July 14, 2025
Issues

5 Artikel Pilihan: Profil A.W. Prihandita Pemenang Nebula Award hingga Perbincangan soal Anak Laki-laki yang Menari

Redaksi Magdalene merangkum lima berita pilihan untuk pekan ini, mulai dari luka dilahirkan dan dikuburkan dalam Mei 1998 hingga perdebatan penari laki-laki.

  • June 22, 2025
  • 3 min read
  • 370 Views
5 Artikel Pilihan: Profil A.W. Prihandita Pemenang Nebula Award hingga Perbincangan soal Anak Laki-laki yang Menari

1.  A.W. Prihandita, Pemenang Nebula Award yang Menentang AI

Anselma Widha Prihandita beberapa kali menoleh ke belakang sembari berjalan ke panggung di Kansas City Marriott Country Club Plaza, Missouri, Amerika Serikat (AS) pada (7/6). Dalam hati dia berkata, “Ini enggak salah nih milih orangnya aku?” Anselma sulit percaya bisa membawa pulang Nebula Award, kategori novelette terbaik.  

Pihak penyelenggara Nebula Award, Science Fiction and Fantasy Writers Association (SFFWA), memang sudah memberinya pengumuman sejak Maret 2025. Namun, saat menerima telepon dari Presiden SFFWA Anthony W. Eichenlaub, dia skeptis. Pemikiran skeptis itu pun bergeming hingga namanya betul-betul dibacakan.  

Baca selengkapnya di sini

2.  Anak Laki-laki Menari, Warganet Panik: Apa yang Sebenarnya Kita Takuti?

Nunung, kepala sekolah sebuah sekolah dasar (SD) di Karawang, tergopoh-gopoh mendatangi Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Karawang. Ia dipanggil karena sebuah video perpisahan dari sekolah yang dipimpinnya itu baru-baru ini viral dan memancing reaksi warganet.

Isinya memperlihatkan seorang anak laki-laki menari dengan luwes dan ekspresif sebagai figur utama. Alih-alih mendapat pujian, anak itu justru menjadi sasaran komentar negatif, dari mulai “banci”, “nggak laki”, sampai menyalahkan guru dan sekolah.

Nunung menjelaskan bahwa anak tersebut memang berprestasi dan menyukai dunia tari. “Orang tuanya sangat mendukung, mereka bilang anaknya memang lincah dan senang menari,” ujar Nunung kepada akun Instagram @halokrw.

Simak artikelnya di sini. 

3. Membongkar Alasan Anak Persma yang Ogah Jadi Jurnalis Pasca-Lulus 

Siapa sangka, teror kepala babi tanpa telinga yang dikirim ke rumah jurnalis perempuan Tempo berdampak besar pada keputusan hidup Safira Irawati. Anggota Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Didaktika Universitas Negeri Jakarta itu memutuskan tak ingin menjadi jurnalis profesional setelah lulus nanti. 

“Hidup jurnalis hari ini penuh ancaman cuma karena melakukan kerjanya meliput sesuatu. Ada yang diancam, diteror sampai dibunuh. Gajinya juga kecil, tidak sebanding dengan usaha yang dikeluarin,” jelas Safira kepada Magdalene, (16/6). 

Simak artikelnya di sini

4.Hasrat Blak-blakan Lesbian: Kejayaan Penyanyi dan Lagu Sapphic yang Lama Ditunggu

And other boys may need a map / But I can close my eyes / And have you wrapped around my fingers like that.”

Lirik ‘The Giver’ di atas bukan sekadar rayuan biasa. Chappell Roan sedang menampar halus ketidakpekaan laki-laki dalam relasi hetero yang kikuk dan tidak kompeten memahami hasrat perempuan. Lewat lagu ini, ia merayakan hubungan queer, terutama antar sesama perempuan, yang tidak dimiliki hubungan heteroseksual.

Baca artikelnya di sini

5. Luka yang Dilahirkan dan Dikuburkan dalam Mei 1998

Ibu tidak pernah bercerita soal Mei 98. Bukan karena ia lupa, tapi karena ia takut mengingat.

Aku baru berusia tujuh tahun ketika kerusuhan pecah. Ibu tengah mengandung adikku yang ketiga, usia kehamilannya sembilan bulan. Tak lama lagi ulang tahunnya tiba.

Kami tinggal di tepi jalan raya. Hari itu, suara dari luar lebih bising dari biasanya. Aku berlari ke pagar depan, ibu mengejarku dan menggenggam tanganku erat ketika aku hampir melewati gerbang.

Baca artikelnya di sini



#waveforequality
About Author

Magdalene