meski begitu, laut tetap jadi bagian penting dalam hidupnya. “Saya sudah jadi bagian dari laut,” ucapnya. 

Seperti ribuan nelayan Gaza lainnya, Madleen berjuang mencari ikan di zona terbatas yang membuat hasil tangkapan makin sedikit. “Seharusnya kami bisa dapat 4.000 ton ikan dari berbagai jenis. Itu cukup untuk warga Gaza, bahkan bisa ekspor ke Tepi Barat. Namun sekarang, paling banyak hanya 1.500 ton, dan itu pun nggak cukup,” ujarnya. 

Kalau ada nelayan yang nekat keluar dari zona itu, risikonya besar, bisa ditembak, ditangkap, atau kapalnya disita. Madleen pernah mengalami sendiri: Perahunya ditembak, lalu lewat speaker, tentara meneriakinya, “Pergi dari sini, perempuan!” 

“Siapa pun yang mendekat akan langsung ditembak, entah laki-laki atau perempuan,” katanya. 

Menurut data kelompok HAM B’Tselem, 95 persen nelayan Gaza hidup di bawah garis kemiskinan. Penghasilan Madleen per bulan cuma sekitar US$135, itu pun tergantung cuaca, kebijakan Israel, dan jumlah ikan. “Rasanya sangat sedih kalau pulang enggak bawa ikan sama sekali,” akunya. 

Bahan bakar untuk kapal mahal, dan peralatan melaut juga banyak yang dilarang masuk oleh Israel. Untuk menambah penghasilan, Madleen juga kerja sambilan jadi pemandu wisata, terutama saat musim panas. Satu hal yang pasti, ia tetap mencintai laut, dan masih berharap suatu hari akan ada lebih banyak perempuan yang berani jadi nelayan seperti dirinya. 



#waveforequality
About Author

Kevin Seftian

Kevin merupakan SEO Specialist di Magdalene, yang sekarang bercita-cita ingin menjadi dog walker.