Lifestyle

Fakta Menarik Oscars 2025: Kejutan, Rekor Baru, dan Kontroversi di Panggung Hollywood

Paul Tazewell membuat sejarah, sementara The Brutalist bawa AI ke Oscars 2025. Simak catatan kami.

Avatar
  • March 6, 2025
  • 6 min read
  • 509 Views
Fakta Menarik Oscars 2025: Kejutan, Rekor Baru, dan Kontroversi di Panggung Hollywood

Piala Oscars adalah penghargaan paling prestisius di industri film yang diadakan setiap tahun oleh Academy of Motion Picture Arts and Sciences (AMPAS). Ajang ini jadi momen spesial bagi para sineas, aktor, sutradara, hingga kru film yang telah bekerja keras menciptakan karya terbaik mereka. Sejak pertama kali digelar pada tahun 1929, Oscars telah menjadi tolok ukur kesuksesan dan kualitas tertinggi dalam dunia perfilman.

Setiap tahunnya, jutaan penonton dari seluruh dunia menantikan acara ini, bukan cuma untuk melihat siapa yang membawa pulang piala emas, tapi juga untuk menikmati berbagai momen menarik, mulai dari pidato kemenangan yang emosional, penampilan musisi papan atas, hingga kejutan-kejutan tak terduga di atas panggung. Enggak heran kalau Oscars selalu jadi bahan perbincangan hangat, baik di media mainstream maupun di media sosial.

 

Selain itu, tren perfilman juga terus berkembang, mulai dari penggunaan teknologi terbaru, dominasi platform streaming, hingga meningkatnya keberagaman dalam nominasi. Semua hal ini bikin Oscars 2025 semakin relevan untuk disimak. Jadi, apa saja fakta menarik yang wajib kamu tahu?

Baca Juga: #OscarForImpetigore: Getting Oscar Nomination for “Impetigore”

No Other Land Sabet Piala Oscars 2025 untuk Dokumenter Terbaik

Film dokumenter No Other Land, karya sutradara Palestina dan Israel, sukses membawa pulang penghargaan Best Documentary Feature Film di Oscars 2025. Penghargaan bergengsi ini diberikan dalam malam puncak yang berlangsung di Dolby Theatre, Hollywood, pada Minggu (2/3/2025) waktu setempat.

Kisah Perlawanan di Tepi Barat

Mengutip The Hollywood Reporter, No Other Land mengikuti perjalanan Basel Adra, seorang aktivis Palestina yang berusaha menyuarakan penderitaan komunitasnya di Masafer Yatta, Tepi Barat. Suaranya yang tidak dapat perhatian membawa jurnalis Israel, Yuval Abraham, tertarik bergabung.

Abraham dalam film ini secara terbuka mengkritik Pemerintah Israel atas serangan brutalnya di Gaza serta mendesak Hamas untuk membebaskan semua sandera Israel. Film ini juga mendokumentasikan bagaimana warga Palestina terus menghadapi ancaman penggusuran. Namun, kerja sama Basel dan Abraham bukan tanpa kritik. Beberapa warga Palestina menilai Abraham masih memiliki keistimewaan sebagai warga negara Israel, sesuatu yang tidak dimiliki oleh Basel.

Basel sendiri mengungkapkan ketidakadilan yang ia alami. “Saya tidak bisa meninggalkan Tepi Barat dan diperlakukan seperti kriminal, sementara Abraham bisa bebas keluar-masuk. Kami hidup di bawah sistem yang sama, tapi saya tunduk pada hukum militer yang menghancurkan hidup saya, sedangkan dia berada di bawah hukum sipil,” ungkapnya dalam pidato kemenangan mereka.

Pidato Abraham juga dikritik banyak pihak, karena dianggap menormalisasi kooptasi dan penjajahan yang dilakukan Israel. Omongannya yang menyebut peristiwa 7 Oktober tanpa konteks pendudukan Israel yang dilakukan lebih dari setengah abad jadi pemicunya.

“Fakta bahwa film ini dilabeli dokumenter Palestinian-Israeli, adalah bukti bahwa film ini mendukung normalisasi (pendudukan yang dilakukan Israel),” kata aktivis Palestina Subhi Taha di Instagram-nya. Menurutnya, propaganda “jalur damai” yang digaungkan Abraham dalam pidatonya tidak sejalan dengan perjuangan rakyat Palestina untuk memerdekakan diri dari Israel.

Film ini banyak menggunakan rekaman asli dari kamera ponsel Basel Adra, termasuk momen memilukan ketika tentara Israel menghancurkan sekolah desa dan menyemen sumur air, membuat warga kesulitan membangun kembali kehidupan mereka.

Salah satu adegan paling emosional dalam film ini adalah saat Basel merekam seorang tentara Israel menembak seorang pria Palestina yang mencoba mempertahankan rumahnya dari penggusuran. Akibatnya, pria itu mengalami kelumpuhan dan harus dirawat oleh ibunya di dalam sebuah gua, dalam kondisi serba terbatas.

Masafer Yatta, komunitas kecil di selatan Tepi Barat, telah menjadi simbol perlawanan terhadap penggusuran paksa oleh otoritas Israel. Sejak Perang Enam Hari tahun 1967, Israel menduduki wilayah ini dan terus melakukan pembongkaran bangunan dengan dalih ilegalitas. Namun, bagi warga Palestina, tindakan ini hanyalah bagian dari upaya Israel untuk membuka jalan bagi para pemukim Yahudi.

Baca Juga: 4 Hal Menarik di Oscar 2024: Pin Merah Artists4Ceasefire hingga Kemenangan ‘Oppenheimer’

Paul Tazewell, Desainer Kulit Hitam Pertama yang Sabet Best Costume Design di Oscar

Ajang Academy Awards ke-97 mencetak sejarah baru. Paul Tazewell, desainer kostum untuk film Wicked, menjadi pria kulit hitam pertama yang memenangkan kategori Best Costume Design di Oscar 2025.

Mengutip AP News, Tazewell tampak tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya saat naik ke panggung untuk menerima penghargaan. Dengan senyum lebar, ia mengangkat piala Oscars dan mengungkapkan rasa bangganya.

“Ini benar-benar luar biasa. Terima kasih Academy atas kehormatan yang begitu besar ini,” ujar Tazewell dalam acara yang berlangsung di Los Angeles, AS, Minggu (2/3) waktu setempat.

Ia juga menegaskan bahwa pencapaiannya ini adalah momen bersejarah. “Saya adalah pria kulit hitam pertama yang memenangkan kategori desain kostum untuk karya saya di Wicked. Saya sangat bangga dengan ini,” tambahnya.

Dalam film Wicked, Tazewell merancang lebih dari seribu kostum yang memukau. Beberapa yang paling ikonik adalah bubble dress Glinda yang megah serta gaun hitam Elphaba yang misterius dan elegan.

Tahun ini, Wicked sukses mendapatkan 10 nominasi Oscars, termasuk Best Actress, Best Supporting Actress, dan Best Picture. Dengan kemenangan Tazewell, film ini semakin memperkuat posisinya sebagai salah satu karya terbaik tahun ini.

Kemenangan Paul Tazewell bukan hanya pencapaian pribadi, tetapi juga langkah besar bagi representasi dalam industri perfilman, khususnya dalam dunia desain kostum.

Baca Juga: Dapat Banyak Nominasi Oscars, Kenapa Emilia Pérez Dianggap Kontroversial?

Film The Brutalist Gunakan AI, tapi Tetap Masuk Nominasi Best Picture?

Film The Brutalist, yang sebelumnya meraih Golden Globe, kini tengah diterpa kontroversi. Pasalnya, ada dugaan bahwa film ini menggunakan teknologi AI dalam proses produksinya. Namun, sang sutradara, Brady Corbet, dengan tegas membantah hal tersebut.

Mengutip Deadline, Corbet menjelaskan bahwa AI tidak digunakan untuk menciptakan atau merender bangunan dalam film ini. Menurutnya, semua elemen visual, termasuk desain latar, dibuat dengan tangan oleh para seniman.

“Judy Becker dan timnya tidak menggunakan AI untuk menciptakan atau merender bangunan apa pun. Semua gambar dibuat manual oleh para seniman,” jelas Corbet. Ia juga menambahkan bahwa satu-satunya penggunaan AI adalah untuk menghaluskan aksen Hungaria dari dua pemeran utama, Adrien Brody dan Felicity Jones.

Corbet menegaskan bahwa The Brutalist adalah film yang menggambarkan kompleksitas manusia, dan seluruh aspek produksinya dikerjakan secara kolaboratif oleh manusia.

Sementara itu, menurut laporan The Hollywood Reporter, dalam wawancara dengan Red Shark News, editor Dávid Jancsó membenarkan bahwa tim produksi menggunakan AI dari perusahaan Ukraina, Respeecher, untuk menyempurnakan pengucapan bahasa Hungaria dalam film ini.

Meskipun Brody dan Jones sudah menampilkan akting luar biasa, AI tetap digunakan untuk memperhalus intonasi dan suara vokal tertentu agar terdengar lebih autentik bagi penutur asli.

“Saya penutur asli bahasa Hungaria, dan saya tahu betapa sulitnya bahasa ini dipelajari,” ujar Jancsó. “Jika kalian berasal dari dunia Anglo-Saxon, ada beberapa bunyi yang sulit untuk diucapkan dengan benar.”

Fakta bahwa AI digunakan dalam bentuk apa pun telah memicu kemarahan di dunia maya. Banyak yang berpendapat bahwa film ini seharusnya didiskualifikasi dari nominasi Oscars, terutama di kategori Best Picture.

Meskipun begitu, perdebatan ini kembali membuka diskusi lebih luas soal penggunaan AI dalam industri perfilman.



#waveforequality
Avatar
About Author

Kevin Seftian

Kevin merupakan SEO Specialist di Magdalene, yang sekarang bercita-cita ingin menjadi dog walker.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *