Lifestyle

Belajar dari Nakamoto Yuta: Maskulin dan Feminin, Lelaki Bisa Jadi Keduanya

Salah satu anggota NCT ini kerap vokal membicarakan isu gender, termasuk peran gender kaku yang sejak kecil ditanamkan kepada anak-anak.

Avatar
  • November 1, 2021
  • 4 min read
  • 2642 Views
Belajar dari Nakamoto Yuta: Maskulin dan Feminin, Lelaki Bisa Jadi Keduanya

Tidak dimungkiri, hallyu wave telah memberikan pengaruh yang luas dalam berbagai aspek kehidupan saat ini, khususnya pada anak muda. Korea Selatan mendominasi industri musik, drama, budaya, dan industri hiburan pada umumnya melalui berbagai karya yang memperkenalkan budayanya kepada masyarakat internasional. Bentuk soft diplomacy Korea Selatan ini dinilai berhasil mempengaruhi bukan hanya pertumbuhan perekonomian negara tersebut, namun juga popularitas budaya Korea Selatan secara kompleks. 

Bagi penggemar industri hiburan Korea Selatan, nama SM Entertainment tentu menjadi sangat familier di telinga. Demam hallyu wave akhir-akhir ini juga dikaitkan dengan salah satu grup dari SM Entertainment yang debut pada tahun 2016, Neo Culture Technology (NCT). NCT menunjukkan warna musik baru dan konsep unlimited member yang khas dan berbeda dengan konsep-konsep yang sudah ada sebelumnya.

 

 

Nakamoto Yuta, salah satu member NCT asal Jepang, juga telah menunjukkan kemampuan musik, menari dan rap-nya melalui berbagai proyek NCT. Seiring dengan itu, Yuta juga telah memberikan pandangan dan pemikirannya melalui berbagai kesempatan yang ada. Sebelum debut, Yuta telah aktif membagikan pemikirannya mengenai peran gender dan pengaruhnya terhadap anak-anak. 

“Maybe you know what’s good for your kid but it’s wrong when you act like, ‘because you are a boy, you should do this. I think it will stunt your kids’ potential if you limit their roles by gender and assign them to only those only those fixed roles,” ujar Yuta dalam Abnormal Summit  2015 lalu.

Baca juga: Ivan Gunawan, Deddy Corbuzier, dan Maskulinitas vs. Feminitas

Opini pribadinya mengenai pendidikan usia dini terkait peran gender tersebut cukup menarik karena ia terbuka atas perkembangan pemikiran mengenai pembagian peran gender. Seiring dengan perkembangan isu gender dalam masyarakat internasional, pengotakan peran atau kemampuan seseorang berdasarkan jenis kelamin dianggap kurang relevan untuk diterapkan saat ini. Orang tua juga harus menyadari bahwa pembatasan potensi anak-anak berdasarkan jenis kelamin dapat menutup perkembangan anak-anak, terutama jika diterapkan sejak usia dini. 

Laki-laki tidak boleh belajar menari! Pink itu untuk perempuan! Perempuan tidak boleh main bola kaki! Laki-laki harus kuat, tidak boleh menangis! 

Ada terlalu banyak kalimat macam ini yang berulang-ulang kita dengar sejak kecil. Kalimat-kalimat ini lalu membentuk stereotip yang membatasi peran perempuan dan laki-laki, dan membatasi jenis kelamin menjadi hanya laki-laki dan perempuan. Hal ini menjadi dasar dari kritik Yuta terhadap pemetakan peran gender dan pengaruhnya bagi anak-anak.

Melalui Abnormal Summit pula, Yuta juga telah meredam perdebatan panelis laki-laki lain mengenai negara dengan perempuan tercantik. Dalam perdebatan tersebut, Yuta menyatakan, “Jadi kalian hanya peduli dengan penampilan?” 

Dari perkataan Yuta ini, kita dapat menangkap bahwa penampilan mungkin membentuk kesan tertentu, tapi penilaian terhadap seseorang bukan hanya didasarkan pada penampilan. 

Baca juga: 5 Tanda Kamu Punya Maskulinitas Rapuh

Yuta juga telah menunjukkan perhatiannya mengenai komunitas transgender dan bagaimana mereka mendapat perlakuan dari orang lain. Yuta menunjukkan ketertarikan dan kepeduliannya mengenai isu ini, dan sepenuhnya menghormati isu yang tengah didiskusikan. Ia menunjukkan perhatiannya terhadap orang-orang dari komunitas transgender yang pernah melalui perundungan. 

Pada kesempatan lainnya, melalui video YouTube bersama anggota lain NCT 2020, Yuta juga menyatakan bahwa ia merasa tidak etis untuk menanyakan berat badan pada perempuan. Yuta juga pernah menyatakan bahwa ia tidak peduli jika seorang perempuan memutuskan untuk mendapatkan banyak piercing, karena menurutnya perempuan dapat melakukan apa pun yang dapat membuat diri mereka nyaman.

Berbagai pemikiran dan kepedulian yang ditunjukkan melalui hal-hal kecil ini memperlihatkan bahwa fokus sebagian musisi K-Pop tidak hanya menyangkut musik dan hiburan, namun juga nilai-nilai tertentu dalam kehidupan. Meski tidak secara langsung menyatakan diri sebagai seorang feminis, nilai-nilai feminisme dapat ditangkap dari beberapa pernyataan Yuta dalam beberapa kesempatan. 

Pernyataan yang tidak implisit dari Yuta juga menekankan persepsi non-toxic masculinity, contohnya tentang bagaimana ia merasa percaya diri dan membagikan sisi femininnya. Yuta selalu mewarnai atau memanjangkan rambutnya dan memiliki piercing. Ia juga pernah membagikan kesehariannya melalui video YouTube yang memperlihatkan bagaimana ia dan Johnny NCT merias dan mewarnai kuku mereka dengan kuteks. 

Yuta senang mengenakan aksesoris dan anting, dan selalu mencoba menunjukkan kepeduliannya pada anggota NCT lain, dan tetap percaya diri menunjukkan sisi feminin dan maskulinnya tanpa ragu. Meski ia atletis dan mencintai sepak bola, sisi femininnya tetap menonjol. Kritiknya terhadap peran gender yang tidak seharusnya diterapkan menjadi dasar perkembangan diri seseorang menjadi sebuah highlight dari prinsip non-toxic masculinity yang dinyatakannya. 

Anting? Rambut panjang? Make-up? Kuteks? Itu, kan, untuk perempuan?

Ya, enggak, dong! Nakamoto Yuta punya itu semua!

Seiring meningkatnya popularitas Hallyu Wave secara global, semoga para penggemar K-Pop semakin aware terhadap isu gender. Jenis kelamin tidak membatasi potensi dan kemampuan kamu untuk berkembang dalam aspek apa pun. Being a man or a woman or a non-binary doesn’t make you less of a human being! Embrace whatever part of yourself is! 

Menyukai K-Popular juga dapat membuka kesempatanmu untuk belajar lebih jauh, loh! Feel free to love Nakamoto Yuta!

Opini yang dinyatakan di artikel tidak mewakili pandangan Magdalene.co dan adalah sepenuhnya tanggung jawab penulis.


Avatar
About Author

Nadia Zahra Rahmadhani

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *