Health Lifestyle

Stigma Persulit Penderita Gangguan Jiwa Cari Pekerjaan, Perburuk Kondisinya

Tidak memiliki pekerjaan bagi penderita penyakit jiwa memperparah kondisi kejiwaannya seperti mengurangi rasa percaya diri dan meningkatkan perasaan terisolasi.

Avatar
  • August 13, 2021
  • 5 min read
  • 1017 Views
Stigma Persulit Penderita Gangguan Jiwa Cari Pekerjaan, Perburuk Kondisinya

Masalah kesehatan jiwa masih kerap dikesampingkan dari perhatian masyarakat. Akibatnya, banyak orang yang mengalami masalah ini tidak mendapatkan perlakuan baik dari masyarakat dan menjalani proses pemulihan yang memadai. Tidak jarang mereka kesulitan mencari kerja akibat kondisi jiwanya.

Tujuh dari seribu orang di Indonesia terkena skizofrenia. Penyakit jiwa parah ini, seperti halnya depresi dan cemas, membawa banyak dampak negatif bagi para penderita dan orang di sekitarnya. Penyakit ini tidak hanya membutuhkan biaya pengobatan yang tinggi, tapi juga sering membawa masalah ekonomi. Mengapa? Karena kebanyakan penderita penyakit jiwa serius dan kronis tidak memiliki pekerjaan dan terisolasi secara sosial.

 

 

Di Amerika Serikat, semakin parah penyakit jiwa yang diderita semakin rendah persentase penderita yang bekerja. Hanya 54 persen dari penderita penyakit jiwa serius memiliki pekerjaan. Di Indonesia, belum ada data tentang tingkat pengangguran bagi penderita penyakit jiwa.

Jelas hal ini mengakibatkan banyak kerugian ekonomi bagi penderita, keluarga, dan masyarakat pada umumnya. Di samping itu, sangat mungkin bahwa tidak memiliki pekerjaan akan memperkeruh masalah dalam hidup si penderita. Tidak adanya pemasukan tetap dan kesempatan untuk berkarya bisa meruntuhkan kepercayaan diri penderita dan membuat mereka semakin terisolasi secara sosial. Juga menambah beban ekonomi dan moral bagi penderita dan keluarganya.

Baca juga: Diskriminasi di Tempat Kerja Hantui Orang dengan Gangguan Bipolar

Tidak bekerja juga akan menghilangkan struktur rutinitas dan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari si penderita yang dapat membuat gejala penyakit jiwa semakin parah.

Saya mendapat kesempatan untuk membangun program rehabilitasi bagi anak muda yang menderita penyakit jiwa serius di Mayo Clinic John E. Herman Home and Treatment Facility Amerika Serikat yang menggabungkan pelayanan kesehatan jiwa dan program kejuruan. Saya membantu pasien selama tiga sampai enam bulan untuk mengatasi gangguan jiwa dan mencari pekerjaan yang mereka minati.

Dari pengalaman itu, saya mengetahui banyaknya manfaat bekerja dalam proses pemulihan mereka yang menderita penyakit jiwa parah.

Satu penelitian kualitatif yang mewawancara penderita penyakit jiwa menemukan bahwa bekerja membawa dua dampak positif. Pertama, membantu penderita merasa bahwa hidup lebih bermakna. Penderita menyatakan bahwa bekerja meningkatkan rasa percaya diri dan kebanggaan. Kedua, membantu mempercepat penyembuhan. Dengan bekerja, mereka ditempatkan untuk menggunakan cara mengatasi gejala penyakit jiwa secara efektif.

Masalah Mendasar: Stigma Negatif

Ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan tingginya tingkat pengangguran bagi mereka yang menderita penyakit jiwa serius. Pertama, kuatnya stigma bahwa penderita penyakit jiwa tidak mampu bekerja dan berkarya. Perusahaan sering merasa ragu mempekerjakan penderita yang menyandang penyakit jiwa karena takut akan mendapat masalah hukum, mengalami kerugian ekonomi, atau harus mengatasi performa buruk.

Keluarga juga sering memberikan bantuan yang berlebihan yang akhirnya menyebabkan penderita semakin tergantung pada orang lain. Contohnya, penderita sering dibebaskan dari tanggung jawab keseharian seperti memasak, mencuci, atau bekerja.

Baca juga: Menemani Orang dengan Gangguan Mental

Tentu ada waktunya ketika memberikan dukungan secara emosional akan berpengaruh positif bagi keluarga yang menderita penyakit jiwa. Namun jika keluarga terlalu sering mengambil-alih tanggung jawab, membiarkan si penderita menghindari banyak hal dalam hidup, akan sulit bagi penderita untuk belajar menghadapi stres dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai penelitian menunjukan bahwa memberikan bantuan yang berlebihan (disebut “symptoms accomodation”) justru membuat penderita semakin sulit mengatasi penyakit jiwa, seperti masalah depresi dan cemas.

Intervensi untuk Mendapatkan Pekerjaan

Faktor lain yang perlu kita pahami adalah jarangnya intervensi kesehatan jiwa yang fokus untuk membantu penderita mendapat pekerjaan. Kebanyakan dari psikoterapi dan layanan psikiatri hanya fokus pada penurunan gejala penyakit jiwa.

Contohnya, pelayanan biasanya bertujuan mengurangi cemas atau mengubah cara berpikir penderita supaya tidak lagi merasa depresi. Jarang ditemukan intervensi yang juga membantu penderita untuk menjalani kehidupan yang sehat dan produktif setelah gejala penyakit jiwa teratasi. Lebih jarang lagi adanya kolaborasi antara pelayanan kesehatan jiwa dan program kejuruan yang bertujuan untuk membantu penderita mendapat dan menjalani pekerjaan dengan baik.

Salah satu gebrakan yang menggabungkan pelayanan kesehatan jiwa dan program kejuruan adalah Individual Placement and Support (IPS)–yang dikembangkan oleh Gary Bond dan Robert Drake di Dartmouth University, Amerika Serikat. Berbagai penelitian menunjukan bahwa IPS membantu penderita penyakit jiwa mendapatkan pekerjaan, meningkatkan kepercayaan diri, menambah pemasukan, dan meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan.

IPS telah disebarkan di berbagai negara termasuk Amerika Serikat, Selandia Baru, Spanyol, Belanda, dan Kanada. IPS didasari delapan prinsip:

  1. program ini terbuka bagi penderita penyakit jiwa yang ingin bekerja – apa pun latar belakangnya,
  2. fokus pada mendapatkan pekerjaan yang kompetitif,
  3. mencari pekerjaan dengan cepat tanpa menunggu penderita sembuh dari penyakit jiwa,
  4. pengembangan keahlian yang ditargetkan,
  5. pencarian pekerjaan berdasarkan apa yang diminati oleh klien,
  6. memberikan dukungan jangka panjang, bahkan setelah klien mendapatkan pekerjaan,
  7. menggabungkan program kejuruan dengan pelayanan kesehatan jiwa,
  8. memberikan konseling tentang jaminan sosial.

Di program yang saya bangun, psikolog dan psikiater bekerja sama dengan employment specialist (terapis yang membantu pasien untuk mencari pekerjaan) yang memberikan IPS untuk membantu pasien mencapai penyembuhan secara keseluruhan. IPS diberikan siring dengan pelayanan jiwa berbasis riset seperti Cognitive Behavioral Therapy di program ini.

Kami tidak hanya fokus pada penurunan gejala penyakit jiwa–seperti psikosis, cemas dan depresi–tapi juga membantu pasien untuk mulai olahraga, makan sehat, tidur secara teratur, mengerjakan pekerjaan rumah tangga, membangun hubungan dengan keluarga, menjadi sukarelawan, dan mulai bekerja.

Pasien didukung untuk melamar pekerjaan sesegera mungkin setelah mereka masuk ke program kami. Rochester, lokasi layanan program IPS yang kami ujicobakan, merupakan kota kecil di Amerika yang sedang berkembang dengan pesat. Bisnis lokal baru banyak bermunculan. Ini memberikan pasien kami kesempatan untuk bekerja di berbagai bisnis lokal seperti kafe, toko buku, perpustakaan, toko kue, dan berbagai bisnis lokal lainnya.

Perusahaan Punya Peran

Penyembuhan penyakit jiwa serius merupakan proses panjang yang membutuhkan pelayanan jiwa secara keseluruhan. Penelitian telah menunjukan bahwa bekerja untuk menyalurkan minat dan bakat membawa dampak yang sangat positif dalam masa penyembuhan.

Sebuah gebrakan sosial sangat dibutuhkan untuk meruntuhkan stigma bahwa penderita penyakit jiwa tidak bisa bekerja dengan optimal. Penting bagi perusahaan untuk mulai terbuka dalam mempekerjakan mereka yang menderita penyakit jiwa. Dukungan sosial ini tidak hanya akan sangat membantu bagi penderita dan keluarganya, tapi juga akan memberikan dampak positif bagi ekonomi dan masyarakat kita.

Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.



#waveforequality


Avatar
About Author

Ajeng Puspitasari

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *