June 20, 2025
Issues

5 Artikel Pilihan: Penulisan Ulang Sejarah Nasional, ‘Ceremonial Grade Matcha’ hingga ‘Everything is Political’

Redaksi Magdalene merangkum lima berita pilihan untuk pekan ini, mulai dari fakta penulisan ulang sejarah nasional sampai tren matcha yang hits lagi.

  • May 31, 2025
  • 3 min read
  • 599 Views
5 Artikel Pilihan: Penulisan Ulang Sejarah Nasional, ‘Ceremonial Grade Matcha’ hingga ‘Everything is Political’

1.  6 Pelanggaran HAM Berat yang Dihilangkan dari Proyek Penulisan Ulang Sejarah Nasional

Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Kebudayaan besutan Menteri Fadli Zon, tengah menggarap penulisan ulang sejarah nasional. Proyek ini ditargetkan rampung pada Agustus 2025, bertepatan dengan peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia.  

Fadli Zon bilang kepada Tempo, tujuan utama penulisan ulang ini adalah untuk menyelaraskan kembali pengetahuan sejarah dengan berbagai temuan baru dari disertasi, tesis, atau penelitian sejarawan. Ia menilai ada sejumlah temuan baru yang relevan untuk dimasukkan. Ini termasuk peristiwa-peristiwa yang belum tercakup dalam buku-buku sejarah terdahulu.  

Baca selengkapnya di sini

2.  Apa yang Sebenarnya Kita Cari dalam Segelas ‘Ceremonial Grade Matcha’?

Belakangan ini ada yang beda di menu langganan kedai kopi saya. Bukannya ditawari biji kopi terbaru, barista-nya malah menawarkan minuman baru, yakni coconut matcha, air kelapa dengan topping busa matcha yang manis. “Boleh nih, kak, lagi hits banget,” katanya.”

Eksperimen menu seperti ini memang bagian dari adaptasi pasar, karena matcha naik daun lagi. Di banyak coffee shop, menu berbasis matcha makin beragam. Ada matcha burnt cheesecake yang lembut dan legit, atau dirty matcha alias matcha ditimpa espresso, buat yang susah move on dari kopi. Semakin hari, makin banyak aja variasinya.

Simak artikelnya di sini. 

3. Mereka yang Bergaji Tinggi, tapi Merendah demi Suami

“Dinar”, 50, diam-diam menjalani satu dekade pernikahan yang penuh luka. Di balik citra mandiri sebagai pencari nafkah utama, tersembunyi beban berat di pundaknya. Penghasilannya yang jauh lebih besar dibandingkan suami menjadikannya tulang punggung keluarga—membiayai kebutuhan rumah tangga hingga pendidikan anak semata wayang. Namun, kemandirian finansial tersebut tak lantas membuatnya lebih bebas dan bahagia. 

Simak artikelnya di sini

4.  Dari Dapur Komunal di Kotabaru, Saya Belajar Apa itu Memberi

Dulu saya mengira memberi itu perkara mudah. Tanpa perlu banyak pikir, kita bisa menghibahkan barang tak terpakai, uang receh di saku, atau makanan yang bisa dipesan kapan saja. Memberi terasa ringan, bahkan nyaris otomatis. Namun ternyata, saya keliru. 

Sebuah pagi di Kotabaru, Jogja, mengubah cara saya memahami makna memberi. Kala itu saya bergabung dalam kegiatan lintas iman bernama Sega Mubeng. Itu merupakan inisiatif berbagi makanan yang digerakkan oleh komunitas kecil dengan semangat besar. 

Baca artikelnya di sini

5.‘Everything is Political’ termasuk Menstruasi Perempuan

Hidup di dunia yang konon sudah merdeka dan mapan, selalu ada hal-hal kecil yang sengaja dikecilkan agar tak tampak sebagai luka besar. Salah satunya darah yang saban bulan keluar dari tubuh para menstruator—perempuan, transpria, maupun individu nonbiner. Darah yang menjadi penanda tubuh bekerja sebagaimana semestinya, tapi justru paling sering disembunyikan, dilupakan oleh negara, dipungut diam-diam oleh pasar, dan dibisukan oleh hukum. 

Baca artikelnya di sini



#waveforequality
About Author

Magdalene