Feminism A to Z Issues

Ekofeminisme: Perempuan dalam Pelestarian Lingkungan Hidup

Ekofeminisme semakin penting di tengah posisi perempuan yang semakin rentan dalam lingkungan dan kehidupan sosial.

Avatar
  • January 31, 2020
  • 6 min read
  • 9451 Views
Ekofeminisme: Perempuan dalam Pelestarian Lingkungan Hidup

Dalam feminisme, ada satu gerakan namanya ekofeminisme. Ini adalah gerakan yang melihat hubungan antara eksploitasi serta degradasi lingkungan hidup dan subordinasi dan opresi terhadap perempuan.

Di tengah krisis lingkungan hidup dan meningkatnya konflik sumber daya alam di negara ini, peran ekofeminisme jadi lebih penting. Ini tak lain karena perempuan adalah yang paling terdampak dalam konflik lingkungan hidup. Posisi perempuan semakin rentan dalam lingkungan dan kehidupan sosial. Beberapa potret konflik sumber daya alam yang berdampak pada hidup perempuan termasuk penolakan pabrik semen di Kendeng, Jawa Tengah, dan penolakan reklamasi Teluk Benoa di Bali.

 

 

Untuk lebih mendalami apa peran dan pentingnya ekofeminisme ini, serta bagaimana perempuan dapat menjadi subjek dalam pelestarian lingkungan, kami berbincang-bincang dengan Saras Dewi, Dosen Filsafat Universitas Indonesia yang juga feminis, aktivis, dan seniman. Simak kutipan obrolan tersebut, yang berlangsung di Twitter pada 23 Januari 2020 melalui dialog interaktif rutin #MadgeTalk.

Magdalene: Pertama-tama, mungkin bisa dijelaskan mengapa isu lingkungan hidup sangat berkaitan dengan feminisme?

Saras Dewi: Ekofeminisme merupakan penggabungan antara ekologi dan feminisme. Penggabungan ini berdasarkan suatu renungan bahwa dominasi serta diskriminasi yang dialami baik oleh lingkungan hidup maupun perempuan, bersumber dari problem yang sama yakni, budaya patriarki. Sehingga perjuangan untuk bumi sejatinya adalah perjuangan demi keadilan dan kesetaraan sosial-ekologis.

Baca juga: Konferensi Iklim Didominasi Laki-laki, Saatnya Tingkatkan Keterlibatan Perempuan

Bagaimana situasi perempuan dan kaitannya dengan lingkungan hidup saat ini?

Perempuan merupakan korban dari suatu sistem yang bertumpu pada ketimpangan dan eksploitasi. Demikian juga yang terjadi pada alam, gerakan ekofeminis di dunia muncul sebagai reaksi protes terhadap ketimpangan tersebut. Adapun perubahan yang diupayakan oleh perempuan menggarisbawahi representasi atau kepemimpinan perempuan dalam gerakan-gerakan lingkungan hidup.

Bagaimana ketidakseimbangan alam dapat memengaruhi hidup perempuan?

Ekofeminis tidak menampik kedekatan emotif perempuan dengan alam. Contohnya ancaman krisis air di Rembang jika wilayah Karst ditambang. Isu ini genting untuk seluruh masyarakat tentunya. Namun para petani perempuan merasakan ketidakseimbangan tersebut sebagai pengalaman riil yang mereka geluti sehari-hari, sebab mereka dekat dan paham mengenai air dan pentingnya menjaga mata air.

Apa upaya yang dapat kita lakukan untuk menjaga keseimbangan alam dan kesejahteraan perempuan?

Bagi ekofeminis, problemnya sistemik, terjalin melalui pandangan ekonomi, sosial, dan politik yang mengandalkan diskriminasi, kompetisi, dan kekerasan. Ekofeminis ingin merombak sistem tersebut; bagaimana tidak lagi ada hierarki antara manusia dan alam, ataupun kelas antar masyarakat. Perubahan ini harus ditempuh secara politis, diperjuangkan melalui transformasi budaya yang mengarah pada keadilan ekologis/keberlanjutan, juga transformasi politik yang meninggalkan pandangan lama mengenai politik, khususnya yang memisahkan antara manusia dan alam.

Baca juga: Perempuan Lebih Rentan Jadi Korban Bencana Alam, Ini Solusinya

Bagaimana perempuan dapat berperan dalam pelestarian lingkungan?

Munculnya pemimpin-pemimpin perempuan seperti Greta Thunberg (Climate Strike), Alexandria Ocasio-Cortez (Green New Deal), Alessandra Munduruku (tokoh masyarakat adat di Amazon), Vandana Shiva (tokoh agro-ekologi di India), Sukinah (Kendeng Lestari), dan sebagainya, menunjukkan kepekaan perempuan serta daya perempuan dalam pergerakan demi penyelamatan lingkungan.

Perempuan mempunyai peran ganda dan sering kali tidak bisa berperan dalam kegiatan publik, termasuk pelestarian lingkungan. Apa yang bisa kita lakukan untuk meningkatkan keterlibatan perempuan dalam melestarikan lingkungan?

Dalam feminisme, salah satu kritik yang dilontarkan adalah pemilahan antara privat dan publik, oleh karena itulah dikatakan: the personal is the political. Kritik terhadap dualisme ini dilatarbelakangi bahwa subjugasi terhadap perempuan terjadi melalui pembatasan perempuan di ruang domestik atau privat saja.

Dari perspektif ekofeminis, peleburan privat publik muncul dalam fenomena gerakan sosial seperti menenun, gerakan yang dipimpin oleh Mama Aleta memperjuangkan tanah kelahirannya dari ancaman pertambangan. Gerakan menenun adalah bagian keseharian para perempuan adat Molo di Nusa Tenggara Timur. Dari menenun itu mereka memahami figur-figur satwa yang menjadi pusat cerita dalam motif tenun mereka. Mereka berhasil menghentikan aktivitas tambang dengan melancarkan protes melalui gerakan kolektif menenun. Dari contoh ini, perlawanan terhadap ketidakadilan ekologis muncul dari kehidupan sehari-hari, melalui pola hidup etis yang peka terhadap keberlanjutan alam.

Upaya untuk menyebarluaskan misi lingkungan hidup terjadi justru melalui gerakan-gerakan lokal. Bahkan inisiatif ini terjadi dimulai dari para perempuan adat yang mencemaskan alam liar yang semakin tergerus.

Ada pendapat bahwa kampanye mengenai pelestarian lingkungan masih belum banyak menjangkau perempuan yang memiliki keterbatasan dalam akses informasi. Bagaimana pendapat mbak mengenai hal ini?

Bencana yang tengah terjadi, baik banjir maupun kebakaran hutan menunjukkan betapa gentingnya krisis iklim tersebut. Problem lingkungan hidup telah menjadi suatu isu global yang butuh penanggulangan  secara radikal. Namun masih banyak orang-orang menyangkal dan abai terhadap isu ini. Apa yang saya cermati, upaya untuk menyebarluaskan misi lingkungan hidup terjadi justru melalui gerakan-gerakan lokal. Bahkan inisiatif ini terjadi dimulai dari para perempuan adat yang mencemaskan alam liar yang semakin tergerus. Tantangannya adalah bagaimana terus mengamplifikasi suara-suara ini, dan bagaimana tuntutan-tuntutan ini dapat diterjemahkan ke dalam kebijakan publik yang berorientasi pada keselarasan.

Prinsip hidup yang seimbang dengan alam semestinya mengedepankan kesadaran untuk mengurangi, memakai kembali, dan mendaur ulang (reduce, reuse, recycle). Cara hidup yang memiliki orientasi terhadap lingkungan hidup berarti hidup yang bersahaja, yang mempertimbangkan secara etis dari konsumsi makanan maupun barang-barang yang peka terhadap lingkungan hidup.

Perlu saya tegaskan kembali bahwa akses informasi mengenai lingkungan hidup seolah datang dari kota, kampus, dan sebagainya. Padahal banyak gerakan ini justru dimulai di wilayah pedesaan dan pesisir oleh perempuan adat.

Baca juga: 4 Tantangan Bagi Perempuan Saat Banjir dan Mengungsi

Ada pendapat bahwa pilihan perempuan dan laki-laki untuk memiliki anak akan berpengaruh pada pertambahan populasi, yang otomatis akan berpengaruh pada kondisi lingkungan. Bagaimana pandangan mbak tentang hal ini?

Pengendalian populasi manusia adalah konsekuensi etis dari dihadapkannya kemanusiaan dengan kebencanaan iklim. Meski demikian, banyak ilmuwan juga mempersoalkan tidak hanya soal populasi manusia yang terus bertambah, tetapi pola konsumsi dan kegiatan industri yang masif, sehingga menyebabkan hilangnya wilayah-wilayah hijau.

Dalam kehidupan sehari-hari, ada pilihan perempuan yang berisiko pada perusakan lingkungan seperti penggunaan pembalut plastik. Sementara penggunaan tampon dan cawan menstruasi yang lebih ramah lingkungan masih berbenturan dengan budaya dan mitos keperawananan. Bagaimana mbak Saras menanggapi hal ini?

Saya melihat masih banyak prasangka dalam membahas mengenai kesehatan reproduksi, juga pola pikir masyarakat yang masih menganggap tabu membicarakan hal tersebut. Masih sedikit informasi terkait dengan cawan menstruasi, padahal produk ini jelas lebih ramah lingkungan dan aman bagi perempuan. Gaya hidup yang peka terhadap ekologi dimulai dari hal-hal sederhana namun memberikan dampak besar pada lingkungan hidup, salah satunya adalah mengurangi limbah.

Sebagai pertanyaan penutup, apa yang mendesak untuk dilakukan saat ini terkait usaha pelestarian lingkungan hidup?

Menurut saya yang paling urgen saat ini adalah bagaimana mencegah meningkatnya suhu bumi. Perlu terobosan agar tidak lagi tergantung pada bahan bakar fosil. Perlu didorong suatu revolusi energi ke arah energi terbarukan (surya dan bayu).



#waveforequality


Avatar
About Author

Magdalene

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *